Abstract
INDONESIA:
Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam proses pendidikan karena dengan kepercayaan diri yang tinggi, seorang siswa akan mampu menaklukkan setiap tantangan. Mereka akan optimis menata masa depan dan bersemangat untuk menggapai cita-cita yang didambakan. Dengan semangat juang yang membara tersebut akan melahirkan kinerja yang optimal sehingga memudahkan mereka dalam mencapai gerbang kesuksesan. Untuk dapat menumbuhkan rasa percaya diri salah satunya adalah dengan cara melatih diri untuk selalu berpikir positif karena dengan berpikir positif maka individu mencoba untuk melawan setiap asumsi, prasangka atau persepsi negatif yang muncul dalam benak, dan tidak membiarkan pikiran negatif berlarut-larut.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan: (1) untuk mengetahui tingkat kepercayaan diri siswa yang diberi pelatihan berpikir positif pada saat pre-test dan post-test (2) untuk mengetahui tingkat kepercayaan diri siswa yang tidak diberi pelatihan berpikir positif pada saat pre-test dan post-test (3) untuk mengetahui pengaruh pelatihan berpikir positif dalam meningkatkan kepercayaan diri siswa.
Rancangan penelitian ini adalah metode eksperimen dengan desain eksperimen ulang (pretest-posttest control group design). Variabel bebasnya (X) adalah pelatihan berpikir positif dan variabel terikatnya (Y) adalah kepercayaan diri. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X MAN Malang II Batu (246 siswa) dan diambil 36 siswa yang memiliki kepercayaan diri terendah sebagai sampel (18 kelompok eksperimen) dan (18 kelompok control). Sampel diambil dengan teknik purposive sampling. Untuk mengukur tingkat kepercayaan diri siswa sebelum dan sesudah diberi perlakuan, digunakan skala kepercayaan diri dengan model Likert. Uji validitas menggunakan teknik Product Moment dan uji reliabilitas menggunakan Alpha Cronbach. Analisis datanya yaitu dengan mencari mean dan standar deviasi hipotetik. Selain itu, menggunakan uji t-test sampel bebas (independent sample test).
Hasil pre-test kelompok eksperimen yang termasuk kategori rendah 1 orang (5,6%), sedang 16 orang (88,9%), dan tinggi 1 orang (5,6%). Pada hasil post-test yang termasuk kategori sedang 12 orang (66,7%) dan tinggi 6 orang (33,3%). Hasil pre-test kelompok kontrol yang termasuk kategori rendah 1 orang (5,6%), sedang 16 orang (88,9%), dan tinggi 1 orang (5,6%). Pada hasil post-test tidak terjadi perubahan. Dari hasil uji independent sample t-test, didapatkan nilai koefisien t-hitung 3,356 dengan nilai signifikansi 0,003 (0,003 < 0,05). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pelatihan berpikir positif ada pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan kepercayaan diri siswa. Dengan kata lain, hipotesis bahwa pelatihan berpikir positif berpengaruh dalam meningkatkan kepercayaan diri siswa kelas X MAN Malang II Kota Batu adalah diterima.
ENGLISH:
Self-confidence is a very important aspect of personality in the education process because higher self confidence will facilitate students to deal with any challenges. Students may be helped to see optimistically their future and to achieve enthusiastically their aspiration. The bright sense of struggling can establish the optimum performance in such that students can reach their success gate. Building self-confidence requires among other practicing self to think positive because thinking positively forces individual to stay against negative assumption, prejudice or unfavorable perception, and avoid the self from continuing of thinking negatively.
The objective of research is (1) to understand the students’ self-confidence when they are given positive thinking training during pre-test and post-test; (2) to acknowledge the students’ self-confidence when they are not given positive thinking training during pre-test and post-test; and (3) to figure out the effect of positive thinking training when it increases the students’ self-confidence.
Research method is experiment and the design is replicated experiment (pretest-posttest control group design). Independent variable (X) is positive thinking training, and dependent variable (Y) is self-confidence. Research population is whole students at Grade X of Man Malang II Batu (246 students). There are 36 students with the lowest self-confidence, and these are selected as sample (18 students in the experiment group and 18 students in the control group). Sampling technique is purposive sampling. Measuring the self-confidence of the students before and after treatment is using the self-confidence scale based on Likert model. Validity test employs Product Moment technique, while reliability test uses Cronbach Alpha. Data analysis tool is the mean and standard of hypothetic deviation. Independent sample-test (t-test) is also conducted.
Result of pre-test in the experiment group indicates that only one (1) student (5,6 %) remains in the low category of self-confidence, while 16 students (88,9 %) in the medium category, and 1 student (5,6 %) in the high category. Result of post-test in the experiment group shows that 12 students (66,7 %) are in the medium category, while 6 students (33,3 %) in the high category. Result of pretest in the control group indicates that only one (1) student (5,6 %) is in the low category of self-confidence, while 16 students (88,9 %) in the medium category and 1 student (5,6 %) in the high category. Result of post-test in the control group does not change. Result of independent sample t-test shows that t- count coefficient is 3,356 with significance rate is 0,003 (0,003 < 0,05). Research concludes that positive thinking training has significant effect that is increasing students’ self-confidence. The hypothesis stating that positive thinking training influences the self-confidence of Students Grade X at MAN Malang II Batu City is, therefore, accepted.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pada zaman globalisasi seperti sekarang ini,
manusia tidak hanya berpikir tentang kebutuhan pokok. Pemikirannya telah
bercakrawala luas sehingga kebutuhan pokoknya juga berkembang. Pendidikan
misalnya, di dalam masyarakat modern telah menjadi kebutuhan hidup yang
mendesak, bahkan telah masuk dalam daftar kebutuhan pokok. Perubahan ini tentu
disebabkan adanya faktor yang mendorong dan mempengaruhinya. Dalam menghadapi
masalah dan perkembangan sosial psikologis, menjadi manusia berprestasi
merupakan kebutuhan sosial yang membimbingnya untuk berhasil dan menjadi orang
yang berprestasi. Untuk menjadi manusia berprestasi seseorang dituntut untuk
dapat memiliki pendidikan yang bermutu, baik dari segi kualitas maupun
kuantitas. Pendidikan dapat menjadi bekal yang sangat bermanfaat bagi setiap
individu karena dengan pendidikan ia akan lebih dapat memahami berbagai
permasalahan yang dihadapi sekaligus dapat memikirkan solusi yang tepat untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang dimilikinya. Dengan hanya bermodal
pendidikan yang bermutu saja tidaklah cukup tanpa dibekali dengan rasa percaya
diri yang kuat. Menurut Lauster (dalam Alsa, 2006:48), kepercayaan diri
merupakan suatu sikap atau perasaan yakin atas kemampuan sendiri sehingga
individu 2 yang bersangkutan tidak terlalu cemas dalam setiap tindakan, dapat
bebas melakukan hal-hal yang disukai dan bertanggung jawab atas segala
perbuatan yang dilakukan, hangat dan sopan dalam berinteraksi dengan orang
lain, dapat menerima dan menghargai orang lain, memiliki dorongan berprestasi
serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangan diri. Percaya diri merupakan
salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena
merupakan salah satu kunci kesuksesan. Tanpa rasa percaya diri, seseorang tidak
akan sukses dalam berinteraksi dengan orang lain dan tidak akan bisa mencapai
keingingan yang diidam-idamkan. Bahkan vitalitas, daya kreativitas, dan jiwa
petualangan yang dimiliki spontan akan beralih menjadi depresi, frustasi, dan
patah semangat. Karena pada prinsipnya, rasa percaya diri secara alami bisa
memberikan efektivitas kerja, kesehatan lahir-batin, kecerdasan, keberanian,
vitalitas, daya kreativitas, jiwa petualangan, kemampuan mengambil keputusan
yang tepat, kontrol diri, kematangan etika, rendah hati, sikap toleran, rasa
puas dalam diri maupun jiwa serta ketenangan jiwa (al-Uqshari, 2005:6). Selain
itu, rasa percaya diri membuat seseorang yakin atas kemampuan mereka sendiri
serta memilki pengharapan yang realistis. Hal ini sangat diperlukan dalam
proses pendidikan. Dengan kepercayaan diri yang tinggi, seorang siswa akan
mampu menaklukkan setiap tantangan dan rintangan. Mereka tidak akan menyerah
dan putus asa pada saat proses perjalanan menggapai kesuksesan karena harus
melewati kerikil-kerikil tajam dan semak belukar yang berduri. Sebab, mereka 3
telah yakin dengan kemampuan dirinya dalam mengatasi semua rintangan tersebut.
Dengan begitu, mereka akan optimis menata masa depan dan bersemangat untuk
menggapai cita-cita yang didambakan. Dengan semangat juang yang membara
tersebut akan melahirkan kinerja yang optimal sehingga memudahkan mereka dalam
mencapai gerbang kesuksesan. Karena begitu pentingnya sikap percaya diri dalam
berbagai kehidupan khususnya di bidang pendidikan maka banyak penelitian yang
dilakukan dengan menggunakan berbagai teknik, metode dan alternatif yang
diterapkan guna untuk menumbuhkan rasa percaya diri seseorang, diantaranya
adalah sebagai berikut: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Rahmad Hudi mengenai
“Efektivitas Terapi Bermain Kelompok dalam Meningkatkan Kepercayaan Diri pada
Remaja Awal Panti Asuhan Muhammadiyah Malang”, diperoleh hasil nilai
signifikasi 0,02 yang berarti menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat
signifikan pada skor kepercayaan diri sebelum dan sesudah mengikuti terapi
bermain kelompok. Hal tersebut dapat diketahui dari nilai sig < 0,05
sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat efektivitas dalam meningkatkan
kepercayaan diri pada remaja awal panti asuhan Muhammadiyah Malang (Hudi,
2008). 2. Penelitian yang dilakukan oleh Ita Susana mengenai “Penerapan Teknik
Komunikasi Persuasi Dalam Membina Percaya Diri Narapidana”, dari penelitian
yang dilakukan di bagian Bimpas Lembaga Permasyarakatan Kelas 1 Lowokwaru
Malang ini menunjukkan bahwa dengan menerapkan 4 teknik komunikasi dan prinsip
komunikasi persuasif target dari pembinaan percaya diri narapidana mulai
mengalami perubahan, berdasarkan keterangan informan narapidana mulai dapat
mengontrol emosi, mampu berinteraksi baik dengan petugas maupun dengan
narapidana lain, memiliki dorongan untuk memperbanyak pengetahuannya, dan yakin
dalam menjalani kehidupan. Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa teknik
komunikasi persuasif yang diterapkan oleh bagian Bimpas dalam membina percaya
diri narapidana dapat diterima dan diaplikasikan oleh narapidana yang secara
aktif mengikuti kegiatan pembinaan (Susana, 2008). 3. Penelitian yang dilakukan
oleh Ike Wijayanti mengenai “Meningkatkan Percaya Diri pada Pendidikan Karakter
Melalui Metode Pembelajaran Boneka Karakter di Taman Kanak-kanak”, diperoleh
nilai t = -7,620 dengan P = 0,002 < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa ada
perbedaan yang signifikan antara kepercayaan diri subyek sebelum mendapat
perlakuan boneka karakter (pretest) dengan sesudah mendapat perlakuan dengan
boneka karakter (posttest) yang berarti bahwa kepercayaan diri subyek secara
keseluruhan meningkat setelah mendapatkan perlakuan dengan boneka karakter
(Wijayanti, 2011). 4. Penelitian yang dilakukan oleh Indri Tiara Sari Chayati
mengenai “Restrukturisasi Kognitif Untuk Mengatasi Ketidakpercayaan Diri Pada
Penderita Obesitas”, menunjukkan bahwa teknik retrukturisasi kognitif 5 dapat
digunakan sebagai alternatif terapi penanganan pada penderita obesitas yang
mengalami ketidakpercayaan diri (Chayati, 2008). 5. Penelitian yang dilakukan
oleh Angghy Rahmadhany mengenai “Upaya Meningkatkan Kepercayaan Diri pada Anak
Underachiever Melalui Terapi Bermain”, menunjukkan bahwa terapi bermain dapat
membantu meningkatkan kepercayaan diri anak underachiever. Peningkatan rasa
percayan diri subyek dapat dilihat pada perubahan grafik antara sebelum diberi
perlakuan dengan sesudah diberikannya perlakuan (Rahmadhany, 2010). 6.
Penelitian yang dilakukan oleh Dewi Wahyu Lestari mengenai “Pengaruh Permainan
Tangga Confidence Terhadap Peningkatan Kepercayaan Diri Penderita Tunarungu”, dari
penelitian ini diperoleh hasil adanya pengaruh permainan tangga confidence
terhadap kepercayaan diri penderita tunarungu yang ditandai dengan adanya
perubahan pada grafik antara sebelum diberi perlakuan dengan sesudah
diberikannya perlakuan (Lestari, 2008). Penelitian di atas menunujukkan bahwa
semua teknik dan metode yang diterapkan oleh peneliti sangat efektif untuk
meningkatkan kepercayaan diri respondennya. Hal ini dapat dilihat dari hasil
yang diperoleh menunjukkan bahwa kepercayaan diri responden dalam
penelitian-penelitian tersebut meningkat setelah diberi perlakuan yang dapat
dilihat dari ciri-ciri yang terlihat dalam perilaku subyek penelitian tersebut.
6 Ciri-ciri seseorang yang mempunyai kepercayaan diri dapat diketahui dari ciri
khas utama yang dimilikinya. Ada beberapa hal yang menunjukkan bahwa seseorang
atau individu itu mempunyai kepercayaan diri. Menurut Lauster (dalam
Mayangsari, 2010:27) sesorang yang mempunyai kepercayaan diri memiliki
ciri-ciri, yaitu: percaya pada kemampuan diri sendiri, bertindak mandiri dalam
mengambil keputusan, memiliki rasa positif terhadap diri sendiri, dan berani
mengungkapkan pendapat. Berdasarkan hasil survei awal, terdapat indikator yang
menunjukkan rendahnya kepercayaan diri siswa MAN Malang II Batu. Hasil wawancara
yang dilakukan peneliti kepada salah satu guru BK pada tanggal 20 Oktober 2011,
diperoleh informasi bahwa masih banyak siswa yang kurang berani mengungkapkan
pendapat. Kebanyakan dari mereka enggan untuk mengeluarkan pendapatnya pada
saat diskusi di kelas. Selain itu, mereka masih malu-malu apabila disuruh maju
ke depan kelas pada saat bapak atau ibu guru menyuruh untuk mengerjakan tugas
di depan kelas. Ditambahkan dari hasil wawancara kepada salah satu wali kelas
pada tanggal 15 Maret 2012, diperoleh informasi bahwa ada beberapa siswa yang
saling menunjuk temannya pada saat guru memberinya suatu tugas. Hal ini
diperkuat dari hasil observasi yang menunjukkan bahwa beberapa siswa saling
menunjuk temannya pada saat diminta mewakili kelompoknya untuk mempresentasikan
tugasnya di depan kelas. Selain itu, hasil observasi dan wawancara menunujukkan
bahwa masih banyak siswa yang menyontek pada saat ulangan dan pada saat
mengerjakan pekerjaan rumah padahal mereka sudah belajar dan 7 memahami materi
ulangannya tetapi mereka kurang yakin terhadap jawabannya sendiri sehingga
mereka menanyakan jawaban ulangan kepada temannya. Terdapat juga beberapa siswa
yang merasa bingung tentang masa depannya. Mereka kurang yakin terhadap
kemampuannya sendiri dan kurang yakin dapat meraih apa yang mereka impikan
sehingga mereka cenderung pasrah menjalani kehidupannya. Fenomena di atas
mengindikasikan bahwa beberapa siswa MAN Malang II Batu mempunyai kepercayaan
diri cukup rendah yang dapat dilihat dari perilaku mereka. Kebanyakan dari
mereka tidak percaya pada kemampuan diri sendiri, tidak bertindak mandiri dalam
mengambil keputusan, tidak memiliki rasa positif terhadap diri sendiri, dan
tidak berani mengungkapkan pendapat. Kepercayaan diri seseorang akan sangat
dipengaruhi oleh masa perkembangan yang sedang dilaluinya. Terutama bagi
remaja, kepercayaan diri ini akan mudah berubah. Hal ini tergantung pada
pengalaman-pengalaman dalam hubungan interpersonalnya. Sejak lahir dan
sepanjang hidup manusia mengalami rangsangan positif dan negatif dari
lingkungan silih berganti. Musen (1979) secara positif melihat pengalaman
sebagai sarana mencapai kematangan dan perkembangan kepribadian. Namun
demikian, pengalaman tidak selalu memberikan umpan balik yang positif,
akibatnya bila umpan balik yang diperoleh remaja sering kali negatif maka
kepercayaan dirinya akan rendah sebaliknya jika umpan balik yang diterimanya
positif maka kepercayaan dirinya akan membaik (Budi Andayani dan Tina dalam
Nuraeni, 8 2010:6). Umpan balik ini dapat berasal dari lingkungan, keluarga,
masyarakat sekitar, dan sekolah. Sekolah turut berperan dalam pembentukan rasa
percaya diri seseorang, untuk itu sekolah sebagai lembaga pendidikan kedua
setelah keluarga yang di dalamnya banyak para siswa, di lembaga ini paling tepat
dan sesuai sebagai tempat pendidikan dan tempat menumbuhkan rasa percaya diri
seseorang. Sekolah sebaiknya dapat membantu semua persoalan yang dihadapi oleh
para siswanya, termasuk masalah ketidakpercayaan diri. Apabila ada siswa yang
merasa kurang percaya diri, hendaknya pihak sekolah membantu siswa tersebut
agar bisa tumbuh menjadi orang yang lebih percaya diri. Hal tersebut
dikarenakan mengingat pentingnya kepercayaan diri bagi mereka demi terwujudnya
semua cita-cita yang diinginkannya, Jika mereka tidak memperoleh bimbingan atau
dorongan yang sangat kuat dari sekolah, mungkin sampai dewasa mereka akan tetap
merasa kurang percaya diri sehingga mereka akan mengalami kesulitan dalam
meraih kesuksesan. Seseorang yang percaya diri dapat menyelesaikan tugas atau
pekerjaan yang sesuai dengan tahapan perkembangan dengan baik. Dalam setiap
tahapan kehidupan, individu akan memiliki berbagai peran. Pada masa
kanak-kanak, individu bisa berperan sebagai seorang anak, seorang adik, seorang
kakak, ataupun seorang siswa. Pada masa remaja, masa peralihan antara masa
kanakkanak dan masa dewasa, seorang individu dapat memiliki peran yang lebih
banyak lagi dibandingkan masa kanak-kanaknya. Individu tersebut bisa menjadi
anggota suatu organisasi, pelajar, dan lain sebagainya. 9 Sesuai dengan tugas
perkembangannya, pada masa remaja individu dituntut untuk mencapai kebebasan
emosional dari orang dewasa. Tujuan dari tugas perkembangan ini adalah
membebaskan diri dari sikap dan perilaku yang kekanak-kanakan (Yusuf, 2006:79).
Pada masa ini, remaja akan memiliki tanggung jawab yang lebih besar lagi.
Seorang individu yang memiliki peran sebagai remaja berada pada lingkungan yang
sangat kompleks. Lingkungan yang menuntut remaja tersebut untuk lebih mandiri,
lebih inisiatif, lebih dewasa, dan lebih matang dalam berpikir dan berperilaku.
Upaya untuk mengubah sikap dan perilaku kekanak-kanakan menjadi sikap dan
perilaku dewasa, tidak semuanya dapat dicapai dengan mudah. Pada masa ini,
remaja menghadapi tugas-tugas dalam perubahan sikap dan perilaku yang besar,
sedangkan di pihak lain harapan ditumpukan pada remaja muda untuk meletakkan
dasar-dasar bagi pembentukan sikap dan pola perilaku. Kegagalan dalam mengatasi
ketidakpuasan ini dapat mengakibatkan menurunnya harga diri dan akibat lebih
lanjut dapat menjadikan remaja bersikap keras dan agresif atau sebaliknya tidak
percaya diri, pendiam atau kurang harga diri (Fatimah, 2010: 140). Banyak
faktor yang menyebabkan seseorang kurang percaya diri. Lauster (dalam Hakim,
2007:17) mengemukakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi rasa percaya diri
adalah kemampuan pribadi, interaksi sosial, dan konsep diri. Rasa percaya diri
tidak muncul begitu saja pada diri seseorang. Ada proses tertentu di dalam
pribadi seseorang sehingga terjadilah pembentukan rasa percaya diri. Menurut
Lauster (dalam Mayangsari, 2010:26) 10 rasa percaya diri bukan merupakan sifat
yang diturunkan (bawaan) melainkan diperoleh dari pengalaman hidup serta dapat
diajarkan dan ditanamkan melalu berbagai cara guna membentuk rasa percaya diri.
Menurut Fatimah (2010:153-156) untuk dapat menumbuhkan rasa percaya diri salah
satunya adalah dengan cara berpikir positif karena dengan berpikir positif maka
individu mencoba untuk melawan setiap asumsi, prasangka atau persepsi negatif
yang muncul dalam benak, dan tidak membiarkan pikiran negatif berlarut-larut.
Dalam menjalani dan menghadapi situasi dan kondisi yang buruk, orang yang mampu
berpikir positif akan menyikapinya dengan pikiran positif. Ketika sedang
melakukan tugas dan tanggung jawab yang besar sekalipun, pikirannya selalu
optimistis dan yakin pasti bisa. Berpikir positif berkaitan dengan hidup
positif yang berorientasi pada keyakinan. Jika seseorang merasa tidak yakin
pada kemampuan yang dimilikinya dan ia mengatakan bahwa ia tidak yakin dapat
melakukan sesuatu maka hukum (ketetapan) ini akan melakukan sesuatu agar orang
tersebut melihat dirinya sendiri benar-benar tidak dapat melakukan sesuatu dan
kegagalan selalu ada di sekitarnya (Elfiky, 2009:96). Sistem kerja akal bawah
sadar selalu berjalan mulus. Ketika seseorang memikirkan sesuatu yang negatif
maka akal bawah sadar akan membantunya mewujudkan pikiran negatif itu.
Sebaliknya, jika seseorang memikirkan sesuatu yang positif, akal bawah sadarpun
membantu mewujudkannya (Elfiky, 2009:97). Apapun yang seseorang yakini sebagai
kenyataan, ia akan 11 menentukan sikap dan perilaku seseorang tersebut, meski
sejatinya ia bukan kenyataan. Keyakinan melahirkan perbuatan. Keyakinan adalah
kekuatan luar biasa yang mengukuhkan pikiran seseorang sehingga menumbuhkan
perasaan, perbuatan, hasil dan membuat kehidupan persis seperti yang ada dalam
pikiran (Elfiky, 2009:117). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rahayu, dkk
(2004) memaparkan bahwa semakin seseorang berpola pikir positif maka semakin rendah
kecemasan berbicara di depan umum, sebaliknya semakin seseorang berpola pikir
negatif maka akan semakin tinggi kecemasan berbicara di depan umum. Hal ini
dapat disebabkan karena individu membangun pesan-pesan yang negatif dan
memperkirakan hal-hal yang negatif sebagai hasil keikutsertaannya dalam
interaksi komunikasi (dalam Nuraeni, 2010:3). Penelitian lain yang dilakukan
Abidin (dalam Wilujeng, 2010:6) mengungkapkan bahwasannya orang yang dengan
penuh kesadaran mengontrol perilaku yang ditampilkan, bisa membuat dia
mempersepsikan tujuan hidupnya secara jelas dan memiliki konsep diri yang baik.
Perilakunya yang selalu dikontrol membuat dia mampu mempertahankan prinsip yang
dianut dan menghindari kesalahan-kesalahan yang dapat mencelakakan dirinya. Setidaknya
dari perilakunya yang selalu dikontrol secara tidak sadar sudah membuat suatu
benteng bagi sisi negatif dunia luar yang dapat merusak dirinya. Selain itu,
satu penelitian tentang kekuatan keyakinan pernah dilakukan oleh Universitas
Yale, Amerika Serikat. Kepada beberapa mahasiswa 12 dikatakan bahwa orang yang
bermata biru jauh lebih cerdas daripada orang yang bermata hitam, hasil yang
menakjubkan terjadi hasil belajar mereka berkembang sangat pesat. Sebaliknya,
nilai yang di dapat mahasiswa bermata hitam merosot tajam. Para peneliti
kembali mengumpulkan mereka. Kepada mahasiswa itu disampaikan bahwa telah
terjadi kekeliruan. Sebab mahasiswa bermata hitam ternyata jauh lebih cerdas
dibandingkan mahasiswa bermata dengan warna selain hitam. Kejutan yang sama
terjadi kembali. Setelah itu dikumpulkan kembali dan diberi tahu bahwa warna
bola mata tidak ada hubungannya dengan kecerdasan, yang berpengaruh sebenarnya
adalah kekuatan keyakinan mereka (Elfiky, 2009:117). Ketiga hasil penelitian di
atas menjelaskan bahwa suatu sikap yang dibentuk dengan kesadaran rasional,
dalam hal ini adalah pikiran maka menghasilkan suatu perilaku yang berkesusaian
sehingga hasil yang didapatkan sesuai dengan apapun yang ada dalam pikirannya.
Menurut Asep Muhsin (dalam Asmani, 2009:31), berpikr positif adalah pilihan
terbaik bagi setiap orang dalam setiap situasi. Berpikir positif itu husnuzhan.
Berpikr positif adalah berpihak pada apapun yang sifatnya positif dan lebih
baik. Berpikir positif selalu menghasilkan output yang positif. Berpikir
positif juga dapat diartikan sebagai sebuah teknik yang dapat digunakan
seseorang untuk menumbuhkan sikap afirmasi diri positif yang dapat digunakan
untuk menjauhkan dan menetralisasikan dari pemikiranpemikiran negatif (Kaufani,
2011:19). 13 Dengan berpikir positif, individu akan mampu membangun motivasi
dan harapan. Berpikir positif juga membuat individu mampu mengatasi
keputusasaan. Dengan membiasakan diri berpikir positif, individu akan mampu
menghargai diri sendiri dan merasa dirinya berharga. Individu juga akan merasa
bahagia dengan dirinya. Pada akhirnya dia akan mampu menarik hal-hal positif
dan menolak hal-hal negatif (el-Bantanie, 2010:177). Ketika seseorang berpikir
positif, secara otomatis akan mempengaruhi jiwanya menjadi lebih optimis,
imajinasinya menjadi lebih kreatif, dan semangatnya menjadi semakin kuat. Hal
ini akan membuatnya memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Mereka tidak merasa
minder untuk bergaul dan berinteraksi dengan siapapun. Mereka pun merasa mampu
untuk meraih apa yang dicita-citakan (el-Bantanie, 2010:178). Penelitian
terhadap efek berpikir positif mulai dikembangkan oleh para pakar psikologi
positif saat ini. Penelitian Herabadi (dalam Dwitantyanov dkk, tth:137)
membuktikan adanya hubungan kebiasaan berpikir secara negatif dengan rendahnya
harga diri. Berpikir positif juga membuat individu mampu bertahan dalam situasi
yang rawan distres. Selain itu, Fordyce juga menemukan bahwa kondisi psikologis
yang positif pada diri individu dapat meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan
beragam masalah dan tugas. Berpikir positif juga membantu seseorang dalam
memberikan sugesti positif pada diri saat menghadapi kegagalan, saat
berperilaku tertentu, dan membangkitkan motivasi. Berdasarkan hasil penelitian
ini, dinemukan 14 manfaat yang besar dari berpikir positif. Perluasan penerapan
prinsip-prinsip berpikir positif dalam kehidupan sehari-hari sangatlah penting.
Untuk menjadikan seseorang memiliki pikiran yang positif adalah dengan mengasah
dan melatih dengan kerja keras yang meyakinkan secara kontinu atau
terus-menerus untuk melakukan perbuatan dan sifat yang baik, sehingga
lama-kelamaan akan terbentuk jiwa dan pikiran yang positif. Hal ini sesuai
dengan pendapat Muhammad yasrif (dalam Asmani, 2009:36) yang menyatakan bahwa
menjaga agar selalu tetap berpikir positif memang membutuhkan latihan yang
terus menerus. Semangat positif intinya hanya akan diperoleh dengan menjaga
pikiran selalu ke arah positif. Penerapan berpikir positif dalam kehidupan
sehari-hari sangatlah penting khususnya untuk meningkatkan kepercayaan diri
individu. Oleh karena itu, menurut peneliti perlu diadakannya pelatihan
berpikir positif yang dicetuskan oleh Ibrahim Elfiky (2009), seorang maestro
motivator muslim dunia dan doktor pada Universitas Canada yang memperoleh gelar
doktor dalam positive thinking. Dalam pelatihan berpikir positif melibatkan
dimensi perasaan, perilaku dan kesadaran, dengan mengedepankan kombinasi antara
kognitif, afeksi dan psikomotor. Menurut Elfiky (2009:21) proses berpikir tidak
hanya terhenti pada kognisi saja tapi nantinya akan tercermin dalam perasaan
dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Seperti yang selama ini diketahui
perilaku sehari-hari banyak dipengaruhi oleh alam bawah sadar (Elfiky, 2009:
94). 15 Pelatihan berpikir positif didasarkan pada asumsi bahwa manusia dalam
setiap aspek kehidupan tidak lepas dari proses berpikir dan memiliki
kesanggupan untuk berpikir, maka manusia mampu untuk melatih dirinya sendiri
untuk mengubah atau menghapus keyakinan yang merusak dirinya sendiri (Ellis
dalam Corey, 2009:243). Seseorang mampu memodifikasi keyakinan-keyakinannya
dengan melatih kemampuan berpikirnya. Cara dan pola berpikir seseorang
mempengaruhi perilaku dan perasaan yang akan dimunculkan dalam situasi spesifik
(Hayes & Rogers dalam Dwitantyanov: 136). Pelatihan berpikir positif dapat
menjadi salah satu alternatif dalam meningkatkan kepercayaan diri. Sesuai
dengan fenomena di atas, peneliti berinisiatif untuk melakukan penelitian lebih
lanjut mengenai “Pengaruh Pelatihan Berpikir Positif dalam Meningkatkan
Kepercayaan Diri Siswa Kelas X MAN Malang II Kota Batu” dengan tujuan agar
siswa kelas X MAN Malang II Kota Batu mampu berpikir positif dan mempunyai rasa
percaya diri dalam melakukan segala hal sesuai dengan kehendak dan keinginannya
sehingga mudah dalam meraih citacitanya. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana
tingkat kepercayaan diri siswa yang diberi pelatihan berpikir positif pada saat
pre-test dan post-test? 2. Bagaimana tingkat kepercayaan diri siswa yang tidak
diberi pelatihan berpikir positif pada saat pre-test dan post-test? 16 3.
Bagaimana pengaruh pelatihan berpikir positif dalam meningkatkan kepercayaan
diri siswa kelas X MAN Malang II Batu? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui
tingkat kepercayaan diri siswa yang diberi pelatihan berpikir positif pada saat
pre-test dan post-test. 2. Untuk mengetahui tingkat kepercayaan diri siswa yang
tidak diberi pelatihan berpikir positif pada saat pre-test dan post-test. 3.
Untuk mengetahui pengaruh pelatihan berpikir positif dalam meningkatkan
kepercayaan diri siswa kelas X MAN Malang II Batu. D. Manfaat Penelitian 1.
Secara teoritis, penelitian eksperimen ini dapat memberikan informasi baru
untuk menambah wawasan keilmuan di bidang pendidikan pada umumnya dan di bidang
psikologi khususnya terkait dengan kondisi-kondisi psikologis tentang
kepercayaan diri dan pelatihan berpikir positif. 2. Secara praktis a. Siswa
Penelitian ini dapat memberikan kontribusi atau bahan pertimbangan bagi siswa
MAN Malang II Kota Batu untuk dijadikan pedoman dalam meningkatkan kepercayaan
diri. 17 b. Sekolah Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi
dalam usaha sekolah untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa demi memperlancar
kegiatan belajar mengajar dan menciptakan suasana belajar yang kondusif agar
tujuan belajar dapat tercapai secara maksimal. c. Bimbingan dan Konseling (BK)
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dalam membantu siswa untuk
meningkatkan kepercayaan dirinya agar siswa mampu berperilaku sesuai dengan
keadaan tanpa ada rasa rendah diri sehingga siswa dapat mengekspresikan dirinya
secara maksimal.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" : Pengaruh pelatihan berpikir positif dalam meningkatkan kepercayaan diri siswa kelas X MAN Malang II Kota Batu." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment