Abstract
INDONESIA:
Membentuk sebuah keluarga bahagia dan harmonis adalah tujuan sebuah pernikahan. Pernikahan adalah sebuah manajemen perbedaan, barang siapa mampu menerima dan memahami perbedaan pasangannya, maka kebahagiaan dan keharmonisan adalah hasilnya. Akan tetapi apabila seseorang tidak mampu menerima dan memahami perbedaan tersebut, maka, akan berujung kepada perceraian. Banyak sebab tertentu yang dapat mengakibatkan sebuah pernikahan tidak dapat diteruskan, seperti halnya yang terjadi di Kepulauan Kangean yang menurut laporan Pengadilan Agama Kangean sejak tahun 2010 hinggi 2013 angka perceraian di Kepulauan Kangean mengalami eskalasi yang cukup signifikan. Pada tahun 2010 jumlah perceraian mencapai 464. Sejumlah 67 di antaranya karena tidak ada tanggung jawab, 43 gangguan pihak ketiga, 40 karena tidak ada keharmonisan. Pada tahun 2011 angka perceraian naik menjadi 500. Sebanyak 174 di antara karena tidak ada tanggung jawab, 97 gangguan pihak ketiga, 101 karena tidak ada keharmonisan, dll. Dan perceraian ini meningkat hingga tahun 2013. Pada tahun 2013 tercatat perceraian mencapai angka 512. Sejumlah 195 di antaranya karena tidak ada tanggung jawab, 114 gangguan pihak ketiga, 96 karena tidak ada keharmonisan.
Berdasarkan data tersebut, penelitian skripsi ini meneliti masalah tentang apa faktor yang melatarbelakangi terjadinya eskalasi perceraian dalam rumah tangga TKI. Kemudian apakah ada pengaruh banyaknya masyarakat Pulau Kangean yang menjadi TKI dengan eskalasi perceraian di Pulau Kangean.
Penelitian ini termasuk studi kasus (Case Study) yang bertujuan mengetahui adanya keterkaitan anggota keluarga Tenaga Kerja Indonesia (TKI) terhadap meningkatnya angka perceraian. Dan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang memfokuskan kajiannya pada fenomena Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dalam memicu meningkatnya angka perceraian yang terjadi di Pengadilan Agama Kangean. Sedangkan data diambil dengan menggunakan metode wawancara dengan hakim dan keluarga TKI. Selanjutnya data diolah dan dipilah-pilah untuk kemudian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif.
Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa eskalasi perceraian di Pulau Kangean seiring dengan meningkatnya masyarakat pulau Kangean menjadi TKI. Banyaknya kepala keluarga menjadi TKI mengakibatkan kebutuhan seksual terabaikan. Kebutuhan seksual itulah yang menjadi faktor utama terjadinya perceraian. Sementara yang menjadikan masyarakat Kepulauan Kangean sebagai TKI karena keadan ekonomi.
ENGLISH:
Forming a happy and harmonious family is the purpose of a wedding. Marriage is a difference management, whoever is able to accept and understand the differences partner, then happiness and harmony is the result. But if someone is not able to accept and understand the difference, then, would lead to a divorce.
Many specific causes that can lead to a marriage can not be forwarded, as was the case in Kangean Islands reportedly Kangean Religious Courts since 2010 to 2013 the divorce rate in Kangean Islands experienced a significant escalation. In 2010 the number of divorces reached 464. Some 67 of them because there is no liability, third party interference 43, 40 because there is no harmony. In 2011 the divorce rate rose to 500. A total of 174 of them because there is no responsibility, 97 third-party interference, 101 because there is no harmony, etc. And divorce is increased to 2013. Divorces recorded in 2013 reached 512. Some 195 of whom have no responsibility, 114 third-party interference, 96 because there is no harmony.
Based on the facts, this thesis research examines the issue of what the background factors escalation divorce domestic Indonesian Labor (TKI). Then is there any influence of the number of people who become Kangean Island Indonesian Workers with divorce escalation Kangean Island.
This study includes a case study that aims to find an association of family members of Indonesian Workers (TKI) against the rising divorce rate. And this study used a qualitative approach that focuses its study on the phenomenon of Indonesian Workers (TKI) in triggering the rising number of divorces that occur in the Religious Kangean. While the fact retrieved by using interviews with judges and family workers. Furthermore, the data is processed and sorted out and then analyzed using qualitative descriptive methods.
The number of heads of families into Indonesian Manpower result of sexual needs neglected. Sexual needs that is the major factor in the divorce. While that makes people become Labor Kangean Islands Indonesia because of economic.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Hukum Islam adalah salah satu aspek ajaran
Islam yang menempati posisi yang sangat krusial dalam pandangan umat islam,
karena ia merupakan manifestasi paling kongkrit dari hukum Islam sebagai sebuah
agama. Sedemikian pentingnya hukum Islam dalam skema doktrinal-Islam, sehingga
seorang orientalis, Joseph Schacht menilai, bahwa “adalah mustahil memahami
Islam tanpa memahami hukum Islam”. 1 Jika dilihat dari perspektif historisnya,
Hukum Islam pada awalnya merupakan suatu kekuatan yang dinamis dan kreatif. Hal
ini dapat di lihat dari munculnya sejumlah madzhab hukum yang responsif
terhadap tantangan historisnya masingmasing dan memiliki corak sendiri-sendiri,
sesuai dengan latar sosio kultural dan 1Lihat Joseph Schacht, An Introduction
to Islamic Law (London: The Clarendon Press, 1971), 1. 2 politis dimana madzhab
hukum itu mengambil tempat untuk tumbuh dan berkembang.2 Undang-undang No. 1
tahun 1974 tentang perkawinan merupakan Undangundang yang dijadikan rujukan
dalam menyelesaikan segala permasalahan yang terkait dengan perkawina atau
nikah, talak, cerai dan rujuk, yang pengesahannya ditandatangani pada tanggal 2
januari 1974 oleh Presiden Suharto. Agar Undangundang perkawinan dapat
dilaksanakan dengan seksama, pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah (PP)
No. 9 Tahun 1975. Undang-undang ini merupakan hasil usaha untuk menciptakan
hukum nasional dan merupakan hasil inifikasi hukum yang menghormati adanya
fariasi berdasarkan agama. 3 Pengertian perkawinan menurut undang-undang ini
adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri
dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) bahagia dan kekal
berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.4 Sementara menurut Dr. Anwar Haryono, SH.
Perkawinan adalah suatu perjanjian yang suci antara seorang laki-laki dengan
seorang wanita untuk membentuk keluarga bahagia.5 2Abdul Halim Barklatullah, CD
dan Dr. Teguh Prasetyo, SH., M.Si, Hukum Islam Menjawab Tantangan Zaman yang
Terus Berkembang (Yoghyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), 145. 3Tim Penyusun
Ensiklopedi, Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta: Ichtiar Baaru van Hoeve, cet ke
1, 1997), 1864. 4Undandang-undang perkawinan nomer 1 Tahun 1974 Bab 1 Pasal 1
5Anwar Haryono, Keluwesan dan keadilan Hukum Islam (Jakarta: Bulan Bintang,
1968), 219. 3 Pada prinsipnya suatu perkawinan itu ditujukan untuk selama hidup
dan kebahagiaan yang kekal (abadi) bagi pasangan suami istri yang
bersangkutan.6 Dalam suatu perkawinan semua orang menghendaki kehidupan rumah
tangga yang bahagia, kekal, dan sejahtera, sesuai dengan tujuan dari perkawinan
yang terdapat dalam UU No.1 tahun 1974. Akan tetapi, tidak semua orang dapat
membentuk suatu keluarga yang dicita-citakan tersebut, hal ini dikarenakan
ditengah pernikahan sering ada konflik akibat perbedaan subtansial antara suami
dan istri. Adakalannya konflik berakhir dengan damai, namun tidak jarang juga
berakhir dengan perceraian. Meskipun pernikahan pada dasarnya diikat dengan
cinta dan kasih sayang, namun konflik yang berkelanjutan akan mengarah pada
perceraian.7 Perceraian merupakan lepasnya ikatan perkawinan antara seorang
pria dengan seorang wanita sebagai suami-isteri, yang dilakukan di depan sidang
Pengadilan, yaitu Pengadilan Negeri untuk non muslim dan Pengadilan Agama bagi
yang beragama Islam. Perceraian adalah terlarang, banyak larangan Tuhan dan
rasul mengenai perceraian antara suami istri. Talak adalah sesuatu yang halal
tapi dibenci oleh Allah (HR. Abu Daud).8 Dalam hadits tersebut menjelaskan
bahwa dalam perbuatan yang halal ada beberapa yang dimurkai Allah dan
sesungguhnya yang paling dimurkai adalah talak. Kata “dibenci” itu adalah kata
“majaz” yang maksudnya tidak mendapat pahala, tidak 6Mohd. Idris Ramulyo, Hukum
Perkawinan Islam Suatu Analisis dari Undand-undang Nomer 1 Tahun 1974 dan
Kompilasi Hukum Islam (Jakarta: PT. Bumi Aksara, cet. ke 5, 2004), 98.
7Muhammad Muhyiddin, Perceraian yang Indah (Yogyakarta: Arruz Media, 2005), 6.
8Rasyid Sulaiman, Fiqh islam (Jakarta: Attahiriyah, 1954), 363. 4 ada pendekatan
diri kepada Allah dalam perbuatan itu. Hadits ini mengindikasikan bahwa
sesungguhnya sangat baik sekali menghindari peristiwa talak selama masih ada
jalan keluarnya.9 Sedangkan pengertian perceraian menurut hukum perdata adalah
penghapusan perkawinan dengan putusan hakim atas tuntutan salah satu pihak
dalam perkawinan itu Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan,
sebagaimana yang tercantum dalam pasal 39 UU No.1 tahun 1974 dan pasal 19 PP
No.9 tahun 1975. Pasal 39 UUP menyebutkan: 1. Perceraian hanya dapat dilakukan
di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan
tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. 2. Untuk melakukan perceraian
harus ada cukup alasan, bahwa antara suami-isteri itu tidak akan dapat hidup rukun
sebagai suami-isteri. 3. Tata cara perceraian di depan sidang Pengadilan diatur
dalam Peraturan Perundang-undangan tersendiri. Sedangkan dalam pasal 19 PP No.9
tahun 1975 menyebutkan: 1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok,
pemadat dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan. 2. Salah satu pihak
meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak
lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya.
9Muhammad Abu Bakar, Terjemah Subulussalam (Surabaya: Al Ikhlas, 1995), 609. 5
3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang
lebih berat setelah perkawinan berlangsung. 4. Salah satu pihak melakukan
kekejaman atau penganiayaan yang membahayakan pihak lain. 5. Salah satu pihak
mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan
kewajibannya sebagai suami/ isteri. 6. Antara suami dan isteri terus menerus
terjadi perselisihan dan pertengkaran serta tidak ada harapan akan hidup rukun
lagi dalam rumah tangga.10 Kasus perceraian bukanlah hal yang asing lagi di
Indonesia, khususnya di Pulau Kangean. Tentunya banyak faktor yang melatar
belakangi permasalahan tersebut. Jika demikian, ikatan kepercayaan antara suami
istri sangatlah diperlukan dalam sebuah keluarga. Allah swt menyebutkan
perjanjian untuk membangun rumah tangga sebagai perjanjian yang sangat kuat dan
kokoh yaitu “Mitsaqan Ghalidhan” sebagaimana yang disebutkan oleh Allah swt
dalam Surah An-Nisa’ ayat 21: $ ¸ )»sVÏiB N à 6ZÏB cõyzr&ur < Ù÷èt/ 4n<Î) öN à 6 à Ò÷èt/ 4Ó|Óøùr& ôs%ur ¼ç mtRr ä è {ù's? y#øx.ur ÇËÊÈ $ Z àÎ=xî “Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu
telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami istri. Dan mereka
(istriistrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.”11 10 Zainuddin
Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Sinar Grafika: 2006), 74-75.
11Departemen Agama RI., Al-Quran dan Terjemahannya. (Semarang: CV. Asy-Syifa’,
1984), 105. 6 Cerai dalam Islam memiliki tiga rukun, yakni: kata-kata talak,
suami yang menjatuhkan talak, dan istri yang dijatuhi talak.12 Jika ketiga
rukun tersebut dilaksanakan maka jatuhlah talak suami pada istri. Selama istri
belum di rujuk selama masa iddahnya habis, maka istri berhak menikah kembali.
Sebuah pasangan suami-istri, bagai sebuah gunting yang memiliki dua arah tapi
terikat jadi satu. Dengan ikatan itu maka sudut dan arah gunting mesti sama
derajatnya, kemiringannya kekiri maupun ke kanan. Semua harus sama agar tidak
terpisahkan. Akan tetapi pada era global, asas keadilan, kesetaraan, dan
kebahagiaan, mudah pudar sehingga perkawinan kandas di tengah jalan. Bahkan,
angka perceraian di Indonesia pun dianggap paling tinggi di Asia-Pasifik.
Sesuai data yang ada, ratarata satu dari 10 pasangan menikah berakhir dengan
perceraian di pengadilan. Angka perceraian di Indonesia adalah hal yang
menyedihkan. Betapa banyak anak yang kemudian harus menjalani takdir hidup tak
bersama ayah dan ibunya secara utuh. Di samping itu, tak sedikit menjadi koban
perebutan kuasa asuh. Padahal, hal itu membuat dampak negatif secara psikis.
Angka perceraian di Indonesia ternyata naik-turun sepanjang zaman. Pada
1950-an, angka perceraian di Indonesia paling tinggi di dunia. Namun, jumlahnya
menurun pada 1970-an. Data itu dari sekilas sejarah perceraian yang disusun
oleh Mark Cammack, guru besar dari Southwestern School of Law-Los Angeles,
Amerika 12Slamet Abidin, Fiqih Munakahat II (Jakarta: Pustaka Setia, 1999), 66.
7 Serikat, seperti yang di ungkapkan, Mariana Aminudin, Pemimpin Redaksi Jurnal
Perempuan Indonesia pada Kamis pagi, 11 April 2013. Berdasarkan hasil
penelitian Mark, pada 1950-an angka perceraian di Asia Tenggara, termasuk
Indonesia, tergolong yang paling tinggi di dunia. Pada dekade itu, dari 100 perkawinan,
50 di antaranya berakhir dengan perceraian. Pada 1970-an hingga 1990-an,
tingkat perceraian di Indonesia dan negaranegara lain di Asia Tenggara menurun
drastis. Sementara itu, di belahan dunia lainnya justru meningkat. Angka
perceraian di Indonesia meningkat kembali secara signifikan sejak tahun 2001.
Mariana menilai frekuensi perceraian di Indonesia belakangan memang semakin
fantastis. Misalnya pada 2009, perkara perceraian yang diputus oleh Pengadilan
Agama dan Mahkamah Syariah mencapai 223.371 perkara. Sedangkan dalam rentang
sembilan tahun terakhir, kisaran tiap tahunnya rata-rata mencapai 161.656
perceraian. Sehingga, jika diasumsikan setahun terdapat 2 juta peristiwa
perkawinan, 8 persen di antaranya berakhir dengan perceraian13 . Dari dua juta pasangan
menikah tahun 2010 saja, 285.184 pasangan bercerai. Dan tingginya angka
perceraian di Indonesia, yang notabena, tertinggi se-Asia Pasifik. Data
tersebut, memperlihatkan bahwa 70 persen perceraian itu karena gugat cerai dari
pihak istri dengan alasan tertinggi ketidakharmonisan14 . 13 TEMPO.COM (Kamis,
11 April 2013) 14 http://www.bkkbn.go.id (di akses Selasa, 24 Desember 2013) 8
Provinsi Jawa Timur menjadi provinsi yang paling tinggi angka perceraia karena
perselingkuhan, meski Provinsi Jawa Barat menjadi provinsi yang paling tinggi
angka perceraiannya. Badan Peradilan Agama MA pada 2010, mengungkap terdapat
33.684 kasus cerai di Jabar dan tempat kedua adalah Jawa Timur, yaitu sebanyak
21.324 kasus. Posisi ketiga Jawa Tengah dengan 12.019 masalah utama perceraian
dipicu ekonomi. Data itu menyebutkan, dari 285.184 perkara perceraian, sebanyak
67.891 kasus karena masalah ekonomi. Untuk pemicu perceraian urutan kedua
adalah perselingkuhan sebanyak 20.199 kasus. Dalam hal penyebab perceraian
karena perselingkuhan itu, Provinsi Jawa Timur menempati urutan tertinggi
dengan 7.172 kasus, menyusul Provinsi Jawa Barat sebanyak 3.650 kasus dan
posisi ketiga ditempati Jawa Tengah sebanyak 2.50315 . Tahun 2013, jumlah angka
perceraian di Pulau Kangean meningkat tajam dari sekitar 496 orang pada tahun
2012, menjadi 512 pada 2013. Dalam tiga bulan saja sejak bulan Januari hingga
Maret sudah berjumlah 159 orang yang melakukan cerai. Tingginya angka
perceraian yang terjadi di Pulau Kangean di akibatkan banyaknya keluarga TKI
yang mengajukan cerai, dengan berbagai alasan, mulai dari tidak ada tanggung
jawab hingga terjadi perselingkuhan salah satu pihak yang baik yang ditinggal
di tanah air, maupun yang menjadi TKI darantau sana. 15
http://www.antarajatim.com (di akses 26 Februari 2014) 9 Fenomena perceraian di
Pulau Kangean menjadi sesuatu yang menarik untuk di teliti. Apakah yang menjadi
tingginya perceraian tiap tahun, juga adakah keterkaitan dengan keluarga yang
menjadi TKI. Fenomena perceraian di kalangan Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
Kangean yang ada di pengadilan agama Kangean, mengingatkan bahwa semua orang
perlu hati-hati dalam melangsungkan pernikahan. Karena sebuah rumah tangga
bagaikan sebuah rumah bangunan yang kokoh, dinding, genteng, kusen, dan pintu
berfungsi sebagaimana mestinya. Jika pintu digunakan sebagai genteng maka rumah
akan bocor, atau fungsi yang lain salah, maka rumah akan runtuh. Begitu juga
rumah tangga, suami, istri dan anak harus tahu fungsi masing-masing, jika tidak
maka bisa berantakan rumah tangga tersebut. Berdasarkan realiatas sosial yang
terjadi sebagaimana telah disebutkan di atas serta permasalahan-permasalahan
yang ada, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“Eskalasi Perceraian di Lingkungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Masyarakat
Pulau Kangean Kabupaten Sumenep (Studi Kasus di Pengadilan Agama Kangean)”. B.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di
atas, perlu dibuat rumusan masalah yang berhungan dengan penelitian ini. Hal
ini dimaksudkan untuk menjawab semua permasalahan yang ada. Adapun rumusan
masalah yang ada dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 10 1. Apa yang
menjadi penyebab terjadinya eskalasi perceraian di Pengadilan Agama Kangean? 2.
Apakah ada dampak yang signifikan antara keluarga yang menjadi Tenaga Kerja
Indonesia (TKI) dengan terjadinya eskalasi perceraian di Pulau Kangean? C.
Tujuan Penelitian Secara teoritis, setiap aktifitas yang diusahakan dengan
sengaja, pasti mengandung goal dan tujuan yang ingin dicapai tidak terkecuali
aktifitas penelitian. Dalam konteks penelitian signifikansi peletakan tujuannya
adalah untuk sentralisasi pikiran dan untuk mengarakan sistem berpikir peneliti
agar lebih fokus.16 Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menemukan signifikansi
antara Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Pulau Kangean terhadap eskalasi perceraian
yang terjadi di Pulau Kangean Kabupaten Sumenep. Kemudian mencari solusi yang
solutif untuk mengurangi eskalasi perceraian yang diakibatkan oleh Tenaga Kerja
Indonesia (TKI) Pulau Kangean Kabupaten Sumenep. D. Batasan Masalah Masalah
dalam penelitian kualitatif bertemu dalam pada suatu fokus.17 Agar kajian dalam
karya ilmiah ini jelas dan tidak kehilangan arah, maka penulis membatasi ruang
lingkupnya. Adapun yang dikaji dalam karya ilmiah ini tentang adanya
keterkaitan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Pulau Kangean terhadap eskalasi
16Husni Usman dan Pornomo Setiady, Metodelogi Penelitian Social, cet ke 4
(Jakarta: Bumi Aksara, 2003), 29. 17Lexyj. Moleong, Metodelogi Penelitian
Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Posdakarya, 2005), 93. 11 perceraian yang
terjadi di Pulau Kangean studi kasus di Pengadilan Agama Kangean Kabupaten
Sumenep antara tahun 2010 sampai tahun 2013. E. Manfaat Penelitian Adapun
maksud dari manfaat penelitian ini peneliti membedakannya menjadi dua macam
dintaranya: 1. Manfaat Teoritis adalah kegunaan penelitian dalam konstruksi
keilmuan atau mencoba untuk menjawab persoalan yang selama ini belum
terpecahkan atau belum ada respon dari pihak terkait. Hasil penelitian ini
diharapkan juga dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan
memperkaya khazanah keilmuan serta wawasan intelektual. Dalam hal ini, masalah
perceraian. 2. Manfaat praktis adalah manfaat penelitian yang terkait dengan
kegunaan secara langsung yang dapat dipakai secara mudah oleh masyrakat yang
membutuhkan. a. Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan memberikan
manfaat yang signifikan bagi seluruh masyarakat, khususnya Masyarakat Pulau
Kangean dalam hal perceraian yang diakibatkan oleh dampak negatif Tenaga Kerja
Indoneia (TKI) Pulau Kangean. Selain itu, penulis berharap bahwa hasil dari
penelitian ini akan menjadi salah satu media sosialisasi terhadap masyarakat
secara umum, bahwa Tenaga Keja Indonesia (TKI) tidak harus menjadi sebab
perceraian. b. Bagi Penulis 12 Sebagai persyaratan memenuhi tugas akhir
akademik dan juga diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan dalam bidang
Al-akhwal alSyakhsyiyah. c. Bagi Sifitas Akademika Diharapkan menjadi salah
satu rujukan tentang pembahasan mengenai perceraian, baik sebagai study
komparatif, maupun sebagai literatur. Selain itu, hasil penelitian ini
diharapkan memberikan manfaat terhadap kampus Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim Malang. F. Sistematika Pembahasan Sebelum penulis mengkaji lebih
jauh tentang karya ilmiah ini, penulis akan menguraikan sistematika pembahasan
terkait skripsi ini, dengan harapan akan mempermudah para pembaca memahami alur
dan isi dari skripsi ini. Bab satu merupakan bab yang paling penting dalam suatu
penelitian, karena dengan menggunakan bab ini peneliti mencoba menjual ide
penelitiannya. Oleh karena itu, untuk menunjukkan bahwa isu penelitian relevan,
menarik, penting, dan bermanfaat,18 maka penelitian skripsi dibuat menjadi
beberapa sub-sub. Adapun sistematika pembahasannya adalah sebagai berikut: Bab
pertama adalah pendahuluan yang meliuti latar belakang masalah, rumusan
masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Dalam bab
ini, dipaparkan latar belakang masalah pemilihan judul tentang pelaksanaan
pengaruh 18Jogianto HM, Metodologi Penelitian Sistem Informasi; Pedoman dan
contoh Melakukan Penelitian di Bidang Sistem Teknologi Informasi (Yogyakarta:
CV. Andi Offset, 2008), 2-3. 13 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) terhadap perceraian
di Pulau Kangean Kabupaten Sumenep. Agar pembaca memahami mengapa peneliti
mengambil judul penelitian ini, dan dipaparkan rumusan masalah agar jelas letak
permasalahan yang akan diteliti. Kemudian penelitian ini diberi batasan masalah
agar kajian agar pembaca mengetahui fokus sekaligus manfaat yang diperoleh dari
penelitian ini. Sedangkan bab kedua adalah peneliti terdahulu dan kajian
pustaka, penulis mennguraikan tentang hal-hal yang berhubungan dengan kajian
pustaka dan menjelaskannya dari literatur sehingga pembaca dapat memahami
tentang pengertian perceraian secara umum yang meliputi: unsur-unsur,
syarat-syarat, subyek, obyek, rukun-rukun, jenis-jenis, dan bentuk-bentuk
perceraian, pengertian dan rukun perceraian, selain itu pengertian talak dan jenis-jenisnya.
Beberapa ketentuan regulasi yang mengatur tentang perceraian dengan
prinsip-prinsip syariah. Bab ketiga adalah metode penelitian yang digunakan,
yang berisi paparan tentang pendekatan penelitian yang berfungsi untuk
mempermudah dalam memecahkan permasalahan peneliti an, sumber dan jenis data
yang berfungsi untuk mengklasifikasikan berbagai macam jenis data yang akan
dicariberdasarkan data primer, sekunder dan tersier, sedangkan tekhnik
pengumpulan data dan teknik analisis data merupakan suatu proses pengumpulan
untuk mempermudah dalam menganalisis data. Dan yang terakhir yaitu tekhnik
pengecekan keabsahan data yang berfungsi untuk memastikan bahwa penelitian yang
telah diadakan adalah benar dan dapat dijadikan literatur. 14 Bab ke empat
adalah hasil penelitian dan pembahasan yang meliputi l atar belakang dan
Sejarah peceraian di Indonesia, prinsip operasinal perceraian di Indonesia,
produk dan mekanisme pengaruh Tenaga Kerja Indonesia (TKI) terhadap tingkat
perceraian di Pulau Kangean Kabupaten Sumenep. Bab ke lima sebagai bab penutup
berisi kesimpulan dan saran. Bab ini merupakan ringkasan hasil dari semua
pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan dan saran-saran yang berkaitan
dengan hasil penelitian.
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment