Abstract
INDONESIA :
Keluarga merupakan lembaga sosial yang paling dekat dengan anak. Secara garis besar keluarga mempunyai fungsi sosial, ekonomi, edukatif dan religi. Berbagai fungsi tersebut nampaknya belum bisa dilaksanakan dengan baik oleh keluarga khususnya para orang tua. Hal demikian ditandai dengan adanya berbagai permasalahan yang terjadi di tengah kehidupan bermasyarakat seperti tindak kriminal, hubungan seksual pranikah, pecandu narkoba serta permasalahan- permasalahan lainnya yang sangat meresahkan masyarakat. Sebagai pendidik yang pertama dan utama, sudah seharusnya para orang tua memberikan pendampingan dan dorongan baik secara finansial, material maupun spiritual terhadap semua aktivitas anak. Semuanya diarahkan dalam rangka membentuk jiwa anak yang utuh baik secara fisik maupun psikis yang kelak akan sangat dibutuhkan dalam kehidupan mereka pada masa yang akan datang.
Penelitian ini berusaha menemukan Peran Keluarga dalam Membentuk Jiwa Keagamaan Anak di Masyarakat Desa Mangunan Kecamatan Udanawu Kabupaten Blitar yang secara spesifik tercermin dalam empat rumusan masalah, yaitu: (1) Bagaimana kondisi jiwa keagamaan anak di masyarakat Desa Mangunan? (2) Bagaimana problematika perkembangan jiwa keagamaan anak di masyarakat Desa Mangunan? (3) Faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan jiwa keagamaan anak di masyarakat Desa Mangunan? (4) Bagaimana peran keluarga dalam membentuk jiwa keagamaan di masyarakat Desa Mangunan?
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu: (1) Mendeskripsikan kondisi jiwa keagamaan anak di masyarakat Desa Mangunan? (2) Memetakan problematika perkembangan jiwa keagamaan anak di masyarakat Desa Mangunan? (3) Menganalisis berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan jiwa keagamaan anak di masyarakat Desa Mangunan? (4) Menemukan peran keluarga dalam membentuk jiwa keagamaan di masyarakat Desa Mangunan?
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan menggunakan desain penelitian studi kasus di masyarakat Desa Mangunan Kecamatan Udanawu Kabupaten Blitar. Data penelitian diperoleh melalui: pengamatan terlibat (participant observation), wawancara mendalam (indepth interview), dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan empat tahapan, yaitu: (1) Tahap Pengumpulan Data, (2) Tahap Reduksi Data, (3) Tahap Display Data dan (4) Tahap Kesimpulan atau Ferivikasi. Sedangkan untuk memperoleh keabsahan data dilakukan dengan cara: (1) Uji Kredibilitas, (2) Uji Dependabilitas dan (3) Uji Konfirmabilitas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembentukan jiwa keagamaan di beberapa keluarga masyarakat Desa Mangunan belum dapat dilakukan secara maksimal. Adapun hasil temuan penelitiannya sebagai berikut: (1) Masyarakat desa Mangunan secara historis termasuk masyarakat yang agamis. Namun demikian, terdapat realitas yang cukup memprihatinkan dimana masih banyak perilaku yang menyimpang dari norma ajaran agama dan tatanan sosial seperti mabuk-mabukan, hamil di luar nikah, nikah muda kemudian cerai dan sebagainya. (2) Problematika perkembangan jiwa keagamaan anak di desa Mangunan sebagai berikut: (a) Adanya kesalahan pola asuh (mall adjusment) dalam keluarga, (b) Tidak adanya sistem modeling dari orang tua dan (c) Pola komunikasi yang tidak terjalin dengan baik. (3) Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan jiwa keagamaan anak di Desa Mangunan sebagai berikut: (a) Tingkat usia anak, (b) Tingkat ekonomi dan pendidikan orang tua, (c) Lingkungan keluarga, (d) Lingkungan pergaulan anak (e) Lemahnya kontrol dan sanksi dari masyarakat dan aparat terkait. (4) Berbagai peran yang telah dilakukan oleh para orang tua dalam membentuk jiwa agama anak di masyarakat Desa Mangunan antara lain: (a) Menanamkan nilai-nilai agama pada anak sejak dini, yaitu sejak anak baru lahir bahkan ketika anak masih dalam kandungan. (b) Menyekolahkan anak-anaknya di lembaga pendidikan yang bernafaskan Islam dengan harapan agar anak dapat berpikir, bersikap dan berperilaku yang islami, dan (c) Melakukan pendampingan dan bimbingan pada setiap aktivitas anak agar jiwa agama dapat tumbuh dengan baik. Dengan demikian, diharapkan anak akan tumbuh menjadi pribadi yang matang, baik secara fisik maupun psikis.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Keluarga merupakan lembaga sosial yang paling
dekat dengan anak. Secara garis besar keluarga mempunyai fungsi sosial,
ekonomi, fungsi edukatif dan fungsi religi. Berbagai fungsi tersebut tetap
berlangsung hingga saat ini, karena ternyata belum ada lembaga tertentu yang
mampu menggantikan peran keluarga secara penuh seperti fungsi-fungsi keluarga
pada umumnya. Hal tersebut tidak hanya dirasakan oleh manusia dewasa saja
tetapi juga dirasakan oleh anak-anak. 1 Bagi anak, keluarga merupakan suatu
komunitas terkecil dimana dia dibesarkan dan belajar berperilaku. Keluarga juga
merupakan lembaga primer yang tidak tergantikan. Sebuah keluarga sangat
berperan dalam proses pengenalan anak pada masa awal perkembangannya sehingga
perilaku, kepribadian dan sifat seorang anak tidak akan jauh dari perilaku,
kepribadian dan sifat dari anggota keluarga yang lain, baik itu orang tua,
saudara maupun orang-orang terdekatnya. 2 Karena keluarga merupakan bagian dari
anak-anak yang paling dekat, maka tidak mengherankan jika permasalahan yang
terjadi seperti tindak kriminal, hubungan seksual pranikah, narkoba serta
permasalahan- 1 Mulyono dan Latipun, Kesehatan Mental Konsep dan Penerapannya,
UMM Malang, 2001, hlm. 16 2 Jalaludin, Psikologi Agama, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2005. hlm. 248 2 permasalahan di sekolah maupun di masyarakat umum
dapat terjadi akibat kekecewaan anak terhadap keluarga. Hal tersebut
menyebabkan anak mencari kepuasan diri di luar rumah yang terkadang malah
menjerumuskan mereka ke dalam lembah kenistaan yang dapat merugikan keluarga
dan khususnya diri mereka sendiri. Untuk mewujudkan suatu keluarga yang tentram
(sakinah), penuh cinta (mawaddah) dan kasih sayang (rahmah), maka diperlukan
adanya tatanan nilai yang mengatur dan mengikat hubungan di antara anggota
keluarganya. Nilai-nilai tersebut bisa berasal dari ajaran agama ataupun atau
adat-istiadat yang menjadi keyakinan dan dilaksanakan dengan sungguhsungguh oleh
para anggota keluarga. Terkait dengan peran agama sebagai sumber nilai yang
mengikat kehidupan dalam keluarga, Harun Nasution berpendapat bahwa agama
sebenarnya mengandung arti sebuah ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi
manusia. Ikatan dimaksud berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari
manusia sebagai kekuatan gaib yang tidak dapat ditangkap dengan panca indera,
namun mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap kehidupan manusia
sehari-hari. 3 Berkaitan dengan hal tersebut, peran agama dalam kehidupan
manusia secara umum dan dalam sebuah keluarga secara khusus memiliki peranan
yang sangat penting. Harmonisasi suatu masyarakat/ keluarga akan tetap terjaga
apabila para anggotanya berperilaku sesuai dengan aturan agama yang 3 Harun
Nasution, Filsafat Mistisisme dalam Islam, Bulan Bintang, Surabaya, 1974. hlm.
10 3 menjadi sumber keyakinan mereka. Dalam hal ini, agama menjadi barometer
utama dari setiap perilaku yang ditunjukkan oleh para anggota masyarakat/
keluarga tersebut. Agama masuk ke dalam kepribadian anak bersamaan dengan
pertumbuhan kepribadiannya yaitu sejak anak tersebut dilahirkan bahkan sejak
dalam kandungan. Anak mulai mengenal Tuhan melalui lingkungan keluarga dan
lingkungan tempat tinggalnya. Oleh karena itu, pengalaman keagamaan dari
keluarga akan menjadi landasan anak dalam memahami ajaran-ajaran agama di masa
yang akan datang. Perkembangan agama pada anak dapat terjadi melalui pengalaman
hidupnya sejak kecil yaitu dari dalam keluarga, sekolah dan masyarakat dimana
dia tinggal. Semakin banyak pengalaman agama seseorang maka semakin banyak pula
unsur keagamaan yang dia terima sehingga tidak jarang sikap, tindakan, kelakuan
dan caranya memandang hidup akan sesuai dengan ajaran agama yang di anutnya 4 .
Selain itu, keluarga khususnya orang tua memegang peranan yang cukup penting
dalam usaha meningkatkan prestasi anak-anaknya. Keluarga atau orang tua adalah
lingkungan yang pertama kali dikenal anak dan utama bagi pertumbuhan dan
perkembangan diri setiap anak 5 . Tugas orang tua yang paling bermakna dan
paling penting di dunia ini adalah menciptakan keturunan yang dapat dibanggakan
bagi orang tua maupun agama dan bangsa 4 Fuad Kauma, Buah Hati Rasullullah
(Mengasuh Anak Cara Nabi), Jakarta, Hikmah, 2003, hlm. 2 5 Kartini Kartono,
Peranan Keluarga Memandu Anak,Gramedia, Jakarta,1985, hlm 5 4 dan tidak ada
kebahagiaan yang paling abadi selain kebahagiaan melihat keberhasilan mendidik
anak. Hal ini merupakan pekerjaan yang membutuhkan waktu, tenaga dan pikiran
yang berlangsung sepanjang hidup manusia. Selain membutuhkan waktu, tenaga dan
pikiran yang tidak terbatas, mendidik anak merupakan sebuah penghargaan yang
berlangsung sepanjang hidup seseorang. Oleh karena itu, menjadi orang tua bisa
dikatakan susahsusah senang. Susah jika anak tersebut tidak mampu membaca
situasi di sekelilingnya sehingga anak menjadi anak yang kurang bisa
menyesuaikan dengan lingkungannya. Sebaliknya, orang tua akan merasa senang
jika seorang anak mampu menjadi seseorang yang bisa mengerti dan memilih mana
yang terbaik untuknya sehingga akan menjadi anak yang berguna tidak hanya bagi
orang tuanya, tetapi juga agama dan bangsanya. Dari perspektif antropologi,
pendampingan dan dorongan dari orang tua baik secara finansial, material maupun
spiritual terhadap semua aktivitas anak mutlak diperlukan. Semuanya diarahkan
bagaimana membentuk jiwa anak yang utuh yang kelak akan sangat dibutuhkan dalam
kehidupan mereka pada masa-masa yang akan datang. Oleh karena itu, pendampingan
anak sejak dini mutlak diperlukan sehingga nantinya kehidupan anak di kemudian
hari akan menjadi balance (seimbang) antara kehidupan psikhis dan fisiknya.
Dengan demikian, akan tumbuh menjadi anak saleh susai dengan harapan orang
tuanya. 6 6 Taufiq Rahman Dahiri, Anthropologi, Yudistira, Jakarta, 1994, hlm:
121 5 Agama Islam menyakini bahwa setiap bayi yang lahir di muka bumi ini
adalah terlahir dalam keadaan fitrah (suci). Perkembangan fitrah tersebut yang
akan menjadi tanggung jawab orang tuanya, sehingga peran keluarga sangatlah
penting mengingat proses pendidikan keagamaan seorang bayi akan dimulai sejak
pertama kali bayi melihat bumi, yaitu pada saat bayi diperdengarkan azan sesaat
setelah dia lahir. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhori Muslim,
telah disebutkan bahwa: Abu Hurairah r.a berkata: Nabi SAW bersabda; “Tiada
bayi yang dilahirkan melainkan lahir di atas fitrah, maka ayah bundanya yang
mendidiknya menjadi yahudi, atau nasrani, atau majusi”. 7 Kenyataan tersebut
akan semakin jelas ketika anak memiliki keyakinan yang sama dengan yang
diwariskan oleh para orang tuanya. Namun demikian, saat ini mulai muncul
kecenderungan bahwa ajaran agama sudah mulai ditinggalkan oleh manusia. Hal ini
terjadi seiring dengan derasnya arus globalisasi yang kurang diwaspadai dampak
negatifnya. Akibatnya, masyarakat akan berperilaku menyimpang bila jauh dari
kehidupan norma-norma agama. Ali Ashrof menyatakan bahwa saat ini sudah terjadi
pergeseran orientasi dalam kehidupan manusia. Manusia begitu tergila-gila pada
prestasi material, sukses duniawi, efisiensi dan kesenangan yang serba semu
dengan mengizinkan pembaharuan teknologi yang tidak terkontrol dan
mengakibatkan penyakit ekologi dan sosial mereka. Jiwa keagamaan yang
diharapkan mampu 7 Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Terjemahan Al Lu’lu Wal Marjan 2,
oleh H. Salim Bahreisy, Bina Ilmu, Surabaya, 1996, hlm 1010. 6 menjadi
penyeimbang manusia modern dengan segala kreativitasnya, semakin pudar dari
dalam diri mereka. 8 Melihat realitas di atas, maka salah satu solusi yang
dapat dilakukan adalah menumbuhkan jiwa keagamaan pada anak sejak dini. Dalam
hal ini, keluarga (orang tua) sebagai satuan terkecil dari masyarakat dan
merupakan faktor yang menentukan putih hitamnya perjalanan seorang anak. Orang
tua sangat berperan dalam kelangsungan kehidupan seorang anak. Keberhasilan
seseorang tentulah tidak akan terlepas dari peranan orang tuanya, sebagaimana
seorang ayah/ ibu dalam mendampingi anak dalam memilih jalan yang benar dalam
hidupnya. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika sebagian besar orang tua di
Desa Mangunan (subjek penelitian) menganjurkan kepada anak-anaknya untuk
memperdalam ajaran agama sejak usia dini, yaitu dengan memasukkan anak-anak
mereka ke pondok pesantren, sekolah-sekolah yang bernuansa Islami (Madrasah
Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah), TPA (Taman Pendidikan
Al-Qur’an) ataupun Madrasah Diniyah yang ada di lingkungannya. Semua itu
dilakukan dengan harapan semoga anak-anak mereka kelak akan menjadi manusia
yang berbudi pekerti luhur sehingga mampu berfikir, bersikap dan berperilaku
sesuai tuntunan ajaran agama, yaitu agama Islam. Mengingat begitu pentingnya
peran keluarga dalam membentuk jiwa keagamaan pada anak, maka peneliti ingin
melihat bagaimana hal tersebut 8 Ali Ashrof, Horison Baru Pendidikan Islam,
Pustaka Firdaus, 1996, hlm : 17 7 dilakukan oleh keluarga masyarakat Desa
Mangunan Kecamatan Udanawu Kabupaten Blitar. Desa Mangunan merupakan sebuah
tempat yang terdiri dari beberapa dusun yaitu Dusun Mangunan Baran, Dusun
Dongsingkal dan Dusun Plosokursi. Selain itu Desa Mangunan terdiri dari
beberapa kepala keluarga dimana keluarga-keluarga tersebut sebagian besar
merupakan sebuah keluarga yang utuh (terdapat bapak dan ibu yang terikat oleh
pernikahan yang sah). Dari sisi kehidupan sosial ekonomi, masyarakat desa
Mangunan tergolong dalam ekonomi kelas menengah. Kondisi ini mempengaruhi
kondisi pendidikan anak-anak desa Mangunan, dimana sebagian dari anak-anak
mereka hanya lulusan SLTP, dan SLTA (bekisar antara tahun 2002-2007). Namun
demikian, sudah banyak orang tua yang mulai sadar akan pentingnya pendidikan
bagi anak-anaknya. Hal ini dapat dilihat dari sudah mulai banyaknya anak-anak
desa Mangunan yang masuk ke Perguruan Tinggi baik swasta maupun negeri. Dari
perspektif sosial keagamaan, terdapat realitas yang cukup memprihatinkan.
Anak-anak di desa Mangunan merupakan anak yang kurang mendapat perhatian dari
orang tuanya, meskipun hal tersebut tidak terjadi pada setiap keluarga, hal
tersebut dapat dilihat dari kurang adanya kesadaran bagi pihak keluarga dalam
memonitoring perkembangan anak baik itu perkembangan mental, spiritual maupun
pendidikan umum. Permasalahan di atas dapat dilihat dari proses interaksi anak
dengan orang tuanya dan pola pikir masyarakat yang kurang memahami arti 8
pentingnya pendampingan, bimbingan, perhatian dan kasih sayang yang
sesungguhnya bagi anak-anak mereka. Hal itu juga yang membuat proses pendidikan
khususnya keagamaan di dalam keluarga menjadi sulit diterima di sebagian
keluarga Mangunan. Selain itu, berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan, masih
banyak perilaku yang menyimpang dari ajaran agama terutama yang dilakukan oleh
para remaja. Mereka lebih suka menghabiskan waktu untuk hal-hal yang tidak
bermanfaat seperti duduk-duduk dan bermain gitar di perempatan jalan tanpa
mengenal waktu, dan minum-minuman yang memabukkan. Perilaku yang paling
memprihatinkan adalah adanya beberapa remaja perempuan yang hamil diluar nikah,
yang sudah sangat jelas hal tersebut di larang oleh agama Islam serta banyaknya
pernikahan pada usia muda yang secara psikhis belum siap menjalani kehidupan
rumah tangga. Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti memilih tema
penelitian Peran Keluarga dalam Membentuk Jiwa Keagamaan Anak (Studi Kasus di
Masyarakat Desa Mangunan Kecamatan Udanawu Kabupaten Blitar). B. Rumusan Masalah
Berdasarkan fenomena yang telah peneliti uraikan di atas, maka rumusan masalah
yang akan ditelaah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana kondisi jiwa
keagamaan anak di masyarakat Desa Mangunan? 2. Bagaimana problematika
pembentukan jiwa keagamaan anak di masyarakat Desa Mangunan? 9 3. Faktor apa
saja yang mempengaruhi perkembangan jiwa keagamaan anak di masyarakat Desa
Mangunan? 4. Bagaimana peran keluarga dalam membentuk jiwa keagamaan di
masyarakat Desa Mangunan? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di
atas, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut : 1. Untuk mendeskripsikan
perkembangan jiwa keagamaan anak di masyarakat Desa Mangunan? 2. Untuk
memetakan problematika perkembangan jiwa keagamaan anak di masyarakat Desa
Mangunan? 3. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
jiwa keagamaan anak di masyarakat Desa Mangunan? 4. Untuk menemukan bentuk
peran keluarga dalam membentuk jiwa keagamaan anak di masyarakat Desa Mangunan?
D. Kegunaan Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut: 1. Bagi Keluarga Penelitian ini diharapkan dapat
menjadi sumber informasi baru tentang bagaimana menanamkan jiwa keagamaan pada
anak. Selain itu, juga sebagai salah satu problem solving terhadap berbagai
persoalan yang 10 terkait dengan bagaimana menanamkan jiwa keagamaan pada anak
yang saat ini marak terjadi di masyarakat kita. 2. Bagi Peneliti Penelitian ini
diharapkan menambah pengetahuan peneliti khususnya berkaitan dengan peran
keluarga dalam membentuk jiwa keagamaan pada anak. Selain itu, sebagai bekal
peneliti dalam mengarungi kehidupan bermasyarakat di masa yang akan datang. 3.
Bagi Lembaga (UIN Malang) Sedangkan bagi lembaga dalam hal ini UIN Malang,
diharapkan penelitian ini dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan disamping
berbagai penelitian lain yang telah dilakukan sebelumnya.
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment