Abstract
INDONESIA:
Para ahli kedokteran menemukan solusi bagi pasangan suami istri yang menderita ketidaksuburan, yaitu fertilisasi in vitro atau biasa disebut masyarakat umum dengan bayi tabung. Dengan fertilisasi in vitro, orang-orang yang mengalami ganguan pada alat reproduksinya tetap bisa mengalami kehamilan dengan cara melakukan proses fertilisasi di luar rahim yaitu disebuah cawan khusus, yang kemudian apabila proses fertilsiasi tersebut telah menghasilkan embrio yang berusia cukup maka akan ditanam kembali kedalam rahim sang ibu.
Islam memperbolehkan fertilisasi in vitro dengan syarat bahwa sel sperma dan sel telur yang digunakan adalah berasal dari pasangan suami istri yang berada dalam ikatan pernikahan yang sah. Akan tetapi akan timbul sebuah masalah apabila proses fertilisasi in vitro tersebut dilakukan setelah sang suami meniggal, yaitu dalam hal penentuan status nasab maupun waris. Dengan adanya permasalahan tersebut maka penelitian ini berusaha untuk mengetahui bagaimana kedudukan hukum pelaksanaan fertilisasi in vitro pasca kematian suami dan juga bagaimana status nasab anak hasil fertilisasi in vitro tersebut.
Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian kepustakaan (bibliographic research), yang mana penulis akan mengungkapkan berbagai konsep pemikiran para ahli mengenai permasalahan fertilisasi in vitro pasca kematian suami. Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk mengungkapkan gambaran faktual melalui data-data kualitatif yang telah terkumpul. Metode analisis data yang digunakan adalah conten analisis, karena penarikan kesimpulan dari permasalahan fertilisasi in vitro ini memerlukan usaha yang obyektif dan sistematis.
Setelah semua data terkumpul dan dianalisis, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pelaksanaan fertilisasi in vitro pasca kematian suami adalah tidak dibenarkan dalam syari’at Islam, hal tersebut dikarenakan sudah tidak adanya hubungan perkawinan antara pemilik sperma dengan pemilik sel telur. Adapun hubungan nasab anak hasil fertilisasi in vitro dengan proses fertilisasi yang dilakukan setelah ayah meninggal adalah hanya disambungkan dengan ibunya saja.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masalah Naluri manusia mempunyai
kecendrungan untuk mempunyai keturunan yang sah. Keabsahan anak keturunan yang
diakui oleh dirinya sendiri, masyarakat, dan negara. Kebenaran keyakinan agama
Islam memberi jalan untuk itu, agama memberi jalan untuk hidup manusia agar
hidup berbahagia di dunia dan di akhirat. Kebahagiaan dunia dan akhirat dicapai
dengan hidup berbakti kepada Tuhan secara sendiri-sendiri, berkeluarga dan
bermasyarakat. Kehidupan keluarga bahagia, umumnya antara lain ditentukan oleh
kehadiran anak-anak. Tapi pada kenyataannya, kehadiran anak yang didambakan itu
ada yang tidak terwujud. Hal ini disebabkan karena pasangan suami istri
tersebut mengalami infertilitas. Infertilitas adalah suatu kondisi dimana
pasangan suami-istri belum mampu memiliki anak walaupun telah melakukan
hubungan seksual sebanyak 2-3 kali seminggu dalam kurun waktu 1 tahun dengan
tanpa menggunakan alat kontrasepsi dalam bentuk apapun.3 Menurut WHO dari
seluruh dunia sekitar 50-80 juta pasangan suami istri mempunyai masalah dengan
infertilitasnya, dan diperkirakan sekitar dua juta pasangan infertil baru akan
muncul tiap tahunnya dan terus meningkat.4 Sebagai upaya pertolongan dan
pengobatan untuk masalah infertilitas ada beberapa alternatif yang salah
satunya adalah bayi tabung atau FIV (Fertilisasi In Vitro). Fertilitas dapat
diartikan pembuahan, sedangkan In Vitro adalah diluar. Jadi Fertilitasi In
Vitro adalah pembuahan sel telur wanita oleh spermatozoa pria (bagian dari
proses reproduksi manusia), yang terjadi diluar tubuh.5 Berbagai upaya yang
menuju kemaslahatan sangat dihagai dalam Islam. Karena manusia memang dituntut
untuk berusaha merubah nasibnya sendiri. Akan tetapi timbul sebuah masalah
apabila proses fertilisasi in vitro dilakukan ketika sang ayah sudah meninggal,
yaitu dengan menggunakan sperma ayah yang telah dibekukan sebelumnya. Seperti
yang telah dikutip dari Kompas cyber media, terdapat kasus bayi tabung dengan
pembuahan sel sperma suami yang telah meninggal. Kasus ini terjadi di
Chippenham, Whiltshire, Inggris. Seorang pria bernama Peter Scott divonis
menderita 3Tono Djuantono, dkk, Panduan Medis Tepat dan Terpercaya untuk
Mengatasi Kemandulan Hanya 7 Hari, Memahami Infertilitas (Bandung: Refika
Aditama, 2008), 1. 4 Indra N.C Anwar dan Taufik Jamaan, Manual Inseminasi Intra
Uterus (Jakarta: Puspa Swara, 2003), 3. 5Wiryawan Permadi, dkk, Panduan Medis
Tepat dan Terpercaya untuk Mengerti dan Memahami Bayi Tabung Hanya 7 Hari,
Memahami Fertilitas In Vitro (Bandung: PT Revika Aditama, 2008), 2. kanker
paru-paru. Dokter menyarankan agar dia membekukan dan menyimpan spermanya sebelum
menjalani pengobatan kemoterapi. Namun setelah menjalani kemoterapi, nyawa
Peter tetap tidak bisa diselamatkan yang akhirnya ia meninggal. Dua bulan
setelah kematian Peter, Istri Peter ketika masih hidup yaitu Diana Scott
berkeinginan untuk memiliki anak, dia memutuskan untu melakukan proses bayi
tabung atau yang disebut Fertilisasi In Vitro dengan msenggunakan sel sperma
suaminya yang telah diawetkan. Usaha tersebut mengalami kegagalan sampai empat
kali, namun pada akhirnya untuk usaha kelima yang merupakan usaha terakhir
mengingat persediaan sperma suaminya sudah habis, wanita ini beruntung bisa
hamil.6 Inseminasi buatan yang berasal dari sperma suami yang telah meninggal
dan ovum istrinya juga dapat dilihat pada kasus di Prancis yang mana Pengadilan
Prancis akhirnya memutuskan bahwa janda muda Coronne Parpalaix boleh
menggunakan sperma suaminya yang telah meninggal. Dan Kim Casali yang ditinggal
mati suaminya, Roberto, juga berhasil melahirkan Milo.7 Kasus tersebut jelas
akan menimbulkan kebingungan untuk menentukan status nasab dan kewarisan anak
terhadap pemilik sel sperma. Walau secara lahiriah pemilik sel sperma adalah
ayahnya akan tetapi secara hukum hubungan tersebut telah putus. Karena putusnya
pertalian perkawinan antara ibu yang mengandung dengan sang ayah karena sebab
kematian sang ayah. Adapun mengenai kedudukan waris anak hasil fertilisasi in
vitro dengan proses fertilisasi in vitro yang dilakukan setelah ayah meninggal
juga akan mengalami 6Kompas Cyber Media, “Peter, menjadi ayah setelah meninggal”,
Http://64.203.71.11/kesehatan/newa/0408/16/120637, (diakses pada 29 Maret
2009). 7Chuzaimah T. Yanggo dan Hafiz Anshary, Problematika Hukum Islam
Kontemporer. (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995), 6. kerancuan, apakah anak
tersebut berhak mendapatkan waris dari sang ayah atau tidak. Di satu sisi
secara biologis anak tersebut adalah anak kandung dari sang ayah yang telah
meninggal. Tapi di sisi lain secara hukum Islam status tersebut menjadi rusak
karena proses fertilisasi di lakukan ketika pemilik sperma telah meninggal,
yang mana dalam Islam apabila salah satu dari pasangan suami istri meninggal
maka secara tidak langsung mereka telah bercerai. Berangkat dari
permasalahan-permasalahan di atas maka penulis terdorong untuk melakukan
penelitian dengan judul “Fertilisasi In Vitro (analisis fiqih terhadap
fertilisasi in vitro pasca kematian suami dan status nasab anak).” B. Batasan
Masalah Sesuai dengan disiplin keilmuan yang penulis miliki dan dengan daya
jangkau penganalisanya, pokok pembicaraan skripsi ini penulis batasi pada
pelaksanaan fertilisasi in vitro pasca kematian suami serta status nasab anak.
C. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pelaksanaan fertilisasi in vitro pasca kematian
suami dalam perspektif fiqih? 2. Bagaimana status nasab anak hasil fertilisasi
in vitro pasca kematian suami dalam perspektif fiqih? D. Tujuan Penelitian 1.
Untuk mengetahui tinjauan fiqih terhadap pelaksanaan fertilisasi in vitro pasca
kematian suami. 2. Untuk mengetahui status nasab anak hasil fertilisasi in
vitro pasca kematian suami dalam perspektif fiqih. E. Manfaat Penelitian 1.
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan bisa dijadikan wacana baru di dunia
keilmuan Islam khususnya terkait analisis hukum Islam mengenai kasus
fertilisasi in vitro pasca kematian suami serta status nasab anak. 2. Secara
praktis, penelitian ini bermanfaat sebagai daftar rujukan baru, atau informasi
bagi masyarakat, praktisi hukum, ataupun peneliti lain.
No comments:
Post a Comment