Abstract
INDONESIA:
Fenomena backpacking tidak hanya dianggap sebuah tren sesaat, tetapi telah menjadi suatu media untuk melakukan transformasi, dari seorang individu yang awam dengan backpacking menjadi seorang backpacker merupakan suatu hal yang tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan melalui serangkaian proses menuju transformasi backpacker. Terdapat tiga temuan proses menuju transformasi backpacker yakni rasa penasaran (curiousity), pemahaman kondisi, dan pemaknaan pengalaman sebagai bentuk dari transformasi. Hal ini perlu untuk diketahui bahwa seorang backpacker tidak hanya dilihat dari penampilan dan pemilihan destinasi saja, tetapi juga pada sikap dan perilakunya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain fenomenologi. Subyek yang diteliti sebanyak 3 orang spesifikasinya adalah seorang backpacker yang sudah melakukan perjalanan backpacking lebih dari satu tahun. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara sebagai metode utama dan observasi sebagai metode pelengkap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa transformasi backpacker merupakan hasil pemaknaan dari aktivitas backpacking, yang terdiri dari dua bentuk transformasi yakni pertama transformasi diri, meliputi kebersyukuran, keberanian, kemandirian, penampian diri, dan eksistensi diri yang kedua transformasi relasi sosial baru meliputi sikap altruis, sikap toleransi, dan kemampuan beradaptasi dengan lingkungan dan orang baru.
ENGLISH:
Backpacking phenomenon is not only considered as a temporary trend, but it also has become a medium for transformation, from an individual who is unfamiliar with backpacking to be a real backpacker. It is something that does not happen suddenly, but it occurs through a series of processes of backpacker transformation. There are three findings of backpacker transformation processes, those are; curiosity, understanding the condition, and the meaning of experience as a form of transformation. It is necessary to know that a backpacker is not only seen from the appearance and the selection of destinations, but also in changing attitudes and behavior.
This study used a qualitative approach with the design of phenomenology. The subjects studied were three backpackers who had done a backpacking trip for more than one year. The data is collected by interviewing techniques as the primary method and observation as a complementary method. The results showed that the backpacker transformation is an understanding of the essence of backpacking, which consists of two forms: first, self-transformation, covering gratitude, courage, self-reliance, self-appearance. The second form is self-existence, and both new social relation transformations covering attitude altruist, tolerance, and ability to adapt the environment and new people.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Traveling pada era saat ini sudah
menjadi kebutuhan seluruh lapisan masyarakat, beberapa orang melakukan
traveling untuk mengisi waktu luang atau refreshing, mereka akan meluangkan
waktu serta biaya untuk memperoleh kepuasan ketika melakukan perjalanan.
Kebutuhan untuk melakukan liburan memunculkan beragam model travelling sehingga
seseorang dapat dengan bebas memilih model travelling yang akan dilakukan. Penelitian
ini fokus pada model perjalanan berpergian dengan cara mengatur dan membuat
alur perjalanannya secara mandiri, dengan mengusahakan biaya seminim mungkin,
model perjalanan tersebut lebih dikenal dengan istilah backpacking, model
perjalanan ini begitu diminati oleh beberapa orang yang ingin menikmati waktu
luangnya salah satu alasannya yakni biaya yang digunakan untuk backpacking
cukup minim dan tidak membuat kantong kering, serta menjadikan wisata sebagaian
dari hidupnya, pemilihan model perjalanan backpacking sampai dilakukannya
aktivitas perjalanan backpacking oleh seseorang tidaklah tiba-tiba terjadi,
oleh karena itu hal ini yang menjadikan salah satu pertanyaan yang mendorong
penelitian ini. 2 Backpacking semakin populer dengan banyaknya media informasi
yang menyuguhkan tulisan-tulisan bertemakan travelling yang dimuat di Koran,
majalah, dan buku-buku, bahkan saat ini marak tayangan televisi bertemakan
backpacking atau traveling. Banyaknya juga toko-toko dan persewaan yang
menyediakan perlengkapan untuk backpacking seperti tas, jaket, sepatu, dan
aksesoris lainnya dengan beragam kualitas. Selain itu, majunya teknologi
memberikan kontribusi terhadap dunia travelling backpacking ditandai dengan
beragamnya aplikasi bertemakan perjalanan dimana aplikasi tersebut dapat
memudahkan seorang backpacker melakukan perjalananya. Kepopuleran perjalanan
backpacking masih menyisakan masalah, secara umum bisa dikatakan bahwa tidak
semua orang memiliki akses yang sama atas informasi, dalam hal ini informasi
untuk bepergian dengan cara murah dan mudah, juga tidak semua orang memiliki
kemudahan yang sama ketika menghadapi persoalan administrasi, serta tidak semua
orang mendapatkan perlakuan ataupun keramahan yang sama satu dengan yang lain
(Lusandiana, 2014). Untuk menjelaskan dinamika seorang melakukan aktivitas
backpacking, maka penelitian ini mengambil pembahasan proses transformasi
backpacker. Karena dalam proses transformasi backpacker terdapat motivasi,
pengalaman, dan pemaknaan dari proses transformasi perjalanan backpacking.
Dunia travelling atau kepariwisataan di beberapa negara memiliki konsep yang
berbeda, Haukeland (1990) mengemukakan bahwa di negara-negara Skandinavia yakni
Norwegia dan Swedia, konsep pariwisata berarti semua orang, terlepas dari
kedudukan ekonomi atau sosial, semua orang berhak mendapatkan kesempatan 3
berlibur. Dengan kata lain, negara-negara Skandinavia menganggap berlibur
termasuk salah satu hak asasi manusia dan bila ada kerugian sosial, akan
ditanggung oleh negara. Oleh karena itu di negara-negara tersebut berlibur
diberlakukan sebagai tolak ukur kesejahteraan sosial (Ross, 1998). Penelitian
backpacking yang dilakukan Maritha (2010) lebih menyoroti backpacking dalam
aspek ekonomi, bahwa pengeluaran antara wisatawan konvensional dan wisatawan
backpacker terdapat perbedaan dalam pola pengeluaran. Wisatawan konvensional
menghabiskan 36,5% dari anggran untuk akomodasi, sementara wisatawan backpacker
lebih banyak menghabiskan biaya berbelanja sebesar 38,2% serta biaya untuk
makan dan minum sebesar 25,7% dari anggaran, tentu saja hal tersebut menjadi
menarik sebab pola pengeluaran akan memberikan dampak bagi pelaku wisata baik
untuk pengusaha, pemerintah ataupun masyarakat yang berpartisipasi dalam
pengembangan pariwisata. Penelitian lain yang dilakukan oleh Cohen yang
berjudul The Search for Self for Lifestyle Traveller, dalam penelitian ini ia
meneliti proses pencarian diri pengelana yang disebut lifestyle traveller yang
dilakukan di India Utara dan Thailand Selatan, dengan jumlah responden sebanyak
25 orang dengan memperhatikan perjalanan sekitar enam bulan atau lebih.
Hasilnya, Cohen menyimpulkan bahwa jati diri dapat ditemukan bukan dibentuk,
selain itu cohen juga menemukan motivasi lain seperti kebebasan, dan proses
pembelajaran melalui tantangan (Cohen, 2009). 4 Beberapa penelitian mengenai
kepariwisataan telah mengalami kemajuan, pariwisata sudah tidak lagi menyoroti
hal-hal terkait ekonomi, tetapi telah berkembang ke arah tinjauan kajian
keilmuan lain, seperti sosiologi, geografi, dan psikologi. Sehingga, dalam
tinjauan penelitian psikologi dapat diketahui perihal permasalahan atas
dorongan atau lebih dikenal dengan motivasi dalam melakukan perjalanan yang
banyak dikaitkan dengan teori kebutuhan Maslow, bahwa kebutuhan manusia sebagai
pendorong (motivator) yang membentuk hierarki atau jenjang peringkat (Ross,
1998). Maslow dalam teori hierarki kebutuhan mengatakan kebutuhan-kebutuhan
yang bersifat bertingkat, yang paling dasar adalah kebutuhan fisiologis, lalu
rasa aman, dicintai, penghargaan lalu kebutuhan yang paling tinggi adalah
aktualisasi diri (Sobur, 2011). “awalnya sih traveling buat refreshing aja
kalau ada waktu liburan panjang, selain itu juga biar dapat teman-teman baru.”
(A1.9.b). Pada awal melakukan perjalanan, sesorang cenderung tertarik melakukan
backpacking untuk refreshing dan mencari hal baru yang bersifat menyenangkan.
Terdapat penelitian terkait motivasi melakukan backpacking yang dilakukan oleh
Godfrey (2011) pada backpacker di New Zealand menunjukkan bahwa motivasi backpacker
yang mendorong mereka untuk pergi dari rumah adalah pertama untuk
mengeksplorasi dunia luar, kedua untuk bertemu orang-orang baru, ketiga isu
yang berkaitan dengan pengembangan diri dan identitas diri, keempat untuk
mendapat status, kelima sebagai rehat atau pelarian diri dari rumah, dan keenam
sebagai kulminasi mimpi yang telah lama dipendam. 5 Ahli psikologi umumnya
memberi perhatian pada perilaku dan pengalaman individu dan berusaha
menggambarkan, dan kalau mungkin menjelaskan setiap pola yang diamati dalam
perilaku dan pengalaman tersebut, sehingga kajian ilmu psikologi di bidang
pariwisata dapat berkisar antara apakah wisatawan benarbenar banyak belajar
dari perjalanan yang dilakukannya, dan kalau ada, apa yang dipelajari oleh
traveller dalam perjalanan mereka sehingga mereka termotivasi untuk mendapatkan
pengalaman traveling yang lebih banyak lagi (Ross, 1998). Melalui pengalaman
dari backpacker, peneliti ingin mencari tahu bagaimana seorang backpacker
memaknai suatu transformasi dari hasil perjalanannya, apakah hanya sebatas
adannya pemaknaan pada diri saja, lalu bagaimana dengan transformasi pemaknaan
relasi sosial yang terjadi dalam praktik perjalanan backpacking. Berangkat dari
fenomena pada latar belakang diatas lah, yang menjadikan peneliti tertarik
melakukan penelitia berjudul “Transformasi Backpacker dalam Aktivitas
Travelling Backpacking”. Sehingga dari penelitian ini diharapkan dapat dipahami
lebih jauh bagaimana proses transformasi seorang backpacker, dan bagaimana
seorang backpacker memaknai transformasi yang ada. 6 A. Rumusan Masalah Dari
latar belakang tersebut dapat dikemukakan beberapa rumusan masalah sebagai
berikut : 1. Bagaimana proses transformasi seorang traveller backpacker? 2.
Bagaimana seorang traveller backpacker memaknai transformasi yang terjadi? B.
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan pokok dari
penelitian ini adalah : 1. Mengetahui proses transformasi seorang traveller
backpacker 2. Mengetahui seorang traveller backpacker memaknai transformasi yang
terjadi pada dirinya C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis Menambah
pemahaman serta wacana baru sebagai pengembangan berbagai macam disiplin ilmu,
salah satunya psikologi. Travel psychology merupakan salah satu bidang dalam
kajian mengenai positive psychology yang masih terhitung sebagai baru dalam
perkembangan studi ilmu psikologi. Penelitian mengenai transformasi backpacker
diharapkan dapat menjadi studi dasar dimulainya perkembangan penelitian di
bidang travel psychology, sehingga backpacking tidak hanya dari sisi
ekonomisnya saja, tetapi juga dari dinamika psikologisnya. 7 2. Manfaat praktis
Dengan mengetahui proses transformasi pada seorang backpacker beserta
pemaknaanya, seseorang backpacker akan mengetahui bahwa perjalanan yang
dilakukan membawa suatu transformasi yang terjadi karena serangkaian proses
yang di lalui ketika perjalanan, sehingga akan mengarah pada suatu konsep
transformasi backpacker yang utuh, dan dari adannya transformasi pada
backpacker, akan menjadikan backpacker seorang yang sadar dan menjadi seorang
backpacker yang lebih baik lagi.
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment