Jasa Pembuatan Skripsi

Jasa Pembuatan Skripsi
Jasa Pembuatan Skripsi

Saturday, June 10, 2017

Jasa Buat Skripsi: download Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah:Penerapan metode penemuan hukum (rechtsvinding) oleh hakim Pengadilan Agama Blitar dalam perkara dispensasi nikah

Abstract

INDONESIA:
Hakim sebagai salah satu pilar dalam proses peradilan dan penegakan hukum di Indonesia, bertugas di wilayah judikatif, yaitu menerima, memeriksa, memutus, serta menyelesaikan perkara yang masuk ke Pengadilan. Tugas hakim sangat strategis dan menentukan dalam proses penegakan hukum dan keadilan melalui putusan-putusannya. Tugas hakim yang demikian itu disebut dengan rechtsvinding, yaitu proses menemukan hukum melalui putusan-putusannya, tak terkecuali dalam putusan perkara dispensasi nikah. Hakim Pengadilan Agama Blitar diidealkan bukan saja sebagai mujtahid, tetapi juga pemegang kekuasaan kehakiman yang harus menggali nilai-nilai hukum di masyarakat, khususnya dalam kasus dispensasi nikah.
Fokus masalah yang diteliti dalam penelitian ini yaitu pada prosedur penemuan hukum dan landasan metodologis penemuan hukum (rechtsvinding) oleh hakim di Pengadilan Agama Blitar. Penelitian ini fokus pada perkara dispensasi nikah. Jenis penelitian ini yaitu penelitian normatif. Data yang dikumpulkan berupa data sekunder melalui dokumentasi dan wawancara. Data sekunder terdiri dari tiga bahan hukum, yaitu bahan hukum primer berupa putusan dan buku, sekunder berupa buku dan peraturan perundang-undangan dan tersier berupa kamus dan website. Wawancara digunakan sebagai bahan tambahan yang digunakan untuk analisis data, karena bahan primer diperoleh dari PA Blitar berupa putusan sehingga dibutuhkan wawancara kepada hakim. Analisis data menggunakan deskriptif- kualitatif, yang menguraikan secara jelas dan ringkas mengenai penerapan metode penemuan hukum oleh hakim Pengadilan Agama Blitar pada perkara dispensasi nikah.
Hasil penelitian yang diperoleh yaitu Prosedur penemuan hukum dalam pembuatan putusan dispensasi nikah oleh hakim Pengadilan Agama Blitar meliputi 3 (tiga) tahapan, yaitu tahap konstatir, kualifisir dan konstitutir. Adapun landasan metodologis penemuan hukum oleh hakim di Pengadilan Agama Blitar adalah dengan menggunakan tiga prinsip penemuan hukum, yaitu meliputi interpretasi, konstruksi hukum dan Istishlah (Maslahah al-Mursalah). Interpretasi yang dipakai adalah interpretasi gramatikal dan interpretasi sistematis, sedangkan konstruksi hukum yang dipakai adalah fiksi hukum.
ENGLISH:
Judges as one of the pillars in the judicial process and law enforcement in Indonesia, serving in the judiciary, which is to receive, examine, adjudicate, and settle the case goes to trial. Assignment of judges is very strategic and decisive in the process of justice through law enforcement and rulings. Thus the task of the judge who was called by rechtsvinding, namely through the process of finding legal rulings, not least in the case the decision of marriage dispensations. Religion Blitar idealized court judge not only as a mujtahid, but also the holder of the judicial authorities should explore the value of laws in society, especially in the case of marriage dispensations.
The focus of the problems examined in this study is the discovery procedures of law and legal discovery methodological foundation (rechtsvinding) by judges in religious courts Blitar. This study focused on the case of marriage dispensations. This type of research is the study normativeve. Data form of secondary data collected through documentation and interviews. Secondary data consists of three legal materials, the primary legal materials of decision and the book, a book and the secondary legislation and tertiary form of dictionaries and websites. Interviews are used as additional materials that are used for data analysis, because the primary ingredient is obtained from the Religiuos Education Blitar a ruling that required the interview to the judge. Data analysis using descriptive-qualitative, which outlines a clear and concise regarding the application of the method of the invention by law judge in the case of Religious dispensation of Blitar marriage.


The results obtained are legal discovery procedures in making the decision of the dispensation of marriage by religious courts Blitar includes 3 (three) phases, namely an arts phase, qualification and constitutive. The methodological foundation discovered by judge in a court of law Religion Blitar is using the three principles of legal discovery, which includes the interpretation, construction law and term (maslahah al-mursalah). Interpretation is the interpretation used grammatical and systematic interpretation, while the legal construction used is legal fiction.

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Salah satu pilar peradaban manusia adalah bidang hukum. Hukum harus ditegakkan di mana dan kapan saja. Seperti dijelaskan dalam firman Allah SWT;1 (#q Artinya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat".Artinya: "Sesungguhnya kami telah menurunkan Kitab (Al-Qura’an) kepadamu (Muhammad) dengan membawa kebenaran, agar engkau mengadili antara manusia dengan apa yang telah diajarkan Allah kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), Karena (membela) orang-orang yang khianat".3 Hakim sebagai salah satu pilar dalam proses peradilan dan penegakan hukum di Indonesia, bertugas di wilayah judikatif, yaitu menerima, memeriksa, memutus, serta menyelesaikan perkara yang masuk ke Pengadilan. Tugas hakim sangat strategis dan menentukan dalam proses penegakan hukum dan keadilan melalui putusan- putusannya. Tugas hakim yang demikian itu disebut dengan rechtsvinding, yaitu proses menemukan hukum melalui putusan-putusannya. Secara filosofis tugas hakim juga harus berjuang mengerahkan segala kemampuan meliputi; kecerdasan intetelektual, kecerdasan emosional, dan 2 Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahan, (Bandung: Jabal Roudhotul Jannah, 2009). 87 3 Departemen Agama RI, Al-Qur’an,…95 3 kecerdasan spiritual untuk menemukan kebenaran dan keadilan yang “abstrak” ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Para pencari keadilan (justiciabellen) tentu sangat mengharapkan perkara yang diajukan ke pengadilan dapat diselesaikan dan diputus oleh hakim yang profesional dan mempunyai integritas moral tinggi, sehingga menghasilkan putusan- putusan yang tidak hanya berorientasi keadilan berdasarkan hukum (legal justice), tetapi juga berdimensi keadilan berdasarkan nilai-nilai moral (moral justice) dan keadilan berdasar rasa keadilan masyarakat (social justice).4 Dalam praktik seringkali dijumpai para pencari keadilan merasa kurang puas bahkan tidak puas dan kecewa terhadap kinerja hakim yang dianggap tidak bersikap mandiri dan tidak profesional. Eksistensi penegak hukum, khususnya hakim seringkali mendapat sorotan terutama terkait putusan-putusannya yang kadang kontroversial. Hakim dalam memutus perkara wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, tidak hanya berpedoman kepada UU atau peraturan tertulis.5 Meskipun kepastian hukum dapat terwujud dengan adanya undang-undang, tetapi disisi lain juga memiliki kelemahan, yaitu sifat statis dan kaku, sehingga terkadang tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat. Hal ini disebabkan tidak semua undang-undang mampu memenuhi rasa keadilan masyarakat. Begitu juga hukum yang tertulis (perundang-undangan) selalu ketinggalan dari 4 Bambang Sutiyoso, Metode Penemuan Hukum¸(Yogyakarta: UII Press, 2006). 5-6 5 Pasal 5 ayat 1 UU No. 48 Tahun 2009 4 peristiwanya (het recht hinkt achter de faiten ann).6 Oleh karena itu, hakim Pengadilan Agama cenderung sering menggunakan teks-teks Islam baik turots atau langsung mengunakan Al-Qur’an dan Hadits sebagai sumber atau pedoman untuk menemukan sebuah hukum, karena lebih meyakinkan mereka. Adapun beberapa tugas hakim dalam bidang peradilan secara normatif telah diatur dalam UU No. 48 Tahun 2009 antara lain: 1. Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai- nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. (Pasal 5 ayat 1 UU No. 48 Tahun 2009) 2. Membantu para pencari keadilan dan berusaha sekeras-kerasnya mengatasi segala hambatan dan rintangan demi tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan. (Pasal 4 ayat 2 UU No. 48 Tahun 2009) 3. Tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib memeriksa dan mengadilinya (Pasal 10 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009) 4. Mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang. (Pasal 4 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009) Putusan Hakim yang adil dalam penerapan hukum akan menjadi puncak kearifan bagi penyelesaian permasalahan hukum yang terjadi dalam kehidupan bernegara, karena putusan hakim yang diawali dengan irah-irah “DEMI KEADILAN 6 Bambang Sutiyoso, Metode… 32 5 BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” yang pada hakikatnya adalah sinyal bahwa hakim adalah seolah-olah merupakan tangan Tuhan di dunia dalam menegakkan hukum. Oleh karena itu keadilan harus dipertanggungjawabkan oleh Hakim secara vertikal kepada Allah swt.7 Memang tidak mudah bagi hakim untuk membuat putusan, karena idealnya sebuah putusan harus memuat 3 (tiga) unsur yaitu: keadilan (Gerechtigkeit), kepastian hukum (rechtsicherheit), dan kemanfaatan (zwechtmassigkeit). Ketiga unsur tersebut semestinya harus dipertimbangkan dan diterapkan secara proporsional, sehingga mampu melahirkan kualitas putusan yang diharapkan oleh para pencari keadilan.8 Hakim dalam menerapkan hukum harus ada sumber hukum berupa hukum- hukum tertulis yang sudah terkodifikasi. Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara, menghadapi suatu kenyataan (peristiwa konkrit), bahwa hukum tertulis tersebut ternyata tidak selalu dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi. Bahkan seringkali hakim harus menemukan sendiri hukum itu (Rechtsvinding) untuk melengkapi hukum yang sudah ada, dalam memutus suatu perkara. Hakim atas inisiatif sendiri harus menemukan hukum, karena hakim tidak boleh menolak perkara dengan alasan hukum tidak ada, tidak lengkap, atau hukum samar-samar (Pasal 10 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009). 7 Mukti Ali Jalil, Peran Hakim Agama Metode Berpikir Yuridis Dan Konsep Keadilan Dalam Penerapan Hukum,( kuliyah Sejarah Hukum dengan Dosen Pengampu: Prof. DR. H. Ediwarman, SH., M. Hum., pada saat penulis sebagai Mahasiswa S2 Program Pasca Sarjana UIR Pekanbaru tahun 2008-2009). … 2 8 Bambang Sutiyoso, Metode Penemuan… 6 6 Walaupun demikian, dalam hukum Islam dijelaskan bahwa hukum adalah tidak dibuat, tetapi ditemukan. Hukum dalam pengertian para ulama' ushul adalah khitob (sapaan) Allah menyangkut perbuatan orang mukalaf yang berisi tuntutan, izin, atau penetapan. Ini sesuai dengan pengertian oleh Abdul Wahab Kholaf:9 ا Yang menjadi dasar para ulama' ulama' ushul dalam definisi diatas adalah Firman Allah SWT:10  Artinya: "Katakanlah (Muhammad), "Sesungguhnya Aku berada di atas keterangan yang nyata (Al Quran) dari Tuhan-ku, sedang kamu mendustakannya. Bukanlah kewenanganku (untuk menurunkan azab) yang kamu tuntut untuk disegerakan kedatangannya. menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan kebenarannya dan Dia Pemberi keputusan yang terbaik".11 Oleh karena itu para ulama' menjelaskan bahwa fungsi mujtahid (dalam kasus ini adalah hakim) bukan musbit (menetapkan hukum), akan tetapi sebagai muzhir 9 Abdul Wahab Kholaf, 1397, 'Ilmu Ushul al-Fiqhi, (Kuwait: Darul Qolam), 100 10 QS.al-An'am (6): 57 11 Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid,…134 7 (mengeluarkan, menyatakan, menemukan hukum) karena yang menjadi pembuat atau yang menetapkan hukum (Syari') adalah Allah SWT. dalam khitobNya.12 Hakim Pengadilan Agama Blitar diidealkan bukan saja sebagai mujtahid, tetapi juga pemegang kekuasaan kehakiman yang harus menggali nilai-nilai hukum di masyarakat, khususnya dalam kasus dispensasi nikah. Untuk mengetahui, apakah metode penemuan hukum yang digunakan di Pengadilan Agama Blitar, maka perlu dilakukan penelitian dengan judul “Penerapan Metode Penemuan Hukum (Rechtsvinding) oleh Hakim Pengadilan Agama Blitar dalam Perkara Dispensasi Nikah)”. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana prosedur penemuan hukum (rechtsvinding) dalam pembuatan putusan pada kasus dispensasi nikah oleh hakim di Pengadilan Agama Blitar? 2. Bagaimana landasan metodologis Penemuan Hukum (rechtvinding) oleh hakim pada kasus dispensasi nikah di Pengadilan Agama Blitar? C. Definisi Operasional Penelitian ini terbatas pada kajian tentang penemuan hukum (Rechtvinding) oleh hakim Pengadilan Agama Blitar pada perkara dispensasi nikah. Kemudian yang menjadi obyek dari penelitian ini adalah putusan dan komentar beberapa hakim di Pengadilan Agama Blitar. Kemudian penelitian ini terbatas pada definisi opersional berikut ini: 12 M. Nur Yasin, Epistemologi Keilmuan Perbankan Syariah, (Malang: UIN-Maliki Press, 2010). 40 8 1. Metode Kata “metode” berarti cara yang teratur dan sistematis untuk pelaksanakan sesuatu; cara kerja.13 Dalam penelitian ini yang dimaksudkan adalah penerapan metode atau cara kerja Penemuan Hukum dalam pembentukan putusan perkara dispensasi nikah oleh hakim PA Blitar. 2. Penemuan Hukum (Rechtsvinding) Penemuan hukum adalah pembentukan hukum oleh subyek atau pelaku penemuan hukum dalam upaya menerapkan peraturan hukum umum berdasarkan peristiwanya (konkretasi hukum) berdasarkan kaidah-kaidah atau metode-metode tertentu yang dapat dibenarkan dalam ilmu hukum, seperti interpretasi, penalaran, eksposisi (konstruksi hukum) dan lain-lain.14 3. Hakim Kata “hakim” berarti mengetahui yang benar, pengadil, adil, yang mengadili perkara.15 Dalam hal ini kami mengartikan hakim adalah sebagai salah satu penegak hukum di Indonesia yang mempunyai tugas di bidang yudicial, yaitu menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan setiap perkara yang masuk kepadanya. 4. Pengadilan Agama Pengadilan adalah suatu lembaga (institusi) tempat mengadili atau menyelesaikan sengketa hukum dalam rangka kekuasaan kehakiman, yang 13 Pius A Partanto & M. Dahlan Al Barry, 1994, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola), 461 14 Bambang Sutiyoso, Metode Penemuan… 30 15 Pius A Partanto & M. Dahlan Al Barry, Kamus ,…211 9 mempunyai kewenangan absolute dan relative sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan Pengadilan Agama adalah suatu lembaga (institusi) dan badan Peradilan (proses mengadili atau proses mencari keadadilan) Agama pada tingkat pertama.16 5. Dispensasi Nikah Dispensasi nikah adalah izin atau dispensasi yang diberikan oleh Pengadilan Agama kepada calon mempelai yang belum cukup umur untuk melangsungkan perkawinan dengan sebab-sebab tertentu.17 D. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui prosedur penemuan hukum (rechtsvinding) dalam pembuatan putusan perkara dispensasi nikah oleh hakim di Pengadilan Agama Blitar. 2. Untuk mengetahui landasan metodologis penemuan hukum (rechtsvinding) oleh hakim pada kasus dispensasi nikah di Pengadilan Agama Blitar. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Adapun hasil penelitian ini diarapkan mampu memberikan tambahan khasanah ilmu pengetahuan tentang tugas-tugas hakiki seorang hakim yang tentunya 16 Erfaniah Zuhriah, Peradilan Agama Indonesia (Sejarah Pemikiran dan Realita), (Malang: UIN- Malang Press, 2009) , 5-6 17 Lihat Pasal 7 ayat (1) dan (2) UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 15 ayat (1) dan (2) 10 memberikan informasi terkait bagaimana seorang hakim menerapkan metode penemuan hukum. 2. Manfaat Praktis a. Hukum dalam masyarakat seakan-akan menjadi misteri yang mana masyarakat cenderung untuk acuh terhadapnya. Oleh karena itu dengan penelitian ini diharapkan pula untuk memberikan informasi terhadap masyarakat bahwa penegakan hukum yang dilakukan oleh hakim dalam bentuk putusannya tidak asal-asalan, sehingga lebih memberikan kepercayaan terhadap kinerja dari para penegak hukum, khususnya hakim. b. Dalam penelitian ini diharapkan pula bisa memberikan masukan terhadap Fakultas Hukum khususnya bagi Fakultas Syari’ah untuk memberikan matakuliah “Penemuan Hukum (rechtsvinding)”, karena melihat betapa pentingnya hal ini, untuk bekal para calon hakim. F. Sistematika Penulisan Supaya tidak terjadi penyimpangan dalam penyusunan skripsi ini, maka penulis memberi batasan-batasan dalam bentuk sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I Pendahuluan Bab pendahuluan ini meliputi bebarapa keterangan yang menjelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, metode penelitian, penelitian terdahulu, dan sistematika penulisan dan pembahasan. 11 BAB II Tinjauan Pustaka Tinjauan Pustaka terdiri dari metode atau cara kerja penemuan hukum (rechtvinding) dan uraian teori yang menjadi dasar atau pengantar bagi penulis untuk bisa menganalisis dalam rangka menjawab rumusan masalah yang telah ditetapkan. BAB III Metode Penelitian Pada bab ini diuraikan mengenahi lokasi penelitian yang dalam penelitian ini adalah di Pengadilan Agama Blitar, jenis penelitian, pendekatan yang dilakukan dalam penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data dan pengujian keabsahan data, dan teknik analisis data. BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Menguraikan mengenahi data-data yang telah diperoleh dari subyek penelitian atau informasi dan informan penelitian yang kemudian dianalisis untuk menjawab rumusan masalah yang telah ditetapkan. BAB V Kesimpulan Dan Saran Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan dan saran. Kesimpulan dalam bab ini bukan merupakan ringkasan dari penelitian yang dilakukan, melainkan jawaban singkat atas rumusan masalah 12 yang ditetapkan. Saran adalah usulan atau anjuran kepada pihak-pihak terkait atau memiliki kewenangan lebih terhadap tema yang diteliti demi kebaikan masyarakat atau penelitian di masa-masa mendatang.

Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" : Penerapan metode penemuan hukum (rechtsvinding) oleh hakim Pengadilan Agama Blitar dalam perkara dispensasi nikahUntuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini


Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment