Abstract
INDONESIA:
Dalam skripsi ini, penulis membahas mengenai pandangan masyarakat Lamaholot di Larantuka Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur terhadap belis dalam tradisi perkawinan. Hal ini dilatar belakangi oleh adanya kepercayaan masyarakat lamaholot terhadap belis dalam tradisi perkawinan. Belis merupakan tradisi yang memiliki nilai-nilai luhur dan bentuk penghargaan terhadap perempuan. Adapun tujuan dari belis yaitu alat penentu sahnya sebuah perkawinan, sebagai penanda bahwa si gadis telah keluar dari keluarga asalnya, dan sebagai alat untuk menaikan nama/derajat keluarga laki-laki. Di Nusa Tenggara Timur ada beragam bentuk belis yang digunakan berupa emas, perak, uang, maupun hewan seperti kerbau, sapi, atau kuda. Uniknya pada masyarakat lamholot belisnya dikonkritkan dalam bentuk nilai dan ukuran gading gajah yang sulit diperoleh. Walaupun gading gajah sangat sulit untuk diperoleh namun tradisi ini tetap berlaku dan dipertahankan oleh masyarakat lamaholot.
Masalah yang dikaji dalam skripsi ini adalah:1) Bagaimana pandangan tokoh masyarakat Lamaholot terhadap perkawinan belis? 2) Mengapa masyarakat Lamaholot masih mempertahankan tradisi belis tersebut?.
Permasalahan tersebut dikaji dalam penelitian empiris, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Metode pengumpulan data menggunakan wawancara dan dokumentasi, serta metode pengolahan data yaitu dengan reduksi dan editing data, klasifikasi, verifikasi, analisa data dan kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyimpulkan jawaban atas permasalahan yang ada, 1) Pandangan masyarakat Lamaholot terhadap belis yang menjadi syarat perkawinan Suku Lamaholot ini berupa batang gading gajah sangat mahal, keberlakuannya tetap wajib bagi siapa saja yang ingin menikah dengan putri-putri masyarakat Lamaholot. Karena dengan belis ini, mereka menganggap sebagai kesungguhan dari pria yang ingin menikahi putri-putri mereka. 2) Masyarakat Lamaholot masih mempertahankan belis dalam perkawinan mereka, selain itu “belis” ini menciptakan keluarga yang kukuh hingga akhir hayat dalam ikatan keluarga yang kuat.
ENGLISH:
In this thesis, discusses the public's views regarding lamaholot in Larantuka East Flores , Nusa Tenggara Timur against belis in the tradition of marriage. This event will be based by the existence of public confidence in the tradition of lamaholot belis against marriage. Belis is a tradition that has great value and appreciation of women. As for the purpose of belis that is as an instrument for the best validity of a marriage, as markers that the girls have been out of the family his home and as a means to increase the name / degrees the man. In Nusa Tenggara Timur any of various the form of belis used in the form of gold, silver, money, as an animal as the buffalo, cattle, or of a horse. Uniquely to the community lamholot the belis set in the form of value and size ivory elephants difficult to obtain. Although tusks of the elephant it is very difficult to obtained but this tradition stand and maintained by the community lamaholot.
From mentioned problem proposed two formulation of problems: 1 ) how view community figures lamaholot about the marriages belis? 2 ) why the communities Lamaholot maintain tradition the belis ? These problems examined in empirical research, this research uses qualitative approach. Methods of data collection using interviews and documentation, as well as data processing method is by editing, classification, verification, analysis and conclusions.
Based on result of this research, the writer reveals the answer 1) Lamaholot society's view towards belis a requirement of marriage in the form of Lamaholot tribe trunk elephant ivory is very expensive, enforceability remains mandatory for anyone who wants to marry the daughters of Lamaholot society. Due to this belis, they regard as the seriousness of the men who want to marry their daughters. Belis is also regarded as a tribute to the dignity and the degree of women. 2) Lamaholot society retains belis in their marriage and create a strong family until the end of life in a strong family bond.
ARABIC:
في هذا البحث العلمى تبحث كاتبة برأي المجتمع لماهولات في لارنتوكا قسم فلوريس الشرقية، نوسا تنجارا اليرقية إلى المهر في الثقافة الزواج. هذا الشيء يسبب بإعتقاد المجتمع لماهولات إلى المهر في الثقافة الزواج. المهر هو ثقافة لقيمة المرتبة لشكل الأوسمة إلى النساء. أما أهداف المهر هو الة ليصحح الزواج، لدلالة إن النساء قد خرجت من عائلتها وليرفع الدرجة عائلة الزوج. في نوسى تنجارا الشرقية كان مهر متنوعا الذي يستعمل لذهب، فضة، نقود، وحيوان كمثل بقر، جاموس، أو حصان. فريد مجتمع لماهولات محسوسها في شكل، قيم وحجم عاج الفيلة صعبا ناله. وبالرغم عاج الفيلة صعبا ناله ولكن هذه الثقافة تطبق ويحافظ بمجتمع لماهولات.
المسألة الذي يدرس في هذا البحث العلمى الأول كيف رأي الشخصيات بمجتمع لماهولات إلى الزواج المهر؟ وثانيا لماذا مجتمع لماهولات يزال بتحفيظ تلك الثقافة؟
تلك المسألة يدرس بالبحث تجريبي هذا البحث بمنهج النوعي. منهج جمع البيانات بمقابلة وتوثيق ، منهج تحليل البيانات بتخفيض، تحرير، تصنيف، تحقيق، تحليل البيانات وإختتام.
نتائج هذا البحث تلتخص كاتبة الجواب بتلك المسألة. الأول رأي المجتمع لماهولات لمهر بشروط الزواج. قبيلة لماهولات هو عاج الفيلة وهو غال. إنفاذ يبقى إلزاميا لمن يريد أن يتزوج من النساء في منطقة لماهولات. لأنه مع هذا المهر، يعتبرونه خطورة الرجل الذي يريد الزواج منها. ويعتبر أيضا هذا المهر بمثابة تحية باسم كرامة المرأة. الناس لماهولات ما زالت تحتفظ المهور في الزواج وإنشاء أسرة قوية حتى نهاية الحياة في السندات عائلة قويا.
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG MASALAH
Indonesia merupakan negara yang kaya dengan
berbagai ragamnya mulai dari suku, ras, dan budaya/adat-itiadat yang
masing-masing berbeda, contohnya dalam melangsungkan proses perkawinan. Setiap
daerah di Indonesia ketika melangsungkan proses perkawinan selalu dipenuhi
dengan suasana yang sangat sakral dan kental. Hal ini disebabkan oleh kekuatan
adat yang secara turuntemurun dipercayai oleh masyarakat Indonesia sebagai
suatu hal yang wajib dilaksanakan oleh masyarakat. Hal tersebut juga berlaku di
daerah Kota Larantuka, Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur. 2 Adat
sangat mendominasi dalam sebuah proses perkawinan, salah satunya dalam hal
pemberian “belis” masyarakat Lamaholot di Larantuka. Dalam kehidupan keseharian
pelapisan sosial yang memandang wanita sebagai sentral kehidupan masyarakat dan
tinggi nilainya. Karena itu, meski masyarakat menilai seorang wanita tidak
secara material, mereka tetap mencari materi pembanding dalam bentuk “belis”.
“Belis” merupakan unsur penting dalam lembaga perkawinan. Selain dipandang
sebagai tradisi yang memiliki nilai-nilai luhur dan bentuk penghargaan terhadap
perempuan, namun di satu sisi juga sebagai pengikat pertalian kekeluargaan dan
simbol untuk mempersatukan laki-laki dan perempuan sebagai suami istri. “Belis”
juga dianggap sebagai syarat utama pengesahan berpindahnya suku perempuan ke
suku suami. Di Nusa Tenggara Timur ada beragam “belis” yang digunakan berupa
emas, perak, uang, maupun hewan seperti kerbau, sapi, atau kuda. Di daerah
tertentu “belis” berupa barang khusus. Uniknya pada masyarakat Lamaholot nilai
seorang perempuan pada maskawin dikonkritkan dalam bentuk nilai dan ukuran
gading gajah yang sulit diperoleh. Gading gajah baru masuk pada abad permulaan
perdagangan rempah-rempah termasuk wewangian cendana. Secara umum, ukuran dan
jumlah gading tergantung pada status sosial seorang gadis, juga sistem
perkawinan yang ditempuh serta kemampuan negosiasi dari keluarga laki-laki
kepada keluarga perempuan. Lebih dari itu, pendidikan perempuan juga terkadang
menjadi ukuran dalam menentukan “belis”. 3 Masyarakat Lamaholot ini dalam
kehidupannya memiliki kebiasaankebiasaan unik terutama yang berkaitan dengan
adat perkawinan, dimana kehidupan seorang wanita dalam adat istiadat memiliki
nilai yang sangat tinggi. Nilai seorang wanita dapat diketahui dari besarnya
“belis” yang dikonkritkan dalam jumlah dan ukuran gading gajah yang saat ini
sangat sulit didapat atau diperoleh. Pada umumnya ukuran dan jumlah gading
gajah tergantung dari status sosial gadis tersebut dalam masyarakat.1 Dalam
adat perkawinan orang Lamaholot, seseorang yang akan menikah adalah suatu
keharusan mengadakan pesta. Pesta ini merupakan sebuah pesta suku, maka
penyelenggara pesta tersebut adalah merupakan semua anggota suku. Jadi seluruh
anggota suku anggota wajib menyumbang. Bagi mereka akan merasa malu apabila
tidak bisa menyumbang. Entah bagaimana caranya orang harus memberi sesuatu,
tidak peduli hal tersebut diperoleh dengan cara meminjam dan sebagainya.2 Proses
meminang gadis di kalangan suku Lamaholot, Nusa Tenggara Timur, unik. Meski
penduduk wilayah ini tidak memelihara gajah dan mata pencaharian mereka
kebanyakan petani dan nelayan, gading gajah sudah menjadi maskawin sejak
ratusan tahun lalu. Dalam masyarakat Lamaholot, “belis” selalu menimbulkan
masalah rumit. Pembicaraan paling alot antara pihak keluarga perempuan dan
laki-laki adalah soal berapa banyak gading gajah harus diberikan 1
http://lewotana21n.blogspot.com/2009/11/adat-perkawinan-masyarakat-lamaholot.html,
diakses pada tanggal 28 Juni 2015. 2
http://protomalayans.blogspot.com/2012/12/suku-lamaholot-nusa-tenggara-timur.html,
diakses pada tanggal 28 Juni 2015. 4 pihak laki-laki sebagai “belis” bagi calon
istri. Status sosial menjadi ukuran menentukan jumlah dan ukuran gading. Jika
calon istri berasal dari keluarga dengan status sosial tinggi, jumlah gading
jauh lebih banyak dan lebih panjang. Kalau anak gadis berasal dari keluarga
sederhana, jumlah dan ukuran gading bisa dikompromikan. Jumlah gading untuk
meminang seorang perempuan berkisar antara 3 dan 7 batang. Jumlah tujuh batang
biasanya berlaku di kalangan bangsawan atau orang terpandang. Masyarakat biasa
umumnya tiga batang. Harga gading gajah bervariasi, yaitu Rp 13 juta sampai Rp
100 juta per batang tergantung ukurannya. Jika perkawinan terjadi antara
perempuan asal Lamaholot dan pria dari luar suku Lamaholot dan berlangsung di
perantauan, gading bisa dikonversi dengan uang. Namun, kalau pernikahan
dilangsungkan di Flores, “belis” harus berbentuk gading. Gading gajah dalam
bahasa Lamaholot adalah “bala”. Ada tujuh jenis bala, antara lain bala huut
(gading yang panjangnya sesuai rentangan tangan orang dewasa dari ujung jari
kanan ke ujung jari kiri), bala lima one (gading sepanjang ujung jari tangan
kanan sampai telapak tangan kiri orang dewasa), dan bala lega korok (gading
sepanjang ujung jari tangan sampai belahan dada).3 Sebagaimana telah dijelaskan
bahwa hakekat “belis” adalah menunjang harkat seorang wanita dalam kehidupan
patrilineal, dan agar keluarga wanita mendapat tempat terhormat dihadapan
keluarga pria. Bagi masyarakat Lamaholot, kedudukan wanita adalah kedudukan
seorang ibu. Selain itu, “belis” juga sebagai 3
http://lipsus.kompas.com/jejakperadabanntt/read/2010/12/10/08361911/Mahar.Kawin.yang.M
embebani.Keluarga, diakses pada tanggal 28 Juni 2015. 5 lambang pemersatu
keluarga pria dan wanita, sekaligus sebagai tanda seorang perempuan resmi
pindah ke suku suami. Karena itu perempuan Lamaholot dimata kaum pria selalu
mendapat perlindungan dalam pergaulan sosialnya. Setiap pelabelan negatif yang
dilakukan terhadap perempuan Lamaholot dapat dikenakan denda adat bagi
pelakunya. Bentuk dendanya bisa berupa gading, sarung tenun adat atau lainnya.
Dendanya sangat berfariasi sesuai jenis pelanggaran dan permintaan keluarga
perempuan.4 Adapun problematika sosiologis dari “belis” tersebut, meski
bertujuan mulia untuk mengangkat harkat dan martabat seorang perempuan, namun
“belis” dapat juga menjadi sumber persoalan dalam rumah tangga yang pada akhirnya
dapat melahirkan kekerasan terhadap perempuan. Hal ini terjadi bila tuntutan
belis yang terlampau tinggi melampaui kemampuan finansial seorang laki-laki dan
keluarganya. Selain itu, “belis” yang mahal akan berdampak pada beban
psikologis seorang laki-laki untuk menikahi perempuan dari strata sosial yang
tinggi sehingga banyak perempuan yang pada akhirnya tidak menikah karena faktor
“belis” yang terlalu tinggi, hamil diluar nikah, banyak yang menikah dengan
suku luar, belis juga telah menjadi penyebab seorang suami menelantarkan isteri
dan anak-anaknya, dan dapat membebani ekonomi keluarga.5 Namun “belis” di sini
jika sang calon suami belum atau tidak sanggup membayar “belis” dengan kontan
maka sang calon suami boleh berhutang kepada calon istri sampai menjadi
suami-istri yang sah hutang tersebut tetap berlaku 4
kabarindonesia.com/berita.php?pil=20&jd=Marginalisasi+Perempuan+dalam+Perkawinan+Lama
holot&dn=20110520082349, diakses pada tanggal 28 Juni 2015. 5
http://kabarindonesia.com/berita.php?pil=20&jd=Marginalisasi+Perempuan+dalam+Perkawinan
+Lamaholot&dn=20110520082349, diakses pada tanggal 28 Juni 2015 6 sampai
suami bisa melunasinya. Apabila suami meninggal sebelum selesai membayar
“belis” tersebut maka belis tetap berlanjut dan yang menggantikan pembayaran
“belis” tersebut adalah keluarga si suami bisa juga keturunannya si suami. Jika
di tengah-tengah waktu pelunasan hutang belis si suami tidak bisa membayar atau
tidak sanggup membayar maka sang istri akan ditarik kembali oleh pihak keluarga
istri. B. BATASAN MASALAH Agar kajian masalah tidak melebar, dan lebih
memfokuskan pada permasalahan, maka penelitian ini dibatasi hanya pada seputar
belis dalam tradisi perkawinan (studi tentang pandangan masyarakat lamaholot di
Larantuka Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur) saja. C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis dapat memaparkan rumusan masalah
sebagai berikut : 1. Bagaimana pandangan tokoh masyarakat Lamaholot terhadap
perkawinan belis? 2. Mengapa masyarakat Lamaholot masih mempertahankan tradisi
belis tersebut? D. TUJUAN PENELITIAN Sesuai dengan rumusan masalah diatas,
tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui pandangan tokoh masyarakat
Lamaholot terhadap perkawinan belis. 7 2. Mengetahui mengapa masyarakat
Lamaholot masih mempertahankan tradisi belis tersebut. E. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat/kegunaan penelitian adalah deskripsi tentang pentingnya penelitian
terutama bagi pengembangan ilmu pengetahuan atau pembangunan dalam arti luas,
dalam arti lain, uraian dalam sub-bab kegunaan penelitian berisi tentang
kelayakan atas masalah yang diteliti. Sedangkan kegunaan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis : Penelitian ini diharapkan berguna
bagi pengembangan ilmu pengetahuan, menambah wawasan pemikiran pembaca pada
umumnya dan khususnya bagi mahasiswa yang berkecimpung dibidang Al-Ahwal
Al-Syakhshiyyah, tentang masalah perkawinan. 2. Manfaat Praktis : Penelitian
ini dapat memberikan pemahaman bagi masyarakat tentang “belis” di Larantuka,
Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Dan juga sebagai bahan atau
referensi dalam menyikapi hal-hal di masyarakat terhadap realitas kultur
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" : Belis dalam tradisi perkawinan: Studi tentang pandangan masyarakat Lamaholot di Larantuka Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment