Abstract
INDONESIA:
Hadhanah sebagai pemeliharaan anak tentu sangat didambakan oleh anak yang belum mumayyiz, dimana hal ini membutuhkan seseorang yang sangat dia kenal. Tentunya dalam hal ini adalah orang tuanya. Namun hal ini akan menjadi lain ketika terjadinya sebuah perceraian. Hal lain yang harus diperhatikan adalah seberapa taksasi hadhanah yang ditetapkan oleh majelis hakim, dimana hal ini lebih condong pada ayah yang memenuhi segala kebutuhannya yang bersifat materil. Dalam hal ini tidak boleh sembarangan dalam menentukannya, tentunya harus melihat apa saja yang menjadi kebutuhan seorang anak. Yang tidak terlepas dari taksasi hadhanah adalah ketika diketahui nilai rupiah yang menurun, karena secara otomatis barang kebutuhan akan menjadi naik.
Dari paparan diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui beberapa permasalahan yang terjadi ketika nilai rupiah menurun. Diantaranya adalah: Bagaimana taksasi hadhanah akibat menurunnya nilai rupiah, kedua apa yang dijadikan pertimbangan hakim dalam memutus perkara taksasi hadhanah akibat menurunnya nilai rupiah.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode analisis deskriptif. Maka data-data nya terdiri dari data primer berupa dokumen- dokumen surat putusan hakim No. 1245/ Pdt. G/ 2008/ PA. Mlg), dan juga dilakukan wawancara kepada salah satu majelis hakim yang memutus perkara tersebut. Data sekundernya berasal dari literatur-literatur lain, kemudian dianalisis untuk mendapatkan gambaran yang jelas terhadap permasalahan yang ada, maka sampailah pada kesimpulan yang pertama, bahwa hakim menaikkan taksasi hadhanah 10% tiap tahun untuk mengantisipasi menurunnya nilai rupiah, secara eksplisit memang tidak ada aturan yang mengatur. Namun hakim melakukan kebijaksanaan untuk kemaslahatan anak tersebut. Yang kedua yang memutus perkara taksasi hadhanah akibat menurunnya nilai rupiah yang pertama adalah kemampuan ayah dalam hal ini disesuaikan dengan gaji ayah tiap bulannya. Faktor lain yang dijadikan pertimbangan hakim adalah kebutuhan anak atau usia anak dan menurunnya nilai rupiah. Maka dalam hal ini, hakim menaikkan 10% tiap tahunnya dari biaya hadhanah tersebut.
Di akhir penelitian ini peneliti menyarankan kepada semua orang tua yang telah bercerai hendaknya memperhatikan hak-hak anak agar tidak terjadi kerusakan pada anak dan agar tidak mempermasalahkan hak hadhanah anak, karena akan menjadikan anak sakit hati dan masa depan yang buruk.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketika ada pertemuan pasti ada
yang namanya perpisahan, peribahasa tersebut sering kali kita dengan dari
setiap orang. Sesuatu yang juga tidak lepas dari peribahasa tersebut adalah
perkawinan atau pernikahan. Dalam suatu perkawinan, seseorang pasti juga akan
merasakan yang namanya perpisahan. Baik perpisahan tersebut berupa perpisahan
alamiah karena kematian atau perpisahan karena mempertahankan hak-hak pribadi
yang biasa disebut perceraian. Pada dasarnya perkawinan itu dilakukan untuk
selamanya sampai salah satu dari suami atau isteri tersebut meninggal dunia.
Karena langgengnya sebuah perkawinan merupakan suatu tujuan yang sangat
didambakan oleh agama Islam dan melaksanakan perkawinan itu merupakan ibadah. 2
Dalam hukum islam, perkawinan diartikan sebagai mitsaqun-ghalizhun atau
perjanjian yang kokoh. Maka dari itu perkawinan hendaknya dijaga dengan baik,
sehingga bisa terjalin abadi dan yang menjadi tujuan dari sebuah perkawinan dalam
Islam yaitu terbentuknya keluarga sejahtera (mawaddah wa rahmah) dapat
tercapai. Ada beberapa tujuan disyariatkannya perkawinan atas umat Islam.
Diantaranya adalah: 1 1. Untuk mendapatkan keluarga bahagia yang penuh
ketenangan hidup dan rasa kasih sayang. Hal ini terlihat dari firman Allah
dalam surat ar-Rum ayat 21, yang berbunyi: Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteriisteri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” 2 2. Untuk
mendapatkan anak keturunan yang sah bagi melanjutkan generasi yang akan datang.
Hal ini terlihat dari firman Allah dalam surat an-Nisa’ ayat 1\Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah menciptakan
kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari
pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak”.
3 Pada dasarnya tujuan perkawinan itu adalah untuk menyambung keturunan yang
kelak akan dijadikan sebagai ahli waris. Keinginan mempunyai anak bagi setiap
pasangan suami isteri merupakan naluri insani dan secara fitrah anak-anak
tersebut merupakan amanah Allah SWT. kepada suami isteri tersebut. Maka dari
itu, segala bentuk perlakuan yang mengganggu dan merusak hakhak anak dalam
berbagai bentuk kekerasan, diskriminasi dan eksploitasi yang tidak
berperikemanusiaan harus dihapuskan. 4 Bagi orang tua, anak tersebut diharapkan
dapat mengangkat derajat dan martabat orang tua kelak apabila ia dewasa,
menjadi anak saleh dan salehah yang selalu mendoakannya apabila dia meninggal.
Berangkat dari pemikiran inilah, baik ayah maupun ibu dari anak-anak itu sama-sama
mempunyai keinginan keras untuk dapat lebih dekat dengan anak-anaknya agar
dapat membimbing langsung dan mendidiknya agar kelak ketika anak-anaknya sudah
dewasa dapat tercapai apa yang dicita-citakan itu. Demikian pula anak-anak yang
terlahir dari perkawinan itu, selalu ingin dekat dengan orang tuanya sampai
mereka dapat berdiri sendiri dalam mengarungi bahtera kehidupan di dunia ini.
Pengasuhan merupakan hak setiap anak, dan orang pertama yang berkewajiban untuk
mengasuh adalah orang tuanya. Dan proses pemeliharaan anak maupun pendidikannya
akan dapat berjalan dengan baik, jika kedua orang tua saling 3 Ibid, 78 4
Mufidah Ch, Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender, (Malang: UIN-Press,
2008), 299-300 4 bekerjasama dan saling membantu. Tentu saja hal ini dapat
dilakukan dengan baik jika keluarga tersebut benar-benar keluarga yang sakinah
dan mawaddah. Baik buruknya tingkah-laku anak dapat tercermin dari siapa yang
mendidik dan merawatnya. Terlebih lagi dalam suatu perkawinan anak diharapkan
dapat mengambil alih tugas, perjuangan dan ide-ide yang pernah tertanam didalam
jiwa suami atau isteri, serta diharapkan dapat menyelamatkan orang tuanya
(nenek moyang) sesudah meninggal dunia dengan panjatan doa kepada Allah. 5
Masalahnya adalah bagaimana jika terjadi pemutusan perkawinan, akibat
perceraian. Karena fakta kehidupan menunjukkan bahwa tidak sedikit perkawinan
yang dibangun dengan susah payah pada akhirnya bubar karena kemelut rumah
tangga yang menghantamnya. Biasanya dalam suatu perceraian tidak terlepas dari
yang namanya hadhanah, dimana setelah terjadi perceraian seorang anak akan
diasuh ibunya atau diasuh ayahnya. Akibat dari bubarnya perkawinan itu, tidak
sedikit pula anak yang dilahirkan dari perkawinan itu menanggung derita yang
berkepanjangan. Terhadap adanya perbedaan keinginan dari kedua orang tua
tersebut, timbul berbagai masalah hukum dalam penguasaan anak jika telah
bercerai, misalnya siapa yang harus memelihara anak-anak mereka dan hak-hak apa
saja yang harus diberikan oleh orang tua kepada anak-anaknya. Majelis hakim
wajib memeriksa dan mengadili setiap bagian dalam gugatan para pihak, termasuk
juga tuntutan hak penguasaan anak. 6 Salah satu tema ferormasi hukum keluarga
islam yang menarik untuk diamati adalah hak pengasuhan anak (al-hadhanah).
Pembahasan mengenai tema ini sangat 5 M. Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah
Tangga dalam Islam (Jakarta: Prenada Media Group, 2006), 14-16 6 Abdul Manan,
Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta: Kencana,
2008), 424 5 menarik karena Qur’an Hadits tidak secara tegas mengatur tentang
pengasuhan anak (al-hadhanah). 7 Ditinjau dari segi kebutuhan anak yang masih
kecil dan belum mandiri, hadhanah adalah suatu perbuatan yang wajib
dilaksanakan oleh orang tuanya, karena tanpa hadhanah akan mengakibatkan anak
menjadi terlantar dan tersia-sia hidupnya. 8 Oleh karena itu hakim yang
memeriksa dan mengadili perkara hadhanah itu haruslah bersikap hati-hati, harus
mempertimbangkan dari berbagai aspek kehidupan dan hukum, wajib memberikan putusan
dengan seadil-adilnya, sehingga kepentingan dari para pihak yang berperkara
dapat terpenuhi. Persoalan hadhanah ini berlaku ketika terjadi perceraian
antara suami isteri. Pada dasarnya kewajiban tersebut adalah kewajiban orang
tuanya, terutama ayahnya sebab menurut ajaran Islam, laki-laki adalah pemimpin
dan kepala rumah tangga. Kalau ayah karena suatu sebab, tidak dapat
melaksanakan kewajiban tersebut ibu harus memikul dan berusaha melakukan yang
terbaik bagi anak-anaknya. 9 Jadi, kewajiban tersebut adalah kewajiban bersama
suami isteri apabila keduanya masih hidup dalam ikatan perkawinan. Kewajiban
orang tua kepada anaknya meliputi berbagai aspek. Namun bila disederhanakan,
aspek tersebut terdiri atas dua, yaitu kewajiban moril, materil, dan smua aspek
yang dibutuhkan anak seperti pengawasan, bimbingan, pendidikan, dan
kebutuhan-kebutuhan yang bersifat lahiriyah. Namun ketika terjadi perceraian
persoalan ini biasanya menjadi polemik diantara kedua orang tua, karena kedua
orang tua menginginkan menjadi hak asuh
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" : PTaksasi hadhanah akibat menurunnya nilai rupiah: Studi perkara no. 1245/Pdt.G/2008/PA.Mlg" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment