Jasa Pembuatan Skripsi

Jasa Pembuatan Skripsi
Jasa Pembuatan Skripsi

Saturday, June 10, 2017

Jasa Buat Skripsi: download Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah:Pandangan tokoh agama, adat dan pemerintah terhadap wali adhol adat masibiri (kawin lari): Studi kasus di Kelurahan Sulamadaha Kecamatan Pulau Ternate Kota Ternate Maluku Utara


Abstract

INDONESIA:
Wali nikah memiliki peranan yang cukup signifikan dan urgen, bahkan dalam salah satu hadits diriwayatkan bahwa tidak sah nikah seseorang bila tidak ada wali nikahnya. Jika seorang wali menjadi adhol dan enggan menikahkan anaknya maka hak kewalian berpindah pada wali nasab yang lainnya. Pindahnya kewalian kepada wali hakim bila seluruh wali tidak ada atau wali qarib pun dalam keadaan enggan menikahkan. Di daerah Sulamadaha Kecamatan Pulau Ternate Maluku Utara banyak hal yang memperlihatkan terjadinya kawin lari apabila walinya adhal. Penentuan perpindahan wali ini tidak berdasarkan urutan derajat wali nasabnya lagi melainkan langsung kepada wali hakim.
Melihat keadaan seperti ini, maka peneliti melakukan penelitian ini dengan tujuan (1) untuk mengetahui pandangan para tokoh terhadap wali adhal atas adat masibiri dan (2) alasan para orang tua menolak menikahkan anak perempuannya.
Agar penelitian ini berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan oleh peneliti, maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan paradigma alamiah yang bersumber pada pandangan para tokoh agama, tokoh adat dan pemerintah yang dalam hal ini pemerintah yang dimaksud ialah pejabat KUA Kecamatan Pulau Ternate terhadap wali adhal atas adat maibiri (kawin lari) dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis penelitian field research. Sedangkan metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode wawancara dan dokumentasi. Adapun mengenai metode pengumpulan analisis data, peneliti menggunakan analisis deskriptif kualitatif.
Adapun hasil penelitian dari penelitian ini yaitu pertama, menikah dengan menggunakan wali hakim bisa dilakukan jika wali nasab enggan menikahkan anaknya karena alasan-alasan yang sesuai dengan ketentuan syar’i namun terlebih dahulu dimusyawarahkan secara baik-baik dengan walinya untuk menjaga keutuhan keluarga dan tidak boleh menempuh jalan pintas dengan menggunakan wali hakim jika wali nasab wanita masih ada karena tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku Kedua alasan orang tua menolak menikahkan anaknya karena beberapa faktor yaitu 1) Persoalan silsilah keturunan dan moralitas pelamar. 2) Marga. 3) Anak masih menempuh pendidikan.
ENGLISH:
Marriage guardian or wali has a significant and important role. In a hadith, the marriage of a woman who marries without the consent of her guardians is void. If a guardian or walirefuseto marry off his daughter, he loses his right to another wali. The right can be taken by wali hakim or judge guardian when a woman has no wali or her waliqarib refuses to endorse a marriage. InSulamadaha,Pulau Ternate, Maluku Utara runaway marriage often occurs when the waliagainststhe marriage. The couple tends to directly appoint wali hakim and overlook the wali order.
Having seen the situation, the researcher aims to (1) find out the perspective of ulama, custom figures and the government onwaliadhalofmasibiriand (2) the parents’ reason to refuse marrying off their daughters.
In the study, the researcher employs anatural paradigmfrom the perspectives of ulama, custom figuresand the government on waliadhal of masibiri. The government in the context refers to Assistant Registrar of KUA Pulau Ternate. The study employs a qualitative approach and it is a field research. The data collection consists of interview and documentation.To analyze the data, the researcher employs a qualitative descriptive analysis.
The results of the study showthree conclusions. First,it is allowed toget married by appointing wali hakim when wali refuses to endorse the marriage due to Islamic reason. The appointing should be discussed first to avoid family dispute and, it is forbidden to appoint wali hakim when a woman still has wali since it violates the law. Second , parents refuse to marry of their daughters due to severalfactors, namely 1) nasab problems and bridegroom’s morals. 2) Clan. 3) The daughter is a student.


BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG MASALAH

Pernikahan ditinjau dari Hukum Syariat merupakan akad yang menghalalkan pergaulan sebagai suami istri (termauk hubungan seksual) antara seorang laki-laki dan seorang perempuan bukan mahram yang memenuhi berbagai persyaratan tertentu, dan menetapkan hak dan kewajiban masing-masing demi membangun keluarga yang sehat secara lahir dan batin. Jika seseorang sudah sanggup untuk melaksanakan pernikahan maka sangat dianjurkan kepadanya untuk segera melakukannya karena itu akan mencegahnya dari perbuatan zina.1 Jika ditinjau dari Kompilasi Hukum Islam Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.2 Seperti halnya firman Allah yang tercantum dalam al Quran surat ar-Ruum ayat 21 tentang anjuran menikah : َو َر ْح َم َو َج َع َل بَ ْينَ ُكم َّمَو َّدةً ْيهَا لَ ِ تَ ْس ُكنُوا إ ِّ ل ً َ ْز َواجا ِس ُكْم أ نفُ َ َق لَ ُكم ِّم ْن أ ْن َخلَ َ ْو َو ِم ٍم ْن آيَاتِ ِه أ قَ ِّ َّن فِي َذلِ َك ََليَا ٍت ل ِ يَتَفَ َّك ُرون إ ةً Artinya: “ Dan diantara tanda-tanda kebesaran kekuasaan-Nya Ia menciptakan untuk kamu-kamu istri-istri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan dijadikan-Nya diantara amu rasa kasih dan saying. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui”.3 Sebuah pernikahan dapat mempererat hubungan antara keluarga suami dan keluarga isteri, dan pada gilirannya mempererat hubungan kasih sayang serta menjalin persaudaraan antar anggota masyarakat yang sebelumnya mungkin tidak atau belum saling mengenal. Namun terkadang pernikahan bisa menimbulkan perselisihan antar beberapa pihak yang menyebabkan ketidakharmonisan dalam keluarga. Salah satu hal yang menyebabkan ketidakharmonisan dalam keluarga ialah 1 Muhammad Baqir,Fiqih Praktis II Menurut al-Quran,Sunnah dan Para Pendapat Para Ulama, (Bandung: Karisma, 2008) 2 Pengertian perkawinan berdasarkan Pasal 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 3 Q.S. ar-Ruum (30): 21. karena pernikahan yang dilangsungkan tidak sepenuhnya diridhoi atau direstui oleh orang tua. Ada salah satu bentuk adat pernikahan di Ternate yang menjadi tradisi jika seorang wanita yang di lamar tidak mendapat restu atau persetujuan dari walinya, pernikahan yang dimaksudkan ialah kawin Masibiri /kawin lari. Tradisi Masibiri ini dilakukan jika lamaran dari seorang laki-laki tidak diterima oleh pihak keluarga wanita. Sesuai tradisi, pelamar bisa mencuri wanita yang dilamarnya tanpa sepengetahuan keluarga wanita. Dalam waktu beberapa lama lelaki (pelamar) kembali ke rumah wanita dan meminta restu dari orang tua wanita. Jika tetap tidak direstui maka pelamar bisa menikahi wanita yang telah di bawanya meskipun tanpa ada wali dari pihak wanita tersebut sehingga pernikahan dilangsungkan dengan menggunakan wali hakim. Namun pada kenyataannya mereka tidak dinikahkan oleh wali hakim dari Kantor Urusan Agama atas putusan Pengadilan melainkan dinikahkan oleh imam masjid yang oleh mereka di anggap sebagai wali hakim. Pada umumnya si gadis lari/kabur dari rumah orang tuanya dan menuju ke rumah petugas/pejabat nikah (wali hakim) atau ke rumah mudin. Setelah petugas memberitahukan kepada orang tuanya bahwa anak gadisnya sekarang berada di rumahnya. Biasanya orang tua si gadis (wali nasab) menyerahkan pelaksanaan perkawinan darurat ini kepada petugas wali hakim atau mudin untuk mengurusnya.4 4 Html://nikah adat/bentuk perkawinan adat di Ternate (diakses pada tanggal 25 Desember 2013 pukul 17.06) Sehingga perwalian dapat diwakilkan oleh orang lain (wali hakim) atau mudin tanpa kehadiran orang tua bahkan wali nasabnya. Perkawinan bentuk ini adalah cara yang ditempuh sebagai usaha terakhir karena jalan lain tidak memungkinkan atau tidak ada. Faktor-faktor yang mendorong terjadinya Kawin Masibiri ini kemungkinan karena orang tua tidak menyetujui lamaran lelaki pilihan putri mereka, menghindari biaya perkawinan yang sangat tinggi, pihak laki-laki tidak mampu untuk melaksanakan cara meminang atau juga karena mereka berlainan rumpun dalam kelompok sosial yang tidak bisa melakukan perkawinan. Bentuk perkawinan ini ditempuh dan dapat terjadi kemungkinan karena pihak keluarga si pemuda adalah berasal dari strata bawah atau terlalu miskin untuk mampu melaksanakan cara meminang. Masyarakat Ternate menganggap bahwa bentuk Kawin Lari (Masibiri) merupakan pintu darurat yang ditempuh oleh si pemuda . Konsekwensi adat yang dipikul akibat perkawinan ini sudah dipikirkan matangmatang oleh pasangan kedua remaja tersebut. Masyarakat berpikir walaupun perkawinan ini dilakukan secara darurat (kebanyakan dilaksanakan di rumah imam masjid) namun tetap dianggap sah menurut hukum adat karena tata cara perkawinan dilaksanakan menurut rukun nikah secara Islam. Bentuk pernikahan semacam ini dianggap sah oleh masyarakat karena mereka menganggap bahwa semua syarat maupun rukun perkawinan dalam hukum Islam telah terpenuhi. Salah satunya yaitu orang yang dijadikan wali dalam perkawinan yang dilangsungkan meskipun walinya bukan wali nasab. Dengan alasan yang demikian maka wali wanita tersebut menjadi wali adhal. Secara umum wali adalah seseorang yang karena kedudukannya berwenang bertindak terhadap dan atas nama orang lain. Sedangkan wali perkawinan adalah seseorang yang bertindak atas nama mempelai perempuan dalam suatu akad nikah.5 Yang di maksud dengan wali adhal sendiri ialah wali yang tidak mau menikahkan wanita yang sudah baligh yang akan menikah dengan seorang pria yang kufu’.6 Wali merupakan salah satu rukun yang harus di penuhi dalam perkawinan. Status wali dalam perkawinan merupakan rukun yang menentukan sahnya akad nikah. Wali dalam pernikahan dibagi menjadi beberapa macam, pertama wali nasab yaitu wali karena ada hubungan nasab dengan wanita yang akan melangsungkan pernikahan.7 Kedua wali hakim yaitu wali yang hak perwaliannya timbul karena orang tua perempuan menolak atau tidak ada atau karena sebab lainnya.8 Ketiga tahkim yaitu wali yang diangkat oleh calon suami dan calon istri. apabila wali nasab tidak dapat menjadi wali karena sebab-sebab tertentu dan wali hakim tidak.9 Keempat wali mujbir ialah seoang wali yang berhak menikakan perempuan yang diwakilkan diantara orang yang kehilangan kemampuannya termasuk perempuan yang masih gadis tanpa menanyakan pendapat mereka lebih dahulu, dan berlaku juga bagi orang yang diwakilkan tanpa melihat ridha atau tidaknya pihak yang berada di bawah 5 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia (Jakarta : Kencana, 2006, ) h 69. 6 Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat (Jakarta: Rajawali Pers, 2009),h. 102. 7 Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat (Jakarta: Rajawali Pers, 2009),h. 95. 8 H. Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam yadi Indonesia (Jakata : Sinar Grafika,2006), h. 16. 9 Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat (Jakarta: Rajawali Pers, 2009),h. 98. perwalainnya.10 Dalam perkawinan Masibiri (kawin lari) yang di lakukan ini perwalian mempelai wanita tidak ditangan walinya namun di serahkan kepada imam masjid yang dalam hal ini mereka menganggap bahwa itu wali hakim. Penentuan perpindahan wali nikah dari wali nasab kepada wali hakim dalam kasus kawin lari (kawin masibiri) ini tidak berdasarkan urutan derajat wali nasabnya melainkan langsung mengambil jalan pintas ke imam masjid yang mereka anggap sebagai wali hakim berhubung wali nasabnya telah menjadi wali adhal. Hal ini dilakukan dengan unsur kesengajaan bukan karena faktor-faktor yang menyebabkan perpindahan wali kepada wali hakim . Masyarakat beranggapan bahwa anak gadis yang melakukan kawin lari tidak akan menjadi tanggung jawab orang tua atau wali nasabnya lagi, jadi menurut sebagian dari mereka tidak menjadi masalah terkait dengan wali adhal. Namun setiap orang memiliki pandangan dan perspektif yang berbeda-beda mengenai suatu masalah. Dalam kasus ini tentu saja tidak semua akan berperspektif demikian seperti yang disebutkan diatas. Pandangan tokoh agama, adat dan pemertintah mengenai wali adhal ini pun kemungkinan berbeda-beda. Untuk itu peneliti akan melakukan observasi di daerah yang masyarakatnya masih melakukan adat Masibiri karena sebagian dari mereka walinya adhal, yaitu di Kelurahan Sulamadaha Kecamatan Pulau Ternate Kota Ternate Maluku Utara Dari uraian permasalahan diatas penulis tertarik untuk melihat dan meneliti lebih dalam terkait kasus yang terjadi dengan mengambil judul “PANDANGAN 10 Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat (Jakarta: Rajawali Pers, 2009),h. 101. TOKOH AGAMA, ADAT DAN PEMERINTAH TERHADAP WALI ADHAL ADAT MASIBIRI (KAWIN LARI) Studi Kasus di Kelurahan Sulamadaha Kecamatan Pulau Ternate Kota Ternate Maluku Utara ”. Penelitian ini untuk memberikan penjelasan dan deskripsi secara komprehensif bagaimana pandangan tokoh dan pemerintah tentang wali adhal tersebut dalam adat Masibiri. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang diatas dan mengacu pada judul yang ada,penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana pandangan tokoh agama, adat dan Pemerintah tentang wali adhal? 2. Apa alasan seorang wali menolak menikahkan anak perempuannya ? C. TUJUAN PENELITIAN Berkaitan dengan adanya permasalahan tersebut, maka tentunya ada beberapa tujuan yang ingin dicapai, yaitu: 1. Dapat mendeskripsikan serta memahami pandangan tokoh agama, adat dan Pemerintah tentang wali adhal. 2. Dapat mendeskripsikan alasan seorang wali menolak menikahkan anak perempuannnya dengan calon suami pilihan anak gadisnya tersebut. D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini setidaknya mempunyai dua manfaat yang menjadi harapan peneliti. 1. Manfaat Teoritis, penelitian ini bermanfaat: a. Untuk memperkaya wacana keilmuan tentang perkawinan khususnya tentang pandangan tokoh agama, adat dan Pemerintah tentang wali adhal serta alasan wali yang menolak menikahkan anak perempuannya. b. Menjadi kontribusi positif terhadap fakultas Syariah khususnya konsentrasi pada al-Ahwal asy-Syaksyiyah. c. Sebagai masukan bagi para para ahli hukum terhadap pengembangan ilmu hukum khususnya hukum Islam agar tetap sesuai dengan perkembangan zaman. 2. Secara praktis, penelitian ini bermanfaat: a. Diharapkan mampu memberikan kontribusi serta solusi-solusi terkait tentang penyelesaian wali adhal dan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang apa sebenarnya wali adhal itu. b. Dapat bermanfaat bagi pelajar atau mahasiswa, pengajar dan masyarakat umumnya yang mempelajari keilmuan ini terutama yang berkaitan dengan mekanisme penyelesaian wali adhal. E. DEFINISI OPERASIONAL 1. Tokoh Adat dan Agama Tokoh adalah seseorang yang terkemuka atau kenamaan di bidangnya, atau seseorang yang memegang peranan penting dalam suatu bidang atau aspek kehidupan tertentu dalam masyarakat. Seseorang tersebut berasal, dibesarkan, dan hidup dalam lingkungan masyarakat tertentu.11 Tokoh adat yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu orang yang terkemuka dalam masalah adat di seputar lokasi penelitian dilakukan. Sedangkan tokoh agama yaitu orang yang terkemuka dalam hal agama, dimana orang ini dipercaya oleh masyarakat sekitar lokasi penelitian sebagai orang yang dapat mengatur dan menyelesaikan terkait persoalan agama. 2. Pemerintah Pemerintah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sebuah sistem yang menjalankan wewenang dan kekuasaan yang mengatur kehidupan sosial, ekonomi, dan politik suatu Negara atau bagian-bagian. Definisi secara luas dapat diartikan sebagai sekumpulan orang-orang yang mengelola kewenangan dan kebijakan dalam mengambil keputusan dan melaksanakan kepemimpinan dan koordinasi 11 “Definisi Tokoh”, https://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20100424225844AA0 6gvm /,di akses tanggal 29 2014 pukul 12:55. pemerintahan serta pembangunan masyarakat dan wilayahnya yang membentuk sebuah lembaga dimana mereka ditempatkan. Pemerintah merupakan sebuah wadah orang-orang yang mempunyai kekuasaan di dalam sebuah lembaga yang disebut Negara dan mengurusi masalah kenegaraan dan kesejahteraan rakyat.12 Dalam penelitian ini pemerintah yang di maksudkan oleh peneliti yaitu pejabat Kantor Urusan Agama yang mana salah satu tugasnya sebagai pelaksana pencatatan pernikahan, rujuk, dalam membina pengembangan keluarga sakinah sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Dirjen Bimas Islam berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Masibiri Masibiri atau yang didalam bahasa Indonesia disebut kawin lari ialah salah satu bentuk pernikahan adat yang dilakukan oleh pasangan yang akan menikah apabila wali dari calon mempelai wanita menolak untuk menikahkannya. 12 “Definisi Pemerintah”, http://www.anneahira.com/definisi-pemerintah.htm /, diakses tanggal 30 Agustus 2014 pukul 13:14. F. SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan adalah rangkaian urutan yang terdiri atas uraian mengenai suatu pembahasan dalam karangan ilmiah atau penelitian. Berkaitan dengan penelitian ini, secara keseluruhan dalam pembahasannya terdiri atas: BAB I : PENDAHULUAN Bab ini memaparkan beberapa permasalahan yang melatarbelakangi serta urgensi dilakukannya penelitian. Disamping itu juga memuat rumusan masalah dimana terdapat beberapa pertanyaan yang kemudian dirumuskan kedalam tujuan. Dan manfaat penelitian ada pada bab ini juga, dimana kita bisa mengetahui manfaat apa yang diperoleh dari penelitian ini. Memuat juga penelitian terdahulu yang sejalan dengan tema atau judul dari penelitian ini serta sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan mengenai teori dan konsep yang mendasari dan mengantar penulis untuk menganalisis. Menerangkan tentang kerangka teori yang membahas didalamnya tentang kawin lari, syarat dan rukun yang harus dipenuhi dalam melangsungkan perkawinan, dan wali dalam pernikahan. BAB III : METODE PENELITIAN Bab ini merupakan metode penelitian. Untuk mencapai hasil yang sempurna, penulis menjelaskan metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini. Metode penelitian ini terdiri dari jenis penelitian, pendekatan penelitian, lokasi penelitian, sumber data, teknik pengumpulan teknik dan analisis data yang merupakan beberapa rangkaian dalam proses penelitian. BAB IV : PAPARAN DAN ANALISIS DATA Bab ini terdiri dari temuan penelitian dan analisis data serta berisi pembahasan terhadap penemuan-penemuan. Pertama-tama, pada bab ini memaparkan profil para informan atau para tokoh (tokoh agama, adat dan pemerintah) yang memberikan pendapat atau pandangan tentang wali adhal serta alasan para orang tua menolak menikahkan anak perempuannya. Setelah itu, dalam bab ini juga terdapat analisis data yang meliputi hasil wawancara dengan para tokoh tersebut yang memberikan pendapat atau pandangan mereka serta alasan orang tua menolak menikahkan anak perempuannya. BAB V: PENUTUP Bab V adalah sebagai penutup yang merupakan rangkaian akhir dari sebuah penelitian yang memuat kesimpulan dan saran. Kesimpulan merupakan jawaban singkat atas rumusan masalah yang telah dirumuskan, bukan mengulang kembali penjelasan-penjelasan yang sudah diungkapkan pada analisis. Selain itu, pada bab ini juga memuat saran terhadap hasil pemaparan dan analisis data yang peneliti peroleh, serta harapan peneliti terhadap semua pihak yang berkompeten dalam masalah ini agar penelitian yang dilakukan oleh peneliti dapat memberikan kontribusi yang maksimal.

Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" : Pandangan tokoh agama, adat dan pemerintah terhadap wali adhol adat masibiri (kawin lari): Studi kasus di Kelurahan Sulamadaha Kecamatan Pulau Ternate Kota Ternate Maluku Utara" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD

Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment