Abstract
INDONESIA:
Mendamaikan para pihak yang bersengketa bukanlah pekerjaan yang mudah. Banyak hambatan dan kesulitan yang dihadapi oleh mediator dalam menyelesaikannya. Sehingga dari sekian banyak kasus yang masuk ke Pengadilan Agama, hanya ada beberapa kasus yang dapat diselesaikan secara hukum dengan mencabut kembali gugatan yang telah diajukan. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk mengetahui upaya dan faktor-faktor yang mendukung mediator sukses dalam menyelesaikan kasus mediasi di Pengadilan Agama Kabupaten Malang
Peneliti menggunakan jenis penelitian empiris dengan pendekatan kualitatif. Sumber penelitian ini di ambil dari data primer, yaitu wawancara dan dokumentasi sebagai bahan analisis. Dalam menganalisis, peneliti menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Dan untuk menguatkan penelitian ini, peneliti juga menggunakan bahan hukum sekunder yang berasal dari literatur atau buku bacaan yang relevan dengan pokok pembahasan, kemudian di analisis sampai pada kesimpulan.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa mediator sukses dalam menyelesaikan kasus mediasi mempunyai beberapa upaya dan faktor yang mendukung keberhasilannya. Adapun upaya mediator sukses diantaranya, : menurunkan emosi dan membuat suasana rilexs para pihak dengan mengikuti alur mediasi, menyadarkan para pihak dengan logika dan agama, menganalisis masalah dengan melihat bobot permasalahan terlebih dahulu, dan menggugah emosi para pihak secara spiritual agar saling memahami satu sama lain. Sedangkan faktor yang mendukung keberhasilan mediasi ialah, : para pihak yang membuka diri untuk berdamai, kondisi spiritual keagamaan para pihak, kemampuan mediator dalam memahami situasi dan kondisi para pihak dan mempelajari referensi buku-buku psikologi keluarga. Dengan upaya dan faktor di atas diharapkan jalur mediasi akan membuahkan hasil yang efektif dan maksimal dalam mendamaikan para pihak yang bersengketa.
ENGLISH:
Reconciling the parties to the dispute is not an easy job. Many obstacles and difficulties faced by mediator to solve it. So, from the many cases that enter the Religious Courts, there are some cases that can be solved legally by revoking the lawsuit that has been filed. Therefore, researcher is interested to know the effort and the factors that support the successful mediator solving the case of mediation in the Religious Court of Malang Regency
Researcher uses empirical research with qualitative approach. The source of this research taken from primary data, i.e. interview and documentation as a basis of analysis. In analyzing, researcher uses qualitative descriptive analysis. And to strengthen the research, researcher also uses secondary legal materials that come from books or literature relevant to the subject of the discussion, and then to be analyzed then the conclusion.
The results of this research proves that successful mediator in solving cases of mediation efforts has several factors that support its success. As for the efforts of the mediator, were successful: minimize the emotions and make the rilex atmosphere the parties to follow mediation process, revive the parties with logic and religion, analyze the problem by looking at the weight of problems first, and arouse emotions of parties spiritually in order to mutually understand each other. While the factors support the success of mediation such as the parties expose himself to make peace, a spiritual religious condition of the parties, the mediator's ability in understanding situation and condition of the parties and study the reference books of family psychology. With the effort and the factors
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Pengadilan
Agama adalah sebuah lembaga hukum yang dibentuk untuk menyelesaikan sengketa di
masyarakat dalam hal perceraian, waris, gonogini,dan lain sebagainya. Dari
pengertian diatas jika kita melihat di lapangan maka Pengadilan Agama merupakan
jalan terakhir masyarakat untuk mencari keadilan diantara dua orang yang
berperkara. Dalam mengatasi angka perceraian maka Pengadilan Agama memiliki
sebuah upaya perdamaian untuk mencari solusi dari masalah yang sedang diajukan
yang bisa disebut dengan upaya mediasi, di dalam Islam istilah lain dari
mediasi telah disebutkan dalam Al-Quran An-Nisa’ayat 35:1 Imushaf syarif,
al-quran dan terjemahanya, An-Nisa’ ayat 35 2 Artinya : “Dan jika kamu
khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam 2
dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua
orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik
kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal”. Pada ayat diatas Allah SWT telah menjelaskan dan memberi anjuran
kepada hamba-Nya, apabila ada diantara dua orang (suami istri) yang sedang
berperkara, maka hendaklah ia menghadirkan hakam (juru damai) dari pihak
perempuan atau pihak laki-laki sehingga mereka bisa menemukan solusi untuk
menyelesaikan perkara suami istri tersebut. Selain hakam kata yang sering kita
dengar dalam Islam adalah al-sulh, 3 pada saat ini konsep al-sulh di dalam
Islam yang dipakai oleh Pengadilan Agama berguna untuk memperingan biaya dan
mempercepat kinerja hakim yang didasarkan atas kesepakatan para pihak yang
sedang bersengketa. Penggunaan al-suhl4 sendiri memiliki persamaan dengan
musyawarah dan mediasi dalam segi penerapan yaitu sama-sama diuntungkan tidak
ada pihak yang merasa menang ataupun kalah dalam penyelesaian sengketa yang
dibantu oleh seseorang bersifat netral, sedangkan orang yang melakukan sulh di
dalam Pengadilan Agama disebut sebagai mediator. Mengkaji tentang pengartian
mediasi dalam kacamata hukum selalu menimbulkan perbedaan pandangan ataupun
pendapat diantara para tokoh hukum, 2 Hakam adalah juru damai 3 Al-suhl adalah
penyelesaian perkara atua pertengkaran, sayid sabiq mendifinisikan al-suhl
adalah dengan akad yang mengakhiri persengketaan antara dua belah pihak. 4
Sayyid sabiq, fiqih al-sunnah jus 2 (Kairo: dar-al-fath,1990) h 201 3
diataranya menurut Muhammad saifullah5 mediasi adalah sebuah kata yang berasal
dari bahasa inggris mediation yang memiliki arti penyelesaian sengketa dengan
cara menengahi sehingga dapat memberikan kesimpulan win win solution. Menurut
Takdir Rahmadi6 mediasi adalah sebuah langkah yang dambil seseorang untuk
menyelesaikan perselisihan antara dua orang atau lebih dengan jalan perundingan
sehingga menghasilkan sebuah perdamaian. Dalam PERMA no 1 tahun 2008 pasal 1
angka (7) menjelaskan tantang mediasi. Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa
melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan
dibantu oleh mediator. 7 Sedangkan dasar Hukum mediator melakukan mediasi yang
merupakan sistem dari ADR adalah tetapkan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung
(selanjutnya disebut SEMA) yang berisikan tentang pemberdayaan pengadilan
tingkat pertama menerapkan lembaga damai. Selain PERMA dan SEMA perihal tentang
mediasi juga disebutkan pada pasal 130 ayat (1) HIR yang memiliki arti bahwa
hakim berkewajiban dalam mendamaikan para pihak yang bersengketa dengan
menggunakan system yang namanya mediasi sebelum persidangan dimulai, 8 ada juga
keterangan lain tentang arti pada pasal 130 ayat 1 : 5 Saifullah
Muhammad,mediasi dalam tinjauan hukum islam dan hukum positif di
Indonesia,(Semarang: Walisongo Press, 2009), cet 1, h. 75. 6 Takdir Rahmadi,
Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat, (Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada, 2010), h. 12-13. 7 Amriani nurnaningsih,mediasi
alternative penyelesaian sengketa perdata di pengadilan.(Jakarta, PT.
RajaGrafindo Persada, 2012),cet 2 h. 59. 8 Amriani nurnaningsih,mediasi
alternative penyelesaian sengketa perdata di pengadilan.(Jakarta, PT.
RajaGrafindo Persada, 2012),cet 2 h. 231 4 Jika pada hari yang ditentukan,
kedua belah pihak datang, maka pengadilan mencoba dengan perantara ketua sidang
untuk mendamaikan mereka. maksud dari pasal diatas adalah sebelum persidangan
dimulai hakim ketua berhak untuk mendamaikan mereka, sehingga diharapkan mereka
dapat berdamai dan membatalkan niatnya untuk bercerai. Landasan hukum diatas
sudah tepat jika digunakan dalam proses mediasi, namun pada kenyataan
dilapangan, dalam praktek selalu terjadi perbedaan dengan teori. Saat ini dalam
praktek mediasi dikalangan Pengadilan Agama tidak terkecuali di Pengadilan
Agama Blitar yang beralamatkan di jl.imam bonjol nomor 42 kota Blitar. Madiasi
tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya, tidak terkecuali mediasi yag
dilakukan oleh mediator non hakim yang cenderung mengakhiri pelaksanaan mediasi
dengan cepat dan cenderung menunda pelaksanaan mediasi daripada melakukan
kaukus atau penggalian data sebagai upaya pencarian titik terang dari
permasalahan yang dihadapi. Hal tersebut terbukti dengan adanya jumlah biaya
yang dikenakan oleh para pihak sebesar Rp. 60,000,00, apalagi di awal tahun
2015 biaya mediasi dinaikan kembali oleh AMER PA sejumlah Rp. 100,000,00. 9
Untuk masalah tarif mediasi sesuai dengan pengamatan (observasi) yang peneliti
lakukan selama 8 hari masa kerja senin-kamis selama dua minggu, sepertinya para
pihak tidak begitu mempermasalahkan besaran biaya yang dikenakan dalam proses
mediasi. 9 Kwitansi pemayaran mediasi terlampir pada lampiran. 5 Selain hal
diatas, penyebab para pihak enggan melakukan mediasi dikarenakan kurangnya
pengetahuan para pihak tentang hal mediasi, sehingga upaya perdamaian oleh
mediator non hakim tidak berjalan semestinya, hal ini sesuai dengan hasil
wawancara peneliti dengan aspiah:10 “ wah gak tau mas, pokok suruh masuk ke
sini ya masuk gitu aja!, tapi kalau disuruh damai ya saya gak mau mas”. Selain
kurangnya pengetahuan dari para pihak proses mediasi tidak dapat mencapai
kesepakatan karena adanya niat kuat para pihak untuk melakukan perceraian dan
mengakhiri pernikahan. Sehingga terkadang salah satu pihak tidak hadir dalam
mediasi ke dua setelah adanya penundaan untuk mengupayakan perdamaian diluar
pengadilan, hal ini dikuatkan juga dengan hasil wawancara dari bapak mahali: “
karena penggugat berisi keras untuk tetap melanjutkan perkaranya, karena sudah
sangat-sangat benci kepada terhugat”. Di Pengadilan Agama Blitar, jumlah
perkara yang masuk di meja mediasi dapat katakan banyak yang gagal mencapai
kesepakatan atau perdamaian, dibandingkan dengan perkara yang dicabut atau
damai di meja mediasi, hal diatas dapat dilihat pada laporan mediasi perbulan
tepatnya bulan September sampai dengan bulan Desember. Kegagalan dalam praktek
mediasi juga diperkuat dengan beberapa data register mediasi yang dirangkum
dalam laporan akhir bulan Pengadilan Agama 10 Aspiah, wawancara, (Blitar, 30
April 2015), aspiah adalah salah satu pihak penggugat dalam perkara perceraian.
6 Blitar, khususnya September sampai Desember 2014. 11 Contoh perkara yang
masuk dan gagal di meja mediasi: perkara mediasi pada bulan September mencapai
39 perkara dengan prosentase kegagalan dalam mediasi mencapai 30 perkara,
sedangkan sisa perkara yang masih diproses adalah 9 perkara. pada bulan Oktober
perkara yang masuk adalah 57 perkara, dengan jumlah kegagalan mediasi mencapai
40 perkara, dan ada 1 perkara yang dicabut pada bulan ini, jika dijumlah
keseluruhan dalam waktu September sampai Desember 2014 perkara yang dapat
dilakuakan mediasi mencapai 175 perkara. Mayoritas perkara yang masuk pada meja
mediasi adalah perkara perceraian baik cerai gugat maupun cerai talak, dengan berbagai
faktor yang menyebabkanya, dari empat bulan tersebut yang dapat dinyatakan
berhasil mencapai kesepakatan (damai/cabut) di meja mediasi hanya berjumlah 6
perkara. Kegagalan dalam praktek mediasi di Pengadilan Agama Blitar tersebut
diperkuat dengan adanya angka keberhasilan mediasi sampai bulan Desember 2014
yang hanya mencapai 6 perkara, dan sisanya 169 dinyatakan gagal oleh mediator
non hakim. 12 Fakta tentang banyaknya kegagalan Mediasi semakin kuat dengan
kita melihat pula dari jumlah mediator non hakim yang ada di Pengadilan Agama
Blitar13 yakni berjumlah dua orang atas nama Bp.Suwarno, SH, Bp. H. Mahali, SH,
dan satu sekrtaris mediator non hakim yang bernama Wildanul Ulum, S.HI, hal ini
sesuai dengan hasil wawancara dengan H. mahali, S.H: 11 Karena bulan September
merupakan awal diberlakukanya sk dari ketua Pengadilan Agama Blitar. 12 Lihat
pada laporan mediasi bulan September-Desember 2014 di lampiran. 13
suwarno,wawancara, (Blitar, 2 oktober 2014) 7 “mediator di Pengadilan Agama
Blitar pada sekarang ada dua, atas nama Bp. Suwarno,S.H, dan saya Bp. Mahali,
S.H, dan ada sekertaris namanya Wildanul Ulum, S.HI.” Sedangkan hari aktif di
Pengadilan Agama hanyalah empat hari, hari senin sampai hari kamis dan
pelaksanaan mediasi sesuai jadwal yang ditentukan. Namun disisi lain jika kita
melihat jumlah perkara baru perhari tidak terlalu banyak terkadang 2 sampai 8
perkara, apabila digabungkan dengan penundaan perkara minggu sebelumnya maka
jumlah perkara yang masuk dalam 1 hari bisa mencapai 12 sampai 13 perkara.
Mayoritas perkara yang masuk di meja mediasi adalah perkara perceraian dengan
faktor ekonomi dan salah satu pihak yang kurang bertanggung jawab. Meskipun
hanya berjumlah dua orang dengan perkara yang tidak begitu banyak, para
mediator kurang memaksimalkan pelaksanaan mediasi, dalam proses mediasi,
mediator lebih cepat untuk mengakhiri dan cederung menunda dari pada melakukan
penggalian data atau mencari celah keberhasilan. Sedangkan masalah mediasi yang
di angkat dalam permasalahan hanya pada tahun 2014, dikarenakan tahun 2014
merupakan tahun pertama pelaksanaan mediator non hakim di Pengadilan Agama
Blitar. Pelaksanaan mediasi oleh mediator yang sebelumnya dilakukan oleh
mediator hakim, saat ini telah di gantikan oleh mediator non hakim yang telah memiliki
sertifikat mediasi, pergantian mediator ini tidak lain untuk meminimalisir
terjadinya penumpukan perkara pada Hakim. 8 Melihat kondisi di lapangan
tersebut, maka penulis tertarik ingin melakukan penelitian tentang “Praktek
Mediasi oleh Mediator Non Hakim di Pengadilan Agama Blitar dalam Perkara
Perceraian di Pengadilan Agama Blitar Tahun 2014”. B. Batasan Masalah. Agar
jawaban dan penjabaran pada rumusan masalah tidak melebar terlalu jauh, maka
peneliti pada penelitian ini membatasi masalah pada kinerja mediator non hakim
yang ada di Pengadilan Agama Blitar dalam perkara perceraian tahun 2014. Pada
penelitian ini tahun 2014 yang dimaksud adalah 4 bulan terakhir dari tahun
2014, tepatnya bulan September-Desember, hal ini dikarenakan pelaksanaan mediator
non hakim di Pengadilan Agama Blitar dilaksanakan pada empat bulan terakhir
setelah diturunkanya SK dari Ketua Pengadilan Agama Blitar. C. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah praktek mediasi oleh mediator non hakim di Pengadilan Agama
Blitar? 2. Apa saja faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan dalam
mediasi di Pengadilan Agama Blitar prespektif mediator non hakim di Pengadilan
Agama Blitar? D. Tujuan Masalah 1. Untuk menggambarkan praktek mediasi
prespektif mediator non hakim di Pengadilan Agama Blitar. 9 2. Untuk
menggambarkan faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalam dalam mediasi
prespektif mediator non hakim di Pengadilan Agama Blitar. E. MANFAAT
PENELITIAN. secara praktis, manfaat penelitian ini dapat dibagi menjadi 3
bagian: 1. Untuk Dosen Fakultas Syariah diharapkan bisa dijadikan sumber
mengajar dalam studi mediasi, serta bisa mengadakan seminar yang berkaitan
dengan mediasi dengan mendatangkan tim ahli dalam menangani mediasi sebagai
narasumber. 2. Untuk mahasiswa Fakultas Syariah diharapkan hasil penelitian
bisa dijadikan sumber referensi dalam mengerjakan makalah dan dalam belajar
perihal tentang mediasi yang ada di lapangan 3. Untuk praktisi dan lembaga
hukum mediasi sebagai referensi praktek mediasi oleh mediator non hakim sesuai
dengan PERMA pasal 130 ayat 1 dalam menjembatani sebuah perkara sehingga dapat
mengurangi angka perceraian terutama di Kota Blitar. F. DEFINISI OPERASIONAL
Mediasi adalah suatuproses perdamaian yang dilakukan oleh seorang pihak ke tiga
(selanjutnya diebut mediator) sebagi penasehat sehingga perkara yang dihadapi
para pihak dapat diakhiri dengan perdamaian. Kegiatan mediasi biasa diakukan di
Pengadilan Agama di Seluruh Indonesia apabila para pihak dalam berperkara telah
hadir dalam persidangan secara bersamaan. 10 Orang yang menjadi pihak ketiga
sebagai penengah dalam sebuah sengketa adalah (mediator) sedangkan mediator
pada umumnya terbagi menjadi dua bagian diantaranya : 1. Mediator hakim yaitu
mediasi yang dilakukan oleh hakim sebagai penengah dalam sebuah masalah antara
pihak pertama dan pihak kedua 2. Mediator non hakim adalah mediasi yang
dilakukan seseorang yang sudah memiliki sertifikat mediasi dan menjadi pihak
ketiga dalam sengketa antara kedua belah pihak sebagai penengah. G. SISTEMATIKA
PEMBAHASAN. BAB I, BAB I adalah awal dari penelitian skripsi, yang didalamnya
mencangkup latar belakang sebuah masalah umum yang selanjutnya menuju
permasalahan yang khusus, pada BAB I ini menggambarkan alasan mengapa peneliti
tertarik melakukan penelitian ini, serta pada bab ini pula peneliti melakukan
pembatasan masalah sehingga penjelasan pada penelitian tidak terlalu lebar,
dilengkapi dengan rumusan masalah yang berkaitan dengan masalah yang akan
diteliti, serta penulis juga mencantumkan beberapa manfaat penelitian untuk
beberapa kalangan, perkembangan ilmu kedepannya dan sistematika pembahasan yang
menjelaskan tentang poin-poin tiap bab. BAB II, BAB II adalah bab yang
menjelaskan tentang Kajian teori, dimana pada BAB ini penulis akan menfokuskan
pada pengertian umum tentang, mediasi, manfaat mediasi, tugas mediasi, tatacara
mediasi di pengadilan serta beberapa dasar hukum yang digunakan mediator dalam
11 melaksanakan perdamaian sengketa para pihak, pengertian mediator,
syarat-syarat menjadi mediator, maupun tahapan seorang mediator dalam mediasi
di Pengadilan Agama, dengan kata lain pada BAB II inilah yang akan penulis
gunakan untuk pisau analisis pada BAB IV sebagai penjabaran data untuk menjawab
rumusan masalah yang ada pada BAB I. BAB III, BAB III adalah bab yang berisi
tentang metode penelitian dimana peneliti menggunakan beberapa bagian penting
seperti lokasi penelitian yang akan dilakukan penulis untuk melakukan
penelitian berkaitan dengan judul yang telah disepakati pembimbing, jenis
penelitian, serta sumberdata yang akan digunakan penulis dalam mencari sebuah
data, metode penelitian ini penulis gunakan guna untuk mendapatkan informasi
dan data berkaitan dengan Praktek Mediasi Oleh Mediator Non Hakim di Pengadilan
Agama Blitar dalam Perkara Perceraian Kurun Waktu 2014, pada bab ini merupakan
bab terpenting dalam sebuah penelitian karena apabila salah mengambil langkah
dalam mengambil data maka selanjutnya data tidak bisa diolah untuk dijabarkan
di BAB IV. BAB IV, BAB IV adalah bab yang menjelaskan tentang hasil penelitian
dan paparan data yang didapat di lapangan dalam hal ini bertempat di Pengadilan
Agama Blitar, sehingga pada bab IV ini penulis akan menjawab pertanyaan yang
ada pada Rumusan masalah berkaitan dengan Praktek Mediasi Oleh Mediator Non
Hakim di Pengadlan Agama Blitar dalam Perkara Perceraian Kurun Waktu 2014
sesuai dengan hasil 12 olahan data dilapangan dengan menggunakan pisau analisis
kajian teori yang ada pada BAB II. BAB V, BAB V adalah bab akhir dari sebuah
penelitian dimana pada bab ini peneliti memberikan kesimpulan yang menjelaskan
tentang inti pokok dari permasalahan dan jawaban dari rumusan masalah yang ada
di BAB IV, selain memberikan kesimpulan tidak lupa peneliti juga akan
menambahkan beberapa saran terkait dengan hasil penelitian diantaranya saran
bagi dosen Fakultas Syariah untuk mengadakan kajian ilmu baru berkaitan dengan
fakta yang ada dilapangan, lembaga atau instansi terkait seperti mahkamah
agung/pengadilan tinggi agama Surabaya untuk mengadakan sosialisasi dan
pengoptimalan kembali kinerja mediator non hakim di setiap Pengadilan Agama,
serta mahasiswa Fakultas Syariah sebagai penerus peneliti dalam memecahkan
masalah yang berkaitan dengan praktek mediasi.
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment