Abstract
INDONESIA:
Wanita karir di kantor Imigrasi malang tentunya mempunyai tipe kepribadian yang berbeda satu sama lain, namun meskipun para wanita karir mempunyai tipe kepribadian yang berbeda namun dalam beberapa hal mereka melakukan hal yang sama salah satunya adalah berperilaku konsumtif. Namun kenyataannya ada perbedaan pengaruh tipe keprbadian terhadap perilaku konsumtif .
Penelitian ini ingin melihat pengaruh kepribadian ekstrovert terhadap wanita karir di kantor imigrasi Malang. Penelitian ini ingin melihat bagaimana kepribadian ekstrovert wanita karir kantor imigrasi, bagaimana tingkat perilaku konsumtif dan mengetahui pengaruh kepribadian ekstrovert terhadap perilaku konsumtif di kantor Imigrasi Malang.
Skala yang di gunakan untuk mengetahui tipe kepribadian wanita karir menggunakan skala Eysenck Personality Inventory (EPI), dan pada penelitian ini Variable bebasnya adalah kepribadian ekstrovert dan variable terikatnya perilaku konsumtif wanita karir. Karena penelitian ini menggunakan pengukuran Alpha Chornbach dengan reliabilitas 0,605.
Pengambilan sampel menggunakan teknik purposif sampling. Sampel berjumlah 11 orang. Data hasil penelitian kemudian dianalisa menggunakan teknik uji terpakai. Berdasarkan hasil analisa data di peroleh F=7.633 (P=0.022), ada perbedaan antara tipe kepribadian dengan perilaku konsumtif pada wanita karir di kantor Imigrasi Malang. Dengan demikian dapat disimpulkan ada pengaruh kepribadian ekstrovert terhadap perilaku konsumtif di kantor Imigrasi Malang.
ENGLISH:
Career women in Malang immigration office must have a different personality types from each other, but despite working women have different personality types, but in some cases they do the same thing one is behaving consumptive. But in reality there is no difference keprbadian influence on consumer behavior types.
This study wanted to see the effect extroverted personality to a career woman at the immigration office in Malang. This study wanted to see how her career extroverted personality immigration office, how the level of consumer behavior and investigate the effect extroverted personality on consumer behavior in Malang Immigration Office.
The scale used to determine the personality type career woman using a scale of Eysenck Personality Inventory (EPI), and the independent variable in this study is the dependent variable extroverted personality and consumer behavior career woman. Because this study used measurements with reliability Chornbach Alpha 0.605.
Sampling using purposive sampling. Total of 11 samples. The data were then analyzed using assay techniques used. Based on the analysis of data obtained F = 7633 (P = 0022), there is a difference between personality types with consumer behavior in career woman in Malang Immigration Office. Thus we can conclude there is extroverted personality influences on consumer behavior in Malang Immigration Office.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Jung menyatakan, bahwa terdapat dua prinsip
dan aspek yang utuh dalam diri manusia, yaitu logos dan eros (kualitas
kemanusiaan yang bersifat universal). Logos adalah prinsip maskulin, prinsip
maskulin berorientasi agentic (pencapaian prestasi) dengan ciri-ciri rasio,
berpikir logika, member bentuk, susun keteraturan dan kembangkan kompetensi.
Sedangkan eros adalah prinsip feminine dalam kepribadian berorientasi komunal
(memelihara hubungan interpersonal) dengan cirri mengasuh, member cinta kasih,
afeksi, kepekaan dan emosi sosiabilitas. Seperti halnya wanita usia antara 25 –
35 tahun sangat rentan menjadi suka belanja atau berperilaku konsumtif, umumnya
mereka sudah bekerja dan memiliki penghasilan sendiri. Ditambah lagi, banyak
wanita lajang di usia tersebut, membuat kencenderungan untuk menghabiskan uang
demi memenuhi kesenangan pribadi. (Wittasari, 2008). Wanita karir adalah wanita
yang memiliki pekerjaan di luar rumah. Banyak di antara mereka yang juga
merangkap sebagai ibu rumah tangga. Berbagai alasan melatarbelakangi keinginan
mereka untuk berkarir di luar 2 rumah. Seperti ingin mendapatkan penghasilan
sendiri, membantu suami atau bahkan terlalu sayang untuk meninggalkan posisi
yang sudah nyaman ditempatnya bekerja (Ancok,2004). Wanita yang masih lajang
lebih bebas menggunakan pendapatannya dari hasil bekerja dibandingkan dengan
wanita bekerja yang sudah menikah, karena wanita yang sudah menikah lebih
banyak mempunyai tanggungan untuk rumah tangganya dibandingkan dengan wanita
karier yang masih lajang (Nurdjayadi, 2004). Pada kenyataannya, karena berpikir
bahwa mereka bebas untuk membelanjakan uangnya, wanita karier lajang ini
menjadi cenderung berperilaku konsumtif. Barang yang dibeli bukan lagi
berdasarkan pada apa yang menjadi kebutuhan tetapi lebih kepada kesenangan
pribadi. Tindakan ini lamalama bisa menjadi kompulsif dan tidak rasional.
Menurut Winardi dan Wirawan (dalam Farida, 2006) selain karena penghasilan,
perilaku konsumtif juga dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya karena
faktor atau pengaruh dari lingkungan (termasuk lingkungan tempat ia bekerja
atau lingkungan keluarga), kendali diri yang rendah, ada juga karena faktor
psikologis (salah satunya misalnya konsep diri), dan faktor situasional.
Sedangkan menurut Shihab (dalam Lina & Rasyid, 1997) juga mengatakan bahwa
wanita biasanya lebih cenderung berperilaku konsumtif kepada upaya merawat
diri, kecantikan, dan mode yang beraneka ragam. Gaya menjadi daya tarik bagi
wanita karier karena gaya berhubungan dengan penampilan dan mode, Karena itu
sesuai dengan pendapat Hurlock 3 (1996) yang mengatakan bahwa wanita menyadari
penampilan fisik yang menarik sangat membantu statusnya dalam bidang bisnis
maupun dalam perkawinan. Karena itu tidak mengherankan jika bagi beberapa
wanita, gaya menjadi sangat penting bagi penampilan mereka. Fungsi gaya sendiri
di masyarakat adalah sebagai nilai sosial dan simbol status, ikon dalam
mengekspresikan identitas, juga sebagai gaya hidup, Karena itu wanita karier
lajang yang konsumtif terhadap fashion tidak berpikir panjang atau cenderung
boros ketika membeli banyak barang atau produk fashion jika mereka
menginginkannya, tanpa melihat apakah barang tersebut adalah suatu kebutuhan
atau hanya karena keinginan yang sesaat. Selain itu perilaku konsumtif dapat
menimbulkan beberapa dampak negatif, yaitu pola hidup yang boros, kecemburuan
sosial bagi mereka yang tidak mampu, tidak bisa menabung, dan adanya
kecenderungan untuk tidak memikirkan kebutuhan yang akan datang karena uang
yang ada sudah dihabiskan tanpa ada perencanaan yang cermat. Perilaku konsumtif
sering terjadi pada wanita karir karena para wanita karir mempunyai
kecenderungan untuk selalu memperhatikan penampilannya dan dengan adanya factor
mempunyai penghasilan sendiri maka para wanita karir lebih leluasa menggunakan
uangnya untuk memenuhi kebutuhannya bahkan pemenuhan kebutuhan sering kali
mengarah untuk pemenuhan kepuasan bukan untuk pemenuhan kebutuhan yang
benar-benar di perlukan. Eysenck (Alwisol ,2009:257) mengemukakan bahwa
kepribadian ekstrovert adalah orang yang pandangannya objektif dan tidak
pribadi. 4 Sedangkan introvert adalah orang yang pandangannya subjektif dan
individualis. Orang introvert lebih menyukai kegiatan yang sedikit membutuhkan
hubungan social seperti membaca, olahraga soliter, organisasi persaudaraan
eksklusif. Sedangkan orang dengan kepribadian ekstrovert memilih berpartisipasi
dalam kegiatan bersama, pesta, hura-hura, olahraga beregu. Kebanyakan orang
mengenal istilah ekstrovert dan introvert dari psikiater Swiss bernama C. G.
Jung, seorang bekas murid Sigmund Freud. Namun yang mengembangkan ekstrovert
dan introvert lebih lanjut secara mendetail adalah Eysenck sendiri (Eysenck,
1980 : 10). Eysenck melaksanakan penyelidikannya yang pertama, yaitu variabel
yang menggambarkan kontras antara ekstroversi dan introversi (Suryabrata, 1983
: 346). Eysenck (dalam Aiken, 1993 : 86) mengkonsepkan kepribadian manusia
dalam tiga faktor atau supertraits, yaitu ekstroversion – introversion,
stabilitas emosi dan ketidakstabilitasan emosi (neurotisme), serta psikotisme.
Pembahasan disini lebih menitikberatkan pada ekstroversion – introversion.
Ekstrovert dan introvert dipahami sebagai dimensi yang bersambungan dari pada
sebagai tipe dikotomi (Aiken, 1993 : 86). Tipe kepribadian yang dirumuskan oleh
Eysenck itu (dalam Hjelle dan Ziegler, 1991 : 281) lebih melihat pada perilaku
yang tampak, yang merupakan kombinasi dari dua tipe yang didiskusikan tersebut.
Konsekuensinya adalah bahwa setiap orang adalah ekstrovert dan introvert,
dengan mayoritas orang lebih dekat ke pusat kontinum, daripada ke kedua ekstrim
(Eysenck, 1980 : 10). 5 Jung mengatakan (dalam Hall dan Lindzey, 1978 : 125)
bahwa ekstrovert adalah kepribadian yang lebih dipengaruhi oleh dunia objektif,
orientasinya terutama tertuju ke luar. Pikiran, perasaan, serta tindakannya
lebih banyak ditentukan oleh lingkungan. Sedangkan ekstrovert menurut Eysenck,
bahwa ekstrovert adalah satu ujung dari dimensi kepribadian introversi –
ekstroversi dengan karakteristik watak peramah, suka bergaul, ramah, suka
menurutkan kata hati, dan suka mengambil resiko (Pervin, 1993 : 302) Dari
beberapa teori diatas Peneliti menyimpulkan bahwa ekstrovert adalah suatu tipe
kepribadian berdasar skap jiwa terhadap dunianya, yang merupakan satu ujung
dari dimensi kepribadian introversi – ekstroversi, yang dipengaruhi oleh dunia objektif,
orientasinya terutama tertuju ke luar. Pikiran, perasaan, dan tindaknnya lebih
banyak ditentukan oleh lingkungan. Engel (dalam mangkunegara,2002:3)
mengemukakan bahwa perilaku konsumtif dapat di definisikan sebagai
tindakan-tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh
dan menggunakan barang-barang jasa ekonomis termasuk pengambilan keputusan yang
mendahului dan menentukan tindakan-tindakan tersebut. Perilaku konsumtif bisa
di lakukan oleh siapa saja. Pendapat di atas berarti bahwa perilaku membeli
yang berlebihan tidak lagi mencerminkan usaha manusia untuk memanfaatkan uang
secara ekonomis namun perilaku konsumtif di jadikan sebagai suatu sarana untuk
menghadirkan diri dengan cara yang kurang tepat. Perilaku tersebut menggambarkan
sesuatu yang tidak rasional dan 6 bersifat kompulsif sehingga secara ekonomi
menimbulkan pemborosan dan efisiensi biaya. Sedangkan secara psikologis
menimbulkan kecemasan dan rasa tidak aman. Konsumen dalam membeli suatu produk
bukan lagi berdasar pada kebutuhan semata-mata, tetapi juga keinginan untuk
memuaskan kesenangan. Keinginan tersebut sering kali mendorong seseorang untuk
membeli barang yang sebenarnya tidak di butuhkan. Hal ini dapat terlihat dari
pembelian produk oleh konsumen yang bukan lagi untuk ememnuhi kebutuhan semata
tetapi juga untuk meniru orang lain yaitu agar mereka tidak berbeda dengan
anggota kelompoknya atau bahkan untuk menjaga agar tidak ketinggalan jaman.
Menurut Seogito (dalam Parma, 2007), perilaku konsumtif masyarakat indonesia
tergolong berlebihan jika dibandingkan dengan bangsa-bangsa di asia tenggara.
Keadaan ini dilihat dari rendahnya tingkat tabungan masyarakat indonesia
dibandingkan negara lain, seperti Malaysia, Philiphina dan Singapura. Hal ini
membuktikan bahwa masyarakat indonesia lebih senang menggunakan uang untuk
memenuhi kebutuhan yang tidak penting dengan berperilaku konsumtif atau hidup
dalam dunia konsumerisme yang menjadi syarat mutlak untuk kelangsungan status
dan gaya hidup. Hidup dalam dunia konsumerisme tidak pandang umur, jenis
kelamin, ataupun status sosial. Hasil penelitian Sriatmini tahun 2009 mengenai
Perilaku konsumtif remaja di SMAN se-Kota Malang serta implikasi bimbingan dan
konselingnya menunjukkan bahwa sangat banyak siswa di SMAN se-Kota Malang
(90,61%) menyatakan bahwa mereka berperilaku konsumtif yang berlebihan yaitu 7
membeli barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan.
Banyak siswa di SMAN se-Kota Malang menyatakan bahwa faktor lingkungan
(88,57%), faktor perbedaan individu (85,57%), pilihan penyalur (55,10%), waktu
pembelian (66,94%), menentukan pilihan yang rasional (57,14%), efisiensi dalam
berperilaku konsumtif (71,43%) mempengaruhi perilaku konsumtif mereka,
sedangkan cukup banyak siswa di SMAN se-Kota Malang juga meyatakan bahwa
pilihan produk (54,28%), pilihan merek (57,96%), jumlah pembelian (43,68%)
kurang mempengaruhi perilaku konsumtif mereka. Banyak siswa di SMAN se-Kota
Malang (79,60%) menyatakan melakukan tindakantindakan yang negatif seperti
meminjam uang, mencuri, memalak, menipu, berbohong, bahkan melakukan tindak
kekerasan terhadap orang lain hanya untuk memenuhi hasrat berbelanja
(Sriatmini, 2009). Keputusan pembelian yang didominasi oleh faktor emosi
menyebabkan timbulnya perilaku konsumtif. Hal ini dapat dibuktikan dalam
perilaku konsumtif yaitu perilaku membeli sesuatu yang belum tentu menjadi
kebutuhannya serta bukan menjadi prioritas utama dan menimbulkan pemborosan.
Seseorang dengan kepribadian ekstrovert lebih berpotensi memiliki perilaku konsumtif,
hal ini di karenakan seseorang dengan kepribadian ekstrovert merupakan
seseorang yang berorientasi keluar. Seseorang dengan kepribadian ekstrovert
menyukai kegiatang yang berhubungan dengan dunia luar sehingga pengaruh dari
luar juga banyak salah satunya pengaruhnya adalah dapat 8 mengakibatkan
seseorang berperilaku konsumtif, Karena adanya hubungan sosial yang sering,
maka kemungkinan untuk terpengaruh oleh dunia luarpun semakin besar. Dalam
penelitian ini, subjek yang di ambil adalah karyawati di kantor imigrasi di
Malang. Penelitian dilakukan di kantor imigrasi Malang dikarenakan banyaknya
wanita yang bekerja di instansi tersebut. Dari hasil observasi yang telah di
lakukan peneliti menemukan beberapa hal yakni karena para wanita yang memiliki
penghasilan sendiri dan adanya keinginan untuk selalu terlihat sempurna
sehingga tidak menutup kemungkinan wanita-wanita yang bekerja di kantor
imigrasi malang ini juga berperilaku konsumtif. Berdasarkan uraian diatas, maka
peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh kepribadian ekstrovert terhadap
perilaku konsumtif wanita karir di instansi pemerintah tersebut. 9 B. Rumusan
Masalah 1. Bagaimana kepribadian ekstrovert wanita karir di kantor Imigrasi
Malang? 2. Bagaimana perilaku konsumtif wanita karir di kantor Imigrasi Malang?
3. Apakah ada pengaruh kepribadian ekstrovert terhadap perilaku konsumtif
wanita karir di kantor Imigrasi Malang? C. Tujuan Penelitian yang di lakukan
bertujuan untuk : 1. Mengetahui bagaimana kepribadian ekstrovert wanita karir
di kantor Imigrasi Malang 2. Mengetahui tingkat perilaku konsumtif wanita karir
di kantor Imigrasi Malang 3. Mengetahui pengaruh kepribadian ekstrovert
terhadap perilaku konsumtif wanita karir di kantor Imigrasi Malang 10 D.
Manfaat Penelitian Dalama penelitian ini di harapkan bias bermanfaat bagi semua
pihak, khususnya bagi peneliti dan khalayak intelektual pada umumnya, bagi
pengembangan keilmuan baik dari aspek teoritis maupun praktis. Adapun manfaat
dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat teoritis Penelitian ini memberikan
informasi mengenai pengaruh kepribadian ekstrovert terhadap perilaku konsumtif
sekaligus sebagai masukan bagi ilmu psikologi. 2. Manfaat praktis Bagi remaja,
orang dewasa dan orang tua agar menyadari penyebab dan dampak dari perilaku
konsumtif sehingga dapat di ambil langkah preventif dan solusinya. 1 BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jung menyatakan, bahwa terdapat dua prinsip dan
aspek yang utuh dalam diri manusia, yaitu logos dan eros (kualitas kemanusiaan
yang bersifat universal). Logos adalah prinsip maskulin, prinsip maskulin
berorientasi agentic (pencapaian prestasi) dengan ciri-ciri rasio, berpikir
logika, member bentuk, susun keteraturan dan kembangkan kompetensi. Sedangkan
eros adalah prinsip feminine dalam kepribadian berorientasi komunal (memelihara
hubungan interpersonal) dengan cirri mengasuh, member cinta kasih, afeksi,
kepekaan dan emosi sosiabilitas. Seperti halnya wanita usia antara 25 – 35
tahun sangat rentan menjadi suka belanja atau berperilaku konsumtif, umumnya
mereka sudah bekerja dan memiliki penghasilan sendiri. Ditambah lagi, banyak
wanita lajang di usia tersebut, membuat kencenderungan untuk menghabiskan uang
demi memenuhi kesenangan pribadi. (Wittasari, 2008). Wanita karir adalah wanita
yang memiliki pekerjaan di luar rumah. Banyak di antara mereka yang juga
merangkap sebagai ibu rumah tangga. Berbagai alasan melatarbelakangi keinginan
mereka untuk berkarir di luar 2 rumah. Seperti ingin mendapatkan penghasilan
sendiri, membantu suami atau bahkan terlalu sayang untuk meninggalkan posisi
yang sudah nyaman ditempatnya bekerja (Ancok,2004). Wanita yang masih lajang
lebih bebas menggunakan pendapatannya dari hasil bekerja dibandingkan dengan
wanita bekerja yang sudah menikah, karena wanita yang sudah menikah lebih
banyak mempunyai tanggungan untuk rumah tangganya dibandingkan dengan wanita
karier yang masih lajang (Nurdjayadi, 2004). Pada kenyataannya, karena berpikir
bahwa mereka bebas untuk membelanjakan uangnya, wanita karier lajang ini
menjadi cenderung berperilaku konsumtif. Barang yang dibeli bukan lagi
berdasarkan pada apa yang menjadi kebutuhan tetapi lebih kepada kesenangan
pribadi. Tindakan ini lamalama bisa menjadi kompulsif dan tidak rasional.
Menurut Winardi dan Wirawan (dalam Farida, 2006) selain karena penghasilan, perilaku
konsumtif juga dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya karena faktor atau
pengaruh dari lingkungan (termasuk lingkungan tempat ia bekerja atau lingkungan
keluarga), kendali diri yang rendah, ada juga karena faktor psikologis (salah
satunya misalnya konsep diri), dan faktor situasional. Sedangkan menurut Shihab
(dalam Lina & Rasyid, 1997) juga mengatakan bahwa wanita biasanya lebih
cenderung berperilaku konsumtif kepada upaya merawat diri, kecantikan, dan mode
yang beraneka ragam. Gaya menjadi daya tarik bagi wanita karier karena gaya
berhubungan dengan penampilan dan mode, Karena itu sesuai dengan pendapat
Hurlock 3 (1996) yang mengatakan bahwa wanita menyadari penampilan fisik yang
menarik sangat membantu statusnya dalam bidang bisnis maupun dalam perkawinan.
Karena itu tidak mengherankan jika bagi beberapa wanita, gaya menjadi sangat
penting bagi penampilan mereka. Fungsi gaya sendiri di masyarakat adalah
sebagai nilai sosial dan simbol status, ikon dalam mengekspresikan identitas,
juga sebagai gaya hidup, Karena itu wanita karier lajang yang konsumtif
terhadap fashion tidak berpikir panjang atau cenderung boros ketika membeli
banyak barang atau produk fashion jika mereka menginginkannya, tanpa melihat
apakah barang tersebut adalah suatu kebutuhan atau hanya karena keinginan yang
sesaat. Selain itu perilaku konsumtif dapat menimbulkan beberapa dampak
negatif, yaitu pola hidup yang boros, kecemburuan sosial bagi mereka yang tidak
mampu, tidak bisa menabung, dan adanya kecenderungan untuk tidak memikirkan
kebutuhan yang akan datang karena uang yang ada sudah dihabiskan tanpa ada
perencanaan yang cermat. Perilaku konsumtif sering terjadi pada wanita karir
karena para wanita karir mempunyai kecenderungan untuk selalu memperhatikan
penampilannya dan dengan adanya factor mempunyai penghasilan sendiri maka para
wanita karir lebih leluasa menggunakan uangnya untuk memenuhi kebutuhannya
bahkan pemenuhan kebutuhan sering kali mengarah untuk pemenuhan kepuasan bukan
untuk pemenuhan kebutuhan yang benar-benar di perlukan. Eysenck (Alwisol
,2009:257) mengemukakan bahwa kepribadian ekstrovert adalah orang yang
pandangannya objektif dan tidak pribadi. 4 Sedangkan introvert adalah orang
yang pandangannya subjektif dan individualis. Orang introvert lebih menyukai kegiatan
yang sedikit membutuhkan hubungan social seperti membaca, olahraga soliter,
organisasi persaudaraan eksklusif. Sedangkan orang dengan kepribadian
ekstrovert memilih berpartisipasi dalam kegiatan bersama, pesta, hura-hura,
olahraga beregu. Kebanyakan orang mengenal istilah ekstrovert dan introvert
dari psikiater Swiss bernama C. G. Jung, seorang bekas murid Sigmund Freud.
Namun yang mengembangkan ekstrovert dan introvert lebih lanjut secara mendetail
adalah Eysenck sendiri (Eysenck, 1980 : 10). Eysenck melaksanakan
penyelidikannya yang pertama, yaitu variabel yang menggambarkan kontras antara
ekstroversi dan introversi (Suryabrata, 1983 : 346). Eysenck (dalam Aiken, 1993
: 86) mengkonsepkan kepribadian manusia dalam tiga faktor atau supertraits,
yaitu ekstroversion – introversion, stabilitas emosi dan ketidakstabilitasan
emosi (neurotisme), serta psikotisme. Pembahasan disini lebih menitikberatkan
pada ekstroversion – introversion. Ekstrovert dan introvert dipahami sebagai
dimensi yang bersambungan dari pada sebagai tipe dikotomi (Aiken, 1993 : 86).
Tipe kepribadian yang dirumuskan oleh Eysenck itu (dalam Hjelle dan Ziegler,
1991 : 281) lebih melihat pada perilaku yang tampak, yang merupakan kombinasi
dari dua tipe yang didiskusikan tersebut. Konsekuensinya adalah bahwa setiap
orang adalah ekstrovert dan introvert, dengan mayoritas orang lebih dekat ke
pusat kontinum, daripada ke kedua ekstrim (Eysenck, 1980 : 10). 5 Jung
mengatakan (dalam Hall dan Lindzey, 1978 : 125) bahwa ekstrovert adalah
kepribadian yang lebih dipengaruhi oleh dunia objektif, orientasinya terutama
tertuju ke luar. Pikiran, perasaan, serta tindakannya lebih banyak ditentukan
oleh lingkungan. Sedangkan ekstrovert menurut Eysenck, bahwa ekstrovert adalah
satu ujung dari dimensi kepribadian introversi – ekstroversi dengan
karakteristik watak peramah, suka bergaul, ramah, suka menurutkan kata hati,
dan suka mengambil resiko (Pervin, 1993 : 302) Dari beberapa teori diatas
Peneliti menyimpulkan bahwa ekstrovert adalah suatu tipe kepribadian berdasar
skap jiwa terhadap dunianya, yang merupakan satu ujung dari dimensi kepribadian
introversi – ekstroversi, yang dipengaruhi oleh dunia objektif, orientasinya
terutama tertuju ke luar. Pikiran, perasaan, dan tindaknnya lebih banyak
ditentukan oleh lingkungan. Engel (dalam mangkunegara,2002:3) mengemukakan
bahwa perilaku konsumtif dapat di definisikan sebagai tindakan-tindakan
individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh dan menggunakan
barang-barang jasa ekonomis termasuk pengambilan keputusan yang mendahului dan
menentukan tindakan-tindakan tersebut. Perilaku konsumtif bisa di lakukan oleh
siapa saja. Pendapat di atas berarti bahwa perilaku membeli yang berlebihan
tidak lagi mencerminkan usaha manusia untuk memanfaatkan uang secara ekonomis
namun perilaku konsumtif di jadikan sebagai suatu sarana untuk menghadirkan
diri dengan cara yang kurang tepat. Perilaku tersebut menggambarkan sesuatu
yang tidak rasional dan 6 bersifat kompulsif sehingga secara ekonomi
menimbulkan pemborosan dan efisiensi biaya. Sedangkan secara psikologis
menimbulkan kecemasan dan rasa tidak aman. Konsumen dalam membeli suatu produk
bukan lagi berdasar pada kebutuhan semata-mata, tetapi juga keinginan untuk
memuaskan kesenangan. Keinginan tersebut sering kali mendorong seseorang untuk
membeli barang yang sebenarnya tidak di butuhkan. Hal ini dapat terlihat dari
pembelian produk oleh konsumen yang bukan lagi untuk ememnuhi kebutuhan semata
tetapi juga untuk meniru orang lain yaitu agar mereka tidak berbeda dengan anggota
kelompoknya atau bahkan untuk menjaga agar tidak ketinggalan jaman. Menurut
Seogito (dalam Parma, 2007), perilaku konsumtif masyarakat indonesia tergolong
berlebihan jika dibandingkan dengan bangsa-bangsa di asia tenggara. Keadaan ini
dilihat dari rendahnya tingkat tabungan masyarakat indonesia dibandingkan
negara lain, seperti Malaysia, Philiphina dan Singapura. Hal ini membuktikan
bahwa masyarakat indonesia lebih senang menggunakan uang untuk memenuhi
kebutuhan yang tidak penting dengan berperilaku konsumtif atau hidup dalam
dunia konsumerisme yang menjadi syarat mutlak untuk kelangsungan status dan
gaya hidup. Hidup dalam dunia konsumerisme tidak pandang umur, jenis kelamin,
ataupun status sosial. Hasil penelitian Sriatmini tahun 2009 mengenai Perilaku
konsumtif remaja di SMAN se-Kota Malang serta implikasi bimbingan dan
konselingnya menunjukkan bahwa sangat banyak siswa di SMAN se-Kota Malang
(90,61%) menyatakan bahwa mereka berperilaku konsumtif yang berlebihan yaitu 7
membeli barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan.
Banyak siswa di SMAN se-Kota Malang menyatakan bahwa faktor lingkungan
(88,57%), faktor perbedaan individu (85,57%), pilihan penyalur (55,10%), waktu
pembelian (66,94%), menentukan pilihan yang rasional (57,14%), efisiensi dalam
berperilaku konsumtif (71,43%) mempengaruhi perilaku konsumtif mereka,
sedangkan cukup banyak siswa di SMAN se-Kota Malang juga meyatakan bahwa
pilihan produk (54,28%), pilihan merek (57,96%), jumlah pembelian (43,68%)
kurang mempengaruhi perilaku konsumtif mereka. Banyak siswa di SMAN se-Kota
Malang (79,60%) menyatakan melakukan tindakantindakan yang negatif seperti
meminjam uang, mencuri, memalak, menipu, berbohong, bahkan melakukan tindak
kekerasan terhadap orang lain hanya untuk memenuhi hasrat berbelanja
(Sriatmini, 2009). Keputusan pembelian yang didominasi oleh faktor emosi
menyebabkan timbulnya perilaku konsumtif. Hal ini dapat dibuktikan dalam
perilaku konsumtif yaitu perilaku membeli sesuatu yang belum tentu menjadi
kebutuhannya serta bukan menjadi prioritas utama dan menimbulkan pemborosan.
Seseorang dengan kepribadian ekstrovert lebih berpotensi memiliki perilaku
konsumtif, hal ini di karenakan seseorang dengan kepribadian ekstrovert
merupakan seseorang yang berorientasi keluar. Seseorang dengan kepribadian
ekstrovert menyukai kegiatang yang berhubungan dengan dunia luar sehingga
pengaruh dari luar juga banyak salah satunya pengaruhnya adalah dapat 8
mengakibatkan seseorang berperilaku konsumtif, Karena adanya hubungan sosial yang
sering, maka kemungkinan untuk terpengaruh oleh dunia luarpun semakin besar.
Dalam penelitian ini, subjek yang di ambil adalah karyawati di kantor imigrasi
di Malang. Penelitian dilakukan di kantor imigrasi Malang dikarenakan banyaknya
wanita yang bekerja di instansi tersebut. Dari hasil observasi yang telah di
lakukan peneliti menemukan beberapa hal yakni karena para wanita yang memiliki
penghasilan sendiri dan adanya keinginan untuk selalu terlihat sempurna
sehingga tidak menutup kemungkinan wanita-wanita yang bekerja di kantor
imigrasi malang ini juga berperilaku konsumtif. Berdasarkan uraian diatas, maka
peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh kepribadian ekstrovert terhadap
perilaku konsumtif wanita karir di instansi pemerintah tersebut. 9 B. Rumusan
Masalah 1. Bagaimana kepribadian ekstrovert wanita karir di kantor Imigrasi
Malang? 2. Bagaimana perilaku konsumtif wanita karir di kantor Imigrasi Malang?
3. Apakah ada pengaruh kepribadian ekstrovert terhadap perilaku konsumtif
wanita karir di kantor Imigrasi Malang? C. Tujuan Penelitian yang di lakukan
bertujuan untuk : 1. Mengetahui bagaimana kepribadian ekstrovert wanita karir
di kantor Imigrasi Malang 2. Mengetahui tingkat perilaku konsumtif wanita karir
di kantor Imigrasi Malang 3. Mengetahui pengaruh kepribadian ekstrovert
terhadap perilaku konsumtif wanita karir di kantor Imigrasi Malang 10 D.
Manfaat Penelitian Dalama penelitian ini di harapkan bias bermanfaat bagi semua
pihak, khususnya bagi peneliti dan khalayak intelektual pada umumnya, bagi pengembangan
keilmuan baik dari aspek teoritis maupun praktis. Adapun manfaat dari
penelitian ini adalah: 1. Manfaat teoritis Penelitian ini memberikan informasi
mengenai pengaruh kepribadian ekstrovert terhadap perilaku konsumtif sekaligus
sebagai masukan bagi ilmu psikologi. 2. Manfaat praktis Bagi remaja, orang
dewasa dan orang tua agar menyadari penyebab dan dampak dari perilaku konsumtif
sehingga dapat di ambil langkah preventif dan solusinya
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" :Pengaruh kepribadian ekstrovert terhadap perilaku konsumtif wanita karir di Kantor Imigrasi Malan" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment