Jasa Pembuatan Skripsi

Jasa Pembuatan Skripsi
Jasa Pembuatan Skripsi

Sunday, June 4, 2017

Jasa Buat Skripsi: download Skripsi Hukum Bisnis Syariah:Status hukum wakaf dan pengalihan wakaf hak cipta: Analisa fiqih terhadap Undang-Undang nomor 41 tahun 2004

Abstract

INDONESIA:
Status pengalihan kepemilikan hak cipta dengan cara wakaf yang tidak disebutkan secara jelas oleh Undang-Undang Hak Cipta , menjadikan suatu hal problematika tersendiri, karena status peralihan kepemilikan menjadi hal penting untuk menentukan hak atas kepemilikan suatu benda (objek) dan untuk menghindari atau mengantisipasi persengketaan di dalam penentuan kepemilikan suatu benda.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status pengalihan kepemilikan hak cipta dalam Undang-Undang Wakaf. Dan Untuk mengetahui status benda atau objek wakaf yang berupa hak cipta dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun
2004 wakaf menurut Analisa Fiqih.
Pembahasan ini merupakan penelitian normative dan menggunakan pendekatan kualitatif. Sedangkan data yang dikumpulkan berupa data primer, data skunder dan data tersier. Proses mendapatkan data dengan cara dokumentatif yaitu dengan mengumpulkan data primer yang diambil dari sumber secara langsung berbicara tentang permasalahan yang diteliti,dan kemudian data tersebut di edit, di klasifikasi kemudian dilakukan pengecekan keabsahan data.
Dalam penelitian ini diperoleh dua kesimpulan, pertama pengalihan objek wakaf hak cipta, tidak hanya dinyatakan melalui lisan atau hanya dengan isyarat perbuatan saja yang telah terjadi pada masa sebelumnya. Wakaf hak cipta pada saat ini dilakukan dengan penggabungan antara lisan dan tulisan sehingga mempunyai kekuatan hukum dan bukti. Hal tersebut dilakukan agar jika terjadi permaalahan dapat dengan mudah diselesaikan. Kedua, hak cipta secara hokum dapat dialihkan karena “sebab lain yang dibenarkan oleh perundang-undangan”. Hal ini yang menjadi jembatan hokum bahwa secara kewenangan hak cipta yang pada dasarnya merupakan kekuasaan absolute pengadilan umum, berpindah menjadi wewenang dalam Pengadilan Agama jika terjadi sengketa.
ENGLISH:
The status of copyright ownership transfer by waqf which is not clearly written in Copyright Law is a problematic matter. It is due to the status of the ownership transition which becomes a significant issue to determine the rights to the ownership of an object, and to avoid or anticipate the disputes in determining the ownership of certain object.
This research aims to know the status of the copyright ownership transfer based on waqf law. Besides, it aims to know the object of waqf status which is denoted as copyrights as written in the waqf law No. 41 of 2004 according to fiqh analysis.
This is a normative research employing qualitative approach using primary, secondary, and tertiary data. The data collection is done through documentation by collecting the primary data from direct source. The problems are investigated, then the data is edited, and classified. Furthermore, the data authentication is examined.

This research obtains two conclusions. The first shows that the transfer of the object of waqf copyrights is not only declared orally or through action as happens in the previous case but it is also orally declared and specifically written to prove the authenticity and show the power of law. It is expected that problems can be easily solved when they occur during the application. Second, copyright can be judicially transferred because of "other causes agreed by the legislation". It becomes a bridge for the law which confirms that copyright, in terms of authority, becomes the Religion Court authority when a dispute occurs after previously it belongs to Public Court absolute authority.





BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Wakaf yang kita jumpai pada umumnya lebih banyak bersifat konsumtif dan lebih terfokus untuk kepentingan pembangunan atau keperluan sarana dan prasarana ibadah seperti masjid, musholla, madrasah, yayasan yatim piatu dan lain-lain.Hal-hal tersebut dikarenakan pada masa lalu masyarakat hanya mengenal benda atau objek wakaf berupa benda tetap (tidak bergerak) seperti tanah dan bangunan.1 Seiring dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 yang mana di dalamnya selain mengatur objek wakaf yang tidak bergerak juga mengatur dan mengembangkan tentang benda atau objek wakaf yang berupa benda bergerak seperti uang, saham atau surat-surat berharga, maka perubahan 1Perkembangan Pengelolaan Wakaf Di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Dan Penyelenggaraan Haji, 2003) h. 13 paradigma masyarakat sedikit mengalami perubahan tentang objek benda yang boleh di wakafkan. Secara rinci dijelaskan bahwa Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 memperkuat posisi wakaf: pertama, dinaikkan posisinya dari Peraturan Pemerintah dan Insruksi Presiden menjadi Undang-Undang.
Kedua, cakupan objek wakaf yang pada awlnya terbatas pada tanah dan benda diperluas hingga mencakup benda-benda yang tidak berwujud seperti Hak Kekayaan Intelektual (HAKI).Ketiga, dalam rangka menggunakan sarana wakaf sebagai media untuk menciptakan kesejahteraan umum serta pemerintah dapat memperluas aparat penegakan hukum wakaf, termasuk Pembentukan Badan Wakaf Indonesia.2 Menurut Hazmah salah satu anggota Badan Peradilan Agama, Subtansi pada poin inti Undang-Undang Wakaf ini cukup signifikan dalam dunia perwakafan, karena wakaf seperti uang, saham dan surat berharga lainnya merupakan stimulus riil dalam pembangunan ekonomi. Aset kemanfaatan dzat atau benda wakaf bergerak menjadi esensi dari jenis benda wakaf ini diharapkan bisa menggerakkan seluruh potensi wakaf untuk kesejahteraan masyarakat luas. Perubahan sosial pada lembaga perwakafan dapat dilihat bahwa sekarang perwakafan harus memiliki peran sosial yang lebih baik, dan memiliki implikasi positif.Dengan adanya lembaga perwakafan dapat menjamin status 2 Jaih Mubarok, Wakaf Produktif, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008), h. 13 hukum waqif maupun status kepemilikan mauquf „alaih dalam kegiatan perwakafan tersebut.Dengan begitu adanya lembaga perwakafan sangat membantu kegiatan perwakafan dari segi ketertiban dari segi prosedural, teknik dan administratif di bidang penyelenggaraan perwakafan, dan menjamin maksimalisasi perolehan manfaat secara optimal dengan tetap memperhatikan azas dan hukum syariat Islam. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa sesungguhnya lembaga perawakafan saat itu telah memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat dan umat Islam untuk (dapat) mewakafkan sebagian benda harta kekayaan miliknya untuk memajukan kesejahteraan umum, yang kesemuanya dimaksudkan untuk pengembangan dan pemanfaatan potensi kekuatan ekonomi umat Islam dalam rangka untuk memajukan kesejahteraan umum, di samping dalam rangka menyediakan berbagai sarana ibadah keagamaan dan sosial
 Kelahiran Undang-undang No. 41 Tahun 2004, merupakan fiqih Indonesia sebagai hasil ijtihad para ulama Indonesia yang sesuai dengan kebutuhan dan setting sosial pada saat ini. Tetapi ijtihad ulama-ulama Indonesia ini tidak bisa membatalkan ijtihad ualam-ulama fiqih terdahulu. Hal ini sesuai dengan kaidah kuliyyah : 3 Rachmadi Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 127-131. “Ijtihad tidak bisa di batalkan oleh ijtihadlainnya” 4 Ijtihad fuqaha terdahulu terhadap objek wakaf bertujuan untuk kemaslahatan umat sesuai dengan kebutuhan sosial pada saat itu.Begitu pula ijtihad ulama-ulama Indonesia terhadap pengembangan objek wakaf adalah demi kemaslahatan umat manusia yang disesuaikan dengan kebutuhan dan setting sosial pada saat ini.Sebab pada dasarnya hukum adalah artikulasi dari pemikiran dan kegiatan manusia pada zamannya.Sementara dinamika kehidupan manusia senantiasa berubah. Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 menjadi salah satu dari reformasi hukum Perwakafan menjelaskan Dalam pasal 16 Ayat (1) Sampai (3) menyebutkan bahwa objek wakaf (benda wakaf ) terdiri dari benda tidak bergerak dan benda bergerak. Yang mana dalam isi pasal tersebut mencantumkan Hak Atas Kekayaan Intelektual sebagai salah satu objek wakaf yang bergerak.5 Hal yang tersebu di atas, sesungguhnya searah dengan hukum kebendaan yang mana menyebutkan bahwa hukum kebendaan di wilayah manapun di Dunia, khususnya di Indonesia mengklasifikasikan bahwa benda yang dapat di miliki oleh seseorangtidak hanya sebatas benda materiil saja, akan 4Komunitas Kajian Ilmiah Lirboyo 2005, Formulasi Nalar Fiqh tela‟ah kaidah fiqh Konseptual, (Surabaya: khalista, 2006), h. 5 5 Farid wadjdy & Mursyid, Wakaf & Kesejahteraan Umat, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007), h. 56 tetapi dalam hukum kebendaan benda yang immateriil juga masuk di dalamnya artinya benda tersebut dapat dimiliki oleh seseorang.6 Dalam Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 dijelaskan bahwa Hak Kekayaan Intelektual merupakan bagian dari benda tidak berwujud (immateriil) dan merupakan benda bergerakselain uang yang bisa menjadi objek harta yang dapat diwakafkan, karena Peraturan Perundang-undangan menyebutkan hal itu termasuk dalam benda yang dapat di wakafkan sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
 Hak Kekayaan Intelektual dianggap sebagai benda yang dapat dimiliki karena pada dasarnya Pengertian benda secara yuridis ialah secara segala sesuatu yang menjadi objek hak. Sedangkan yang menjadi objek hak itu tidak hanya benda berwujud tetapi juga benda tidak berwujud. Dalam Undang-Undang No 19 Tahun 2002 yang menjelaskan bahwa hak cipta dapat beralih dan di alihkan, baik seluruhnya maupun sebagian karena: 1. Pewarisan 2. Hibah 3. Wasiat 4. Perjanjian tertulis 5. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh perundang-undangan.8 6 Kartini Muljadi & Gunawan widjaja, Kedudukan Berkuasa dan Hak Milik, (Jakarta: Prenada Media, 2005), h. 8 7 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, Pasal 21 ayat (2) 8Undang-Undang No 19 Tahun 2002, pasal 3 ayat (2) Seperti yang tertera dalam Undang-undang hak cipta tersebut, bahwa pengalihanpenguasaan hak cipta dengan cara wakaf tidak tercantumkan secara tekstualdikarenakan wakaf adalah satu produk pemberian yang hanya terdapat dalam ajaranIslam saja berbeda dengan pewarisan, hibah dan wasiat yang secara tekstual dijelaskan pada pasal di atas. Status pengalihan kepemilikan hak cipta dengan cara wakaf yang tidak disebutkan secara jelas oleh Undang Undang Hak Cipta tersebut, menjadikan hal tersebut sebagai problematika tersendiri, karena status peralihan kepemilikan menjadi hal penting untuk menentukan hak atas kepemilikan suatu benda (objek) dan untuk menghindari atau mengantisipasi persengketaan di dalam penentuan kepemilikan suatu benda. Selanjutnya, Menurut Djubaedah salah satu anggota Komisi Hukum Majelis Ulama Indonesia mengatakan bahwa, UU No. 41 Tahun 2004 Tentang wakaf tidak mewajibkan membawa sengketa Ke Pengadilan Agama atau Mahkamah Syari’ah. Akan tetapi bila di bawa ke Peradilan Umum, apakah peradilan umum akan memahami wakaf yang diatur dalam konsepsi hukum Islam. Sengketa dalam masalah Mu’amalah yang diatur oleh syariat Islam merupakan wilayah kewenangan Peradilan Agama, sementara sengketa wakaf sekarang bisa terjadi misalnya ketika terjadi kesalahan dalam pencatatan atau pengelolaan dana wakaf. Dalam hal ini bisa terjadi pelanggaran perdata maupun pidana. 9 Hal inilah yang melatar belakangi penulis untuk membuat penelitian dengan judul ”StatusWakaf Hak Cipta Dan Pengalihan Wakaf Hak Cipta (AnalisaFiqih Terhadap Undang Undang Nomor 41 Tahun 2004”)
 B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah tinjauan yuridis terhadap status pengalihan kepemilikan Hak Cipta dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 ?
 2. Bagaimanakah Analisa Fiqih terhadap status wakaf Hak Cipta dalam Undang Undang Nomor 41 Tahun 2004?
C. Tujuan Penelitian
 Berdasarkanlatar belakang dan rumusan masalah, maka penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:
 1. Untuk mengetahui status pengalihan kepemilikan (pemindah tangan)terhadap objek wakaf yang berupa hak cipta dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004.
 2. Untuk mengetahui status benda atau objek wakaf yang berupa hak cipta dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
D. Manfaat Penelitian
 1. Teoritis a. Penelitian ini di harapkan menambah, memperdalam dan memperluas khaanah ilmu pengetahuan kepustakaan Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang umumnya serta Fakultas Syariah dan Jurusan Hukum Bisnis Syari’ah khususnya. b. Diharapkan dapat menjadi rujukan bagi penelitinya

2. Praktis a. Bagi penulis dengan melakukan penelitian ini untuk meraih gelar Sarjana Hukum Islam b. Bagi lembaga akademik, hasil penelitian ini diharap dapat dijadikan suatu ilmu pengetahuan untuk menambah wawasan bagi para mahasiswa dan para dosen Fakultas Syari’ah arah yang lebih baik.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Hukum Bisnis Syariah" :Status hukum wakaf dan pengalihan wakaf hak cipta: Analisa fiqih terhadap Undang-Undang nomor 41 tahun 2004Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini


Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment