Jasa Pembuatan Skripsi

Jasa Pembuatan Skripsi
Jasa Pembuatan Skripsi

Tuesday, June 13, 2017

Jasa Buat Skripsi: download Skripsi Psikologi:Hubungan adversity quotient dengan motivasi belajar siswa kelas XI IPS dan bahasa pada mata pelajaran matematika di SMA Takhassus al-Quran Wonosobo

Abstract

INDONESIA:
Untuk mencapai kesuksesan dalam hidup ditentukan oleh adversity quotient. Stoltz (2007 : 12) mengatakan adversity quotient merupakan factor yang terpenting dalam meraih kesuksesan dengan tetap berpegang teguh pada prinsip dan cita-citanya. Sehingga seseorang yang mempunyai adversity quotient tinggi ialah individu yang merasa optimis, teguh, memiliki motivasi yang tinggi dan memiliki mental bertahan yang baik saat menghadapi kesulitan. Hal ini penting bila dikaitkan sebagai unsur pendorong belajar siswa dalam mempelajari matematika karena mayoritas siswa mengaku enggan belajar matematika karena menganggap pelajaran matematika memiliki tingkat kesulitan yang relatif tinggi dibandingkan pelajaran yang lain. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Takhassus Al-Qur’an, Kabupaten Wonosobo untuk mengetahui Hubungan Adversity Quotient dengan Motivasi Belajar siswa kelas XI IPS dan bahasa dalam mata pelajaran matematika. Tujuan penelitian ini untuk membuktikan apakah ada hubungan antara Adversity Quotient dengan Motivasi Belajar siswa dalam mempelajari matematika.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Variabel bebas (X) adversity quotient dan variabel terikatnya (Y) motivasi belajar. Subjek penelitian berjumlah 82 responden. Sampel dalam penelitian ini diambil mengunakan teknik purposive random sampling. Pengambilan data menggunakan dua skala berbentuk likert, dilengkapi dengan metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Uji validitas menggunakan rumus product moment dan uji reliabilitas menggunakan rumus alpha cronbach. Sedangkan metode analisis data menggunakan rumus correlation. Dengan bantuan SPSS versi 16.0 for Windows.
Hasil penelitian menunjukkan 66% (54 siswa) mempunyai tingkat adversity quotient tinggi dan 34% (28 siswa) sedang. Kemudian terdapat 59% (48 siswa) mempunyai tingkat motivasi belajar tinggi dan 41% (34 siswa) sedang. Adapun korelasinya, menunjukkan terdapat hubungan positif yang sangat signifikan dengan nilai (r 0,548 ; sig < 0,01) atau taraf signifikansi 1% antara adversity quotient dengan motivasi belajar.
ENGLISH:
For achieving successful in life is determined by adversity quotient. Stoltz (2007 : 12) said : adversity quotientis the most important factorin order to achieving successful by stay hold on its principles and ambition. Someone who has high adversity quotientis optimistic person, firm, high motivation and have good defence mental while faced difficulty. Itis important if connectedas student’s learning supportin learn mathematics because most of students revealed that they lazy to learn mathematics because they think that mathematics has high level difficulty than another subject. This research have done in Takhassus Al-Qur’an senior high school, Wonosobo district in order to know the Correlation between Adversity Quotient with Eleven grade student’s learning motivation at Social and Language class in Mathematics Subject. This research purpose is to proove is there any correlation between Adversity Quotient with Student’s Learning Motivation in learn mathematics.
This research use kuantitatif method. The independent variable (X) is adversity quotient and the dependent variable (Y) is learning motivation. research subjects was 82 respondents. The example session in this research has taken by purposive random sampling method. The method of collecting data is using two scales formed likert, completed by observation method, interview, and documentation. The validity test use product moment formula and reliability test use alpha cronbach formula. The data analytic method use correlation formula help by SPSS 16.0 for windows
The research result showed that 66% (54 students) have high level of adversity quotient and 34% (28 students) have medium level of adversity quotient. Then there is any 59% (48 students) have high level of learning motivation and 41% (34 students) have medium level of learning motivation. And about the correlation showed that there is very significant positive correlation with its point (r 0,548 ; sig < 0,01) or significant level 1% between adversity quotient with learning motivation.

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Globalisasi telah menciptakan lingkungan yang penuh dengan persaingan yang terjadi dalam dunia industri, teknologi transportasi dan telekomunikasi bahkan dalam dunia pendidikan. Khususnya Indonesia yang masih merupakan negara berkembang sehingga untuk memajukannya perlu pembangunan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Oleh karena itu pemerintah masih sangat perlu memberi perhatian khusus, terlebih dalam bidang pendidikan agar diharapkan nantinya dapat menciptakan pribadi-pribadi yang berkarakter tangguh. Hal ini sesuai dengan UUD 1945 (2004 : 28) tentang pendidikan dan kebudayaan, yakni: "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang- undang". Untuk itu pemerintah melakukan evaluasi pembelajaran setiap tahunnya di seluruh indonesia dengan dilaksanakannya Ujian Nasional (UN) sebagai syarat kelulusan siswa. Dengan standar nilai kelulusan peserta Ujian Nasional (UN) yang semakin tahun semakin naik untuk standar nilainya dan tahun ajaran 2011/2012 sama dengan tahun lalu yakni 5,5 untuk semua mata pelajaran yang diujikan (dikutip dalam, http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/beritapendidikan/12/03/11/m 0oyym-55-nilai-standar-kelulusan-ujian-nasional, dikses tanggal 2 Mei 2012). 2 Dibandingkan dengan beberapa mata pelajaran yang lain, pelajaran matematika sering dianggap hal yang menyeramkan yang menghinggapi perasaan siswa di sekolah mulai dari tingkat SD sampai dengan SMA. Dan untuk mayoritas siswa di sekolah mengeluhkan soal pelajaran matematika. Mereka menganggap matematika sebagai pelajaran sulit dan membinggungkan. Padahal, munculnya anggapan tersebut pada dasarnya karena kurangnya motivasi dalam diri siswa untuk mempelajari matematika. Mahi (2007 :14) menyebutkan bahwa munculnya fobia matematika disebabkan oleh sugesti yang tertanam dalam benak seorang anak bahwa matematika itu sulit dan ugesti tersebut muncul dari orang-orang sekitar yang mengatakan matematika itu sulit yang membuat tak jarang memunculkan tekanan (stressor) ataupun masalah tersendiri bagi siswa saat mereka mempelajari matematika. Sehingga kemampuan siswa dalam memaksimalkan potensi yang dimilikinya sangat dibutuhkan untuk memperoleh prestasi yang bagus. Karena tidak banyak orang mengerti bahwa kesulitan yang datang sebenarnya dapat menjadi peluang untuk dirinya, asalkan seseorang tersebut bersedia bangkit dan belajar dari setiap kegagalannya untuk terus maju menuju keberhasilan yang diinginkannya. Setiap siswa mampu memaksimalkan potensi yang dimilikinya dengan semangat belajar yang tinggi, maka pelajaran matematika yang mereka anggap susah akan menjadi lebih mudah. Carol Dweek, (dalam Stoltz, 2007 : 95) membuktikan bahwa anak-anak yang merespon secara optimis akan banyak belajar dan lebih berprestasi dibandingkan dengan 3 anak-anak yang memiliki pola pesimistik. Dan Stoltz (2007: 18) berpendapat bahwa pada dasarnya setiap orang memendam hasrat untuk mencapai kesuksesan, tidak terkecuali bagi siswa yang juga ingin mendapatkan prestasi belajar tinggi. Paul Stoltz (2007 : 08) menjelaskan bahwa untuk mencapai suksesnya pekerjaan dan hidup terutama ditentukan oleh adversity quotient. Sebab adversity quotient dapat digunakan untuk membantu individu-individu dalam memperkuat kemampuan dan ketekunan dalam menghadapi berbagai tantangan hidup sehari-hari yang harus dihadapi dengan tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip dan cita-citanya (Stoltz, 2007 : 12), dan ia juga mengunggkapkan bahwa konsep adversity quotient, merupakan factor yang terpenting dalam meraih kesuksesan karena seseorang dengan adversity quotient tinggi yaitu individu yang merasa teguh, optimis, memiliki motivasi yang baik dan memiliki kemampuan bertahan saat menghadapi kesulitan yang dialaminya. Permasalahan yang dimiliki setiap orang sangatlah bervariatif dan unik, dimana setiap situasi akan memunculkan tegangan, tantangan dan cara penyelesaian yang berbeda-beda. Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang sempurna karena ia memiliki potensi-potensi hebat yang tidak dimiliki oleh seluruh makhluk hidup lainnya. Salah satunya ialah dengan adversity quotient yang merupakan suatu potensi luar biasa yang dimilikinya, dimana dengan potensi tersebut seseorang dapat mengubah hambatan menjadi peluang. 4 Tidak banyak orang yang menyadari bahwa masalah yang dihadapi sebenarnya dapat menjadi peluang kesuksesan untuk dirinya, asalkan seseorang tersebut bersedia bangkit dan belajar dari setiap kegagalannya untuk terus maju menuju keberhasilan yang diinginkannya. Karena dengan belajar, manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya terus berkembang. Dan semua aktivitas dan prestasi hidup manusia tak lain adalah hasil dari belajar. (Soemanto, 2006 : 104) Motivasi memiliki peranan yang sangat penting dalam setiap aktifitas belajar khususnya bagi tiap individu dalam dunia pendidikan. Sukses tidaknya suatu lembaga pendidikan dalam mencetak siswa yang berprestasi tergantung seberapa besar motivasi siswa dalam menjalani proses belajar. Para siwa sekolah yang senantiasa ingin berhasil memperoleh prestasi belajar yang tinggi dalam nilai pelajaran di setiap mata pelajaran tidaklah mudah. Sangat perlu adanya motivasi yang kuat dalam proses belajar, sebab seseorang yang tidak memiliki motivasi dalam belajar tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar dengan baik. Karena motivasi belajar merupakan factor psikis yang bersifat non intelektual guna menimbulkan gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar, sehingga siswa yang memiliki motivasi kuat, akan mempunyai banyak energi unuk melakukan kegiatan belajar (Sardiman, 1994 : 75 ). 5 Siswa sebagai individu yang dinamis menempati posisi penting dalam proses belajarnya, karena keberhasilan siswa dalam prestasinya akan memberikan perasaan bahagia dan kepuasan. Rasa bahagia dan puas akan membuat dirinya mampu untuk meningkatkan potensi yang ada. Tanpa adanya motivasi belajar yang tinggi maka proses belajar mengajar akan kurang sehingga mempengaruhi nilai dari hasil prestasi tersebut. Dan motivasi merupakan pendorong siswa dalam belajar. Karena keberadaanya sangat berarti bagi perbuatan belajar. Selain itu motivasi merupakan pengarah untuk perbuatan belajar kepada tujuan yang jelas yang diharapkan dapat dicapai (Uno, 2011 : 23). Oleh sebab itu, motivasi tidak dapat dipisahkan dari aktivitas belajar siswa. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Siddiqiyah (2007), menunjukkan bahwa adanya hubungan positif antara adversity quotient dengan motivasi berprestasi, sehingga dapat dikatakan siswa yang mempunyai adversity quotient tinggi akan berusaha untuk menyelesaikan tugas dengan baik, sehingga diperoleh prestasi belajar yang baik pula. Dan seperti halnya penelitian yang dilakukan oleh Nanang Saifurrijal (2010) tentang “Hubungan Antara Motivasi Belajar dengan Prestasi Belajar” membuktikan bahwa motivasi belajar yang tinggi memberi hubungan yang positif tinggi dalam menentukan hasil prestasi belajar siswa. Schab (dalam Endang, et al, 2010 : 3), mengatakan bahwa siswa lebih sering menyontek pada pelajaran matematika dan ilmu alam/ ilmu pasti dibandingkan pada pelajaran lain. Hal ini diperkuat berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Endang Sri Indarwati, et al, (2010) tentang 6 “Hubungan Antara Adversity Intelligence dengan Intensitas Menyontek Dalam Pelajaran Matematika” diketahui bahwa semakin tinggi adversity intelligence maka intensi menyontek dalam pelajaran matematika semakin rendah, dan sebaliknya semakin rendah adversity intelligence maka intensi menyontek dalam pelajaran matematika semakin tinggi. Menurut ja’far (2009) Saat ini fakta yang menunjukkan, tidak sedikit siswa sekolah yang kurang minat dalam belajar matematika sehingga motivasi belajarnya menjadi rendah karena mereka masih mengganggap matematika adalah pelajaran yang membuat “stres”, membuat pikiran binggung, ilmu yang membosankan, dan cenderung hanya mengotak-atik rumus yang tidak berguna dalam kehidupan. Akibatnya matematika dipandang sebagai ilmu yang tidak perlu dipelajari dan dapat diabaikan. Selain itu hal ini didukung dengan pembelajaran di sekolah yang masih hanya berorientasi pada pengerjaan soal-soal latihan saja, hampir belum pernah proses pembelajaran matematika dikaitkan langsung dengan kehidupan nyata. Nawangsari (dalam Endang,et al, 2010 : 4), mengemukakan bahwa matematika merupakan ilmu pengetahuan dasar yang melandasi semua disiplin ilmu, baik ilmu eksakta maupun ilmu sosial. Menurut Kementrian dan Kebudayaan (5 Oktober 2011) bahwa secara umum tujuan diberikannya matematika di sekolah karena siswa memerlukan matematika untuk memenuhi kebutuhan praktis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, dapat berhitung, dapat menghitung isi dan berat, dapat mengumpulkan, mengolah, menyajikan dan menafsirkan 7 data, dapat menggunakan kalkulator dan komputer. Selain itu, agar mampu mengikuti pelajaran matematika lebih lanjut, membantu memahami bidang studi lain seperti fisika, kimia, arsitektur, farmasi, geografi, ekonomi, dan sebagainya, dan agar para siswa dapat berpikir logis, kritis, dan praktis, serta bersikap positif dan berjiwa kreatif. (dikutip dalam http://p4tkmatematika.org/2011/10/peran-fungsi-tujuan-dan-karakteristikmatematika-sekolah/, diakses tanggal 30 Juni 2012). Berdasarkan wawancara informal (05 Maret 2012) yang dilakukan peneliti pada guru Bimbingan Konseling (BK) bahwasannya para murid banyak yang mempunyai pemasalahan dalah hal motivasi belajar, khususnya di kelas IPA dalam permasalahan mata pelajaran matematika. Beberapa siswa mengeluh pada guru BK karena nilai pelajaran matematikanya masih remidi, padahal siswa tersebut telah rajin belajar tetapi dalam memahami pelajaran matematika masih dirasakan susah. Harusnya murid kelas IPA lebih mampu menguasai pelajran-pelajaran di bidang eksak (ilmu alam) khususnya dengan mata pelajaran matematika dibandingkan kelas IPS dan bahasa. Namun justru kelas IPS dan bahasa yang kurang minat dengan matematika memperoleh nilai yang bagus bahkan setiap tahunnya kelas IPS dan bahasa lulus 100% dari pada kelas IPA yang sering tidak lulus di pelajaran matematika. Terlebih tahun kemarin bayak siswa kelas IPA yang tidak lulus Ujian Nasional (UN) di mata pelajaran matematika. 8 Kemudian peneliti melakukan wawancara informal terhadap guru Matematika untuk jurusan IPA (05 April 2012) bahwasannya para siswa mempunyai motivasi yang cukup tinggi dalam belajar pada pelajaran matematika karena meskipun guru berhalangan masuk kelas tetapi mereka tetap didalam kelas untuk belajar sendiri, terlihat didalam kelas untuk siswa IPA sedang berlatih mengerjakan soal LKS (Lembar Keja Siswa) serta ada juga yang membaca buku dan belajar berkelompok. Selanjutnya peneliti melakukan wawancara pada guru matematika untuk jurusan IPS dan bahasa (09 April 2012) bahwasannya untuk siswa IPS dan bahasa dalam mengajar menggunakan metode yang lebih sabar terlebih untuk jurusan bahasa lebih telaten karena guru menyadari bahwa mereka tidak terlalu minat dengan pelajaran matematika sehingga jika ada murid yang kurang faham dalam materi matematika maka guru akan memberi waktu untuk murid belajar matematika dengan guru pengampu matematika diluar jam pelajaran. Untuk anak sosoial diberikan materi matematika dasar di banding matematika anak eksak. Meskipun materinya tidak sesulit anak IPA tetap saja cara mengajar anak IPS dan bahasa lebih sabar dan untungnya mereka dapat memperoleh nilai matematika yang stabil bagus, jikapun ada yang kurang dari nilai standar maka guru akan melakukan ujian ulang (remidi). Diperkuat dengan hasil polling sementara yang peneliti lakukan dengan cara mengambil satu kelas perjurusan (06 April 2012) diperoleh hasil pada kelas XI untuk jurusan IPA 46%, IPS 59% dan Bahasa 72% tidak menyukai pelajaran matematika. Kemudian peneliti melakukan 9 wawancara informal pada beberapa siswa (10 April 2012) dari jurusan IPA yang menjawab suka dengan hitungan, meskipun untuk pelajaran matematika semakin lama semakin sulit tetapi tetap harus rajin belajar dan berlatih mengerjakan soal, misal kurang faham dengan keterangan guru maka akan tanya pada guru atau akan belajar dengan teman atau belajar mengulang soal matematika sendiri karena siswa sadar bahwa setiap pelajaran dikelas IPA berdasarkan hitungan jadi ia harus bisa dalam mata pelajaran matematika sebagai modal awal untuk belajar pelajaran kimia dan fisika. Dilanjut wawancara peneliti dengan siswa IPS dan bahasa yang jawaban mereka tidak berbeda jauh, bahwasannya para siswa sosial masuk kelas IPS dan bahasa karena kurang menyukai pelajaran matematika dengan alasan terlalu banyak rumus, susah dipahami dan sangat membosankan. Misal kurang faham saat pelajaran matematika, mereka malas bertanya sama guru. Kecuali jika ada PR (Pekerjaan Rumah) barulah mereka kerjakan bersama teman. Mereka juga menjawab untuk nilai pelajaran matematika standarnya saja tidak mentarget harus bagus yang penting tidak sampai ujian ulang (remidi) itu sudah cukup. Melalui observasi yang peneliti lakukan ada yang keluar kelas saat pergantian jam pelajaran, ataupun jam pelajaran kosong karena guru berhalangan masuk kelas, ada juga yang kekantin dan duduk-duduk diluar kelas sambil bercanda satu sama lain. Kemudian peneliti melanjutkan observasi ke pondok yang tidak jauh dari lokasi sekolah karena kebanyak dari siswa-siwi SMA Takhassus Al-qur’an adalah seorang santri. Setiap 10 hari mereka mempunyai jadwal khusus yang ada dipondok untuk digunakan sebagai jam belajar. Antara jam 21.00 sampai 22.00 WIB mereka manfaatkan untuk mengerjakan tugas sekolah, belajar sendiri ataupun belajar berkelompok namun kebanyakan dari mereka yang tidur dan tidak belajar dengan alasan lelah karena aktifitas yang telah dilakukkannya seharian. Berdasarkan fenomena diatas, ternyata ada fakta yang kurang mendukung teori dari Stolzt (2007 : 8) yang menyebutkan bahwa adversity quotient merupakan kecerdasan seseorang dalam menghadapi kesulitan dengan memaksimalkan seluruh potensi yang dimikinya untuk mewujudkan cita-citanya, namun justru terdapat siswa kelas sosial (IPS dan bahasa) yang kurang minat dengan pelajaran matematika tetapi dapat memperoleh hasil nilai yang cukup bagus hanya karena tidak ingin mengikuti ujian ulang (remidi). Sehingga peneliti tertarik untuk mengetahui seberapa besar hubungan “Hubungan Adversity Quotient dengan Motivasi Belajar siswa kelas XI IPS dan Bahasa pada mata pelajaran Matematika di SMA Takhassus Al-Qur’an Wonosobo”. Guna membuktikan apakah ada hubungan positif dalam kaitannya motivasi belajar siswa untuk belajar mata pelajaran matematika, yaitu karena adanya faktor dari adversity quotient sebagai pendukung yang memaksimalkan potensi belajar matematika yang dimiliki siswa sehingga meskipun mengaku kurang suka dengan pelajaran matematika tetapi berusaha berjuang dan rajin dalam belajarnya guna memperoleh nilai yang bagus sesuai nilai standar yang telah ditentukan dari sekolah. 11 B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana tingkat adversity quotient siswa kelas XI IPS dan bahasa di SMA Takhassus Al-Qur’an Wonosobo? 2. Bagaimana tingkat motivasi belajar siswa kelas XI IPS dan bahasa di SMA Takhassus Al-Qur’an Wonosobo ? 3. Adakah hubungan antara tingkat adversity quotient dengan motivasi belajar siswa kelas XI IPS dan bahasa pada mata pelajaran matematika di SMA Takhassus Al-Qur’an Wonosobo? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalahan yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan yang ingin dicapai adalah: 1. Untuk mengetahui tingkat adversity quotient siswa kelas XI IPS dan bahasa di SMA Takhassus Al-Qur’an Wonosobo. 2. Untuk mengetahui tingkat motivasi belajar siswa kelas XI IPS dan bahasa di SMA Takhassus Al-Qur’an Wonosobo. 3. Untuk mengetahui hubungan tingkat adversity quotient dengan motivasi belajar siswa kelas XI IPS dan bahasa pada mata pelajaran matematika di SMA Takhassus Al-Qur’an Wonosobo. 12 D. Manfaat Penelitian Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yakni: 1. Secara Teoritis Dapat memberikan tambahan pemikiran terhadap perkembangan teori keilmuan psikologi sekaligus sebagai acuan penelitian selanjutnya dan menambah khazanah keilmuan baik dalam psikologi ataupun pendidikan. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Lembaga (Sekolah) Dapat digunakan sebagai wawasan atau sumbagan informasi bagi dunia pendidikan khususnya dilingkungan SMA Takhassus AlQur’an Wonosobo mengenai masalah-masalah yang dihadapi oleh peserta didiknya dan mengetahui motivasi belajar para siswa di sekolah. b. Bagi Peneliti Sebagai pengalaman dan menambahan pengetahuan dalam aplikasi ilmu yang telah diperoleh serta mengetahui gambaran umum mengenai hubungan antara adversity quotient dengan motivasi belajar siswa pada mata pelajaran matematika. c. Bagi Subjek Agar subjek mengetahui ukuran tingkat adversity quotient dan dapat memahami motivasi belajarnya.


Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" :  Hubungan adversity quotient dengan motivasi belajar siswa kelas XI IPS dan bahasa pada mata pelajaran matematika di SMA Takhassus al-Quran Wonosobo" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD

Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment