Jasa Pembuatan Skripsi

Jasa Pembuatan Skripsi
Jasa Pembuatan Skripsi

Friday, June 9, 2017

Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" Pandangan hakim Pengadilan Agama Tulungagung tentang pembatalan hibah Pasal 212 KHI: Studi kasus no.27/Pdt.P/2006

Abstract

INDONESIA:
Pemindahan hak atas harta ada bermacam-macam antara lain dengan cara hibah. Hibah dapat diberikan kepada sipapun yang dikehendaki oleh pemberi hibah (wahib). Hibah adalah pemberian yang dilakukan secara sukarela dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT, tanpa mengharap balasan apapun dan dilakukan ketika wahib masih hidup. Meskipun hibah bisa diberikan kepada siapa saja namun hibah tidak dapat tarik dengan alasan apapun kecuali hibah orang tua kepada anaknya sebagaimana dalam pasal 212 KHI. Hal ini sesuai dengan register perkara no.27/Pdt.P/2006/Pengadilan Agama Tulungagung.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan wahib ingin menarik kembali hibahnya dan apa alasan hakim Pengadilan Agama Tulungagung menolak penarikan hibah tersebut yang mana hal itu diperbolehkan dalam pasal 212 KHI.
Agar penelitian ini berjalan lancar sesuai dengan tujuan uang diharapkan, maka peneliti menggunakan pendekatan kualitatif karena penelitian ini bersifat case study sehingga penelitian ini berupa deskriptif kualitatif. Untuk memperoleh data yang diperlukan peneliti menggunakan bahan primer dan sekunder, Sedangkan teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah dengan interview dan dokumentasi.

Hasil dari penelitian ini termasuk dalam pandangan hakim Pengadilan Agama Tulungagung dengan register perkara no.27/P.dt.P/2006/Pengadilan Agama Tulungagung. Dalam perkara tersebut penarikan hibah dilakukan oleh wahib karena penerima hibah (mauhub lah) telah meninggal dan obyek hibah kembali dipelihara oleh wahib, selain itu wahib khawatir obyek hibah akan dijual oleh menantunya yangmana wahib memiliki hobi menjual perabot rumah tangga, sehingga wahib ingin menarik hibahnya kembali dan nantinya akan diserahkan kepada cucu-cucunya dewasa kelak. Majelis hakim tidak dapat mengabulkan permohonan tersebut karena mauhub lah telah meninggal dunia sehingga obyek hibah menjadi hak milik ahli waris. Dasar penetapan hakim ini adalah ijtihat hakim yang mengambil hadits ketidakbolehan bapak menarik hibah apabila anak telah meninggal dunia.



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
 Masalah Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin, diantara prinsip-prinsip dasar dan umum dalam syari’at Islam adalah mudah dan memudahkan (al- yusru wa al-taisir), toleransi dan keseimbangan (al-tasaamuh wa al-‘itidal) dan menghindari kesulitan serta kesempitan dalam ketentuan hukum syariah. Islam sebagai agama dan juga sebagai hukum, jika kita berbicara tentang hukum secara sederhana terlintas dalam pikiran kita peraturan-peraturan atau seperangkat norma yang mengatur tingkah laku dalam masyarakat. Dalam sistem hukum Islam terdapat istilah al ahkam al khamsah yakni penggolongan hukum yang lima yaitu mubah, sunah, makruh, wajib, haram. 2 Segala aturan tersebut atau hukum tersebut berfungsi untuk mengintegrasikan kepentingan manusia sehingga tercipta suatu keadaan yang tertib dan tujuan dari hukum-hukum tersebut adalah al maqasid al khamsah yaitu memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara akal, memelihara keturunan dan memelihara harta. Dalam perjalanan kehidupan menimbulkan pengaruh dan akibat hukum kepada lingkungan dan dengan orang sekitar. Kelahiran, pernikahan, kematian dan perpindahan harta di atur komplit dalam Islam. Agama Islam memberikan tuntunan, bagaimana cara memindahkan atas harta kekayaan dari seseorang pada orang lain. Harta secara etimologi yakni: آُلُّ مَا يَقْتَضِى وَ يَحُوْزُهُ الْاءِ نْسَانُ بِالْفِعْلِ سَوَاءٌ أَآَانَ عَيْنًا أَوْ مَنْفَعَةً آَذَ هَبٍ أَوْفِضَّةٍ أَوْحَيَوَانٍ أَوْنَبَاتٍ أَوْمَنَافِعِ الشَّيْءِ آَا لرُّ آُوْبِ وَا للُّبْسِ وَالسُّكْنَى “Sesuatu yang dibutuhkan dan diperoleh manusia, baik berupa benda yang tampak seperti emas, perak, binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun (yang tidak tampak), yakni manfaat seperti kendaraan, pakaian, dan tempat tinggal.”1 Oleh karena itu sesuatu yang tidak dikuasai oleh manusia bukanlah harta seperti burung di udara, ikan di laut, pohon di hutan dll. Ada beberapa dalil baik firman Allah ataupun sabda Rasul yang dapat dikategorikan sebagai isyarat bagi umat Islam untuk memiliki harta dan giat dalam berusaha supaya mendapatkan kehidupkan yang layak dan mampu melaksanakan semua rukun Islam di antara dalildalil terut yakni dam surat Al-Kahfi :46 yang berbunyi“Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan Hanya kepadaNya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.”3 Harta juga untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai kesenangan hal ini terlihat dari firman Allah surat Ali Imron: 14, yang berbunyi:  Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).”4 Selain anjuran mencari harta, Allah juga memerintahkan untuk berbagi harta terdapat dalam surat Al Baqoroh: 177 

Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" :  Pandangan hakim Pengadilan Agama Tulungagung tentang pembatalan hibah Pasal 212 KHI: Studi kasus no.27/Pdt.P/2006Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini


Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment