Abstract
INDONESIA :
Semakin banyaknya fenomena pelanggaran nilai-nilai oleh generasi muda, ditengarai sebagai salah satu kegagalan misi pendidikan. Di Indonesia, pendidikan sebagai salah satu sub-sistem sosial memiliki peran penting dalam rangka mencetak generasi yang sehat dan beradab. Hal ini penting untuk mengidentifikasi nilai-nilai yang hampir hilang di negeri ini, untuk kemudian dilakukan penyadaran ulang, guna menjadikan iklim di negeri ini lebih damai dan beradab. Salah satu tema pendidikan yang belum mendapat perhatian yang semestinya dari berbagai pihak adalah tema pendidikan nilai. Asumsi dasar pendidikan nilai adalah bahwa orientasi pendidikan tidak lagi hanya terbatas pada penyediaan tenaga kerja, melainkan juga pembentukan kepribadian peserta didik yang sehat sebagai individu dan sebagai warga negara.
Penelitian ini bermaksud memahami dengan lebih mendalam implementasi pendidikan nilai di SDN 5 Krebet Ponorogo, sebagai salah satu lembaga pendidikan di Ponorogo, Jawa Timur. tepatnya di Dusun Sidowayah. Dusun ini beberapa tahun terakhir disebut-sebut dalam berbagai tayangan di televisi dan berita di surat kabar sebagai dusun yang terkenal dengan fenomena kekurangan gizi dan retardasi mental.
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan fenomenologi. Data dikumpulkan dengan cara wawancara, observasi, dan analisis dokumen. Analisis data dilakukan dengan dua tahap: yaitu reduksi fenomenologis, dan reduksi editik.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa impelmentasi pendidikan nilai di SDN 5 Krebet Ponorogo menggunakan metode value clarification, value analysis, moral awareness, union approach, dan satu lagi pendekatan yang berbeda dengan kebanyakan metode yang dikenal dalam pendidikan nilai, yaitu pendekatan ini menunjukkan hubungan personal antara guru dengan murid. Proses transinternalisasi nilainya adalah: menyimak, menanggapi, memberi nilai, organisasi nilai, dan karakterisasi nilai. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa para siswa sebenarnya tidak selalu memberikan respon yang bagus terhadap upaya-upaya pendidikan nilai. Kadang mereka menunjukkan respon yang negatif, seperti membantah guru, dan lain-lain. Akan tetapi, hal ini juga menunjukkan proses pemahaman nilai-nilai yang sedang dialami oleh siswa.
Makna implementasi pendidikan nilai yang di dalamnya meliputi tujuan-tujuan pendidikan nilai di SDN 5 Krebet Ponorogo antara lain adalah untuk membekali siswa dengan kepemilikan nilai-nilai, untuk memotivasi siswa agar tetap optimis di tengah kondisi yang serba sulit, untuk meminimalkan pandangan negatif tentang fenomena retardasi mental di dusun mereka dan untuk mengenalkan kepada mereka nilai-nilai yang mereka butuhkan dalam hidup bermasyarakat kelak.
ENGLISH :
The rapid growing of value violation by the youth in this country, viewed as one of failure of education. In Indonesia, education as one of the social systems, have an important function to develope the good generation. It is important to identify the values that almost disappeared to be clarified to make the climate of this country more courteus. One of some important theme of education that not pay many attention yet is value education. The orientation of education is not only meant for supplying the human resource, but also meant for developing the personality of students.
This research attemps to understand the implementation of value education of SDN 5 Krebet Ponorogo as one of school at Ponorogo, East Java. This village, at some months ago, famous by mental retardation phenomena as mentioned by some mass media, like television and newspaper.
The study conducted by the phenomenological approach. The data have been collected by interviews, observations, and analise some documents. The data analysis was conducted in two step: data interpretation (phenomenological reduction), and editic reduction.
The results show that implementation of value education of SDN 5 Krebet Ponorogo are by using the method of value clarification, value analysis, moral awareness, union approach, and one method that show the personal approach between the teachers and the students. The process of value transinternalization are: paying attention for the value activities, response the value activities, valuing step, value organizing, and value characterizing. Actually, the students are not always shown a good response for the value education. Sometimes they shown a negative response. But actually, it is show a process of values understanding.
The aims of implementation of value education of SDN 5 Krebet Ponorogo are, to give some values provision, to motivate the students to stay optimize in the difficult condition of their village, to minimilize the negative opinion of the mental retardation phenomena in this village, and to introdutcion and give the students some value that needed in the social interaction in their life- span.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Proses pertumbuhan dan perkembangan
manusia berlangsung dalam suatu kontinum, mulai dari hal-hal yang bersifat
sederhana menuju yang lebih kompleks. Berbagai indikator proses pertumbuhan dan
perkembangan tersebut tampak dari adanya perubahan ke arah kedewasaan manusia
sebagai individu serta kemajuan tatanan sosial dan budaya manusia dari hari ke
hari. Manusia memiliki potensi untuk mengaktualisasikan dirinya dalam memenuhi
kebutuhan yang tinggi. Sebagaimana diungkapkan oleh Dyer (Mulyana, 2004: 111)
bahwa manusia pada akhirnya dapat berkembang pada tingkat no limit person yang
batas perkembangannya adalah “langit”. Langit merupakan kiasan yang digunakan
oleh Dyer untuk menggambarkan potensi manusia yang luar biasa. Seiring dengan
pertumbuhan dan perkembangan manusia, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK) tengah terjadi. Kemajuan IPTEK merupakan salah satu bukti bahwa manusia
mampu mengembangkan intelektualnya sampai pada batas-batas maksimal. Kemajuan
ini tidak hanya berlangsung dalam paradigma perubahan yang berbeda dari
pengalaman manusia sebelumnya, tetapi terkadang melampaui daya prediksi manusia
saat ini. Menurut Mulyana (2004: 111-112), isyarat ke arah ini telah
dikemukakan oleh para futurolog, Bell menyebutnya sebagai masyarakat pasca
industri (post-industrial society), Toffler menyebutnya sebagai masyarakat
gelombang ketiga (the third wave society). 13 Sedangkan McLuhan, Briggs &
Peat menyebutnya sebagai paradoks global (global paradox) dan kesemrawutan
(chaos). Konsekuensi logis dari pertumbuhan dan perkembangan masyarakat di
dunia yang semakin kompetitif ini adalah terjadinya lompatan IPTEK yang semakin
mengglobal. Berbagai kemudahan yang ditawarkan, jika tidak dilandasi rasa
tanggung jawab, maka akan berpotensi mengakibatkan terjadinya degradasi moral
yang tragis dan memprihatinkan, seperti adanya perusakan lingkungan,
penindasan, bahkan peperangan. Tarik ulur antar kepentingan yang berbeda menghasilkan
berbagai ketegangan yang menurut Delors (Mulyana, 2004: 112) muncul dalam
konteks ketegangan antara kepentingan global dan lokal, ketegangan antara
kompetisi dan kepedulian, dan ketegangan antara kebutuhan spiritual dan
material. Di satu sisi IPTEK semakin menampakkan keunggulannya dalam memberikan
fasilitas kemudahan dalam memenuhi kebutuhan manusia, namun di sisi lain tengah
terjadi krisis nilai kehidupan yang tidak terhindarkan dan menyeret manusia
kepada krisis multi dimensi. Munculnya krisis dalam berbagai sisi kehidupan
manusia inilah yang kemudian menjadi tantangan besar dalam dunia pendidikan
saat ini dan yang akan datang. Di Indonesia, pendidikan sebagai salah satu
sub-sistem sosial memiliki peran strategis dalam mendayagunakan potensi manusia
agar menjadi lebih baik dan lebih matang, meskipun isu tentang keberhasilan
maupun kegagalan misi pendidikan nasional dalam mencetak generasi yang beradab
dan maju masih menjadi perbincangan yang belum usai hingga sekarang. Tercatat
banyak sekali kasus kenakalan remaja seperti peredaran narkoba yang tidak
pandang usia (Sinar 14 Harapan: 25 Desember 2005), perampokan dan perampasan
pelajar yang disertai dengan kekerasan (Kompas: 16 November 2007), geng motor
(YahooAsia: 25 Oktober 2007), tawuran antar pelajar di perkotaan (Kompas: 17
Mei 2004; DetikCom: 07 Mei 2005; Tabloid On Line: 12 Februari 2007; Disinkom
Bandung: 14 November 2007), dan berbagai kasus lain. Beberapa pihak mengatakan
bahwa gagalnya pendidikan salah satunya disebabkan oleh lembaga pendidikan yang
hanya memperhatikan aspek kognitif saja, dan mengabaikan aspek emosional dan
sosial. (Bali Post: 08 Maret 2005). Pihak yang lain mengatakan gagalnya
pendidikan adalah akibat dari kurang terperhatikannya kompetensi guru dan
kurangnya penanaman nilai-nilai agama dalam kegiatan belajar mengajar
seharihari. (Suara Karya: 21 November 2007). Di balik semua itu, sebenarnya
masalah mendasar yang harus diselesaikan adalah bekal apa saja yang harus
dipersiapkan oleh dunia pendidikan dalam rangka mengantisispasi dampak buruk
dari kecenderungan perkembangan kebudayaan manusia. Kluckhohn (Mulyana, 2004:
110) mengungkapkan bahwa untuk menjadi masyarakat yang beradab dan berjalan
dinamis, terdapat 5 pertanyaan yang harus dijawab oleh manusia kapanpun dan
dimanapun. Lima pertanyaan tersebut adalah: (1) perasaan apa yang paling
diutamakan manusia ketika ia berhubungan dengan orang lain?, (2) dimensi waktu
apa yang ia pentingkan? (3) tipe kepribadian apa yang dianggapnya paling
bernilai? (4) bentuk hubungan apa yang dijalin manusia dengan alam, dan (5)
kecenderungan inti apa yang dimiliki manusia?. Dengan mencermati kehidupan yang
semakin immoral dan tingginya intensitas degradasi nilai di negeri ini, menjadi
hal yang penting mengidentififkasi 15 nilai-nilai yang nyaris hilang untuk
kemudian dilakukan penyadaran ulang guna mengembalikan negeri ke arah yang
lebih menjunjung tinggi kemanusiaan yang adil dan beradab. Salah satu tema
sentral makna kehidupan yang mulai banyak diperbincangkan namun belum digarap
dengan serius oleh pendidikan di Indonesia saat ini adalah aspek pendidikan
nilai. Orientasi pendidikan tidak lagi terbatas pada pemenuhan tenaga kerja,
melainkan juga berorientasi pada pembangunan kepribadian peserta didik yang
sehat sebagai individu dan sebagai warga negara. Tujuan pendidikan nilai secara
umum dikemukakan komite APEID (Asia and the Pasific Programme of Educational
Innovation for Development), bahwa pendidikan nilai ditujukan untuk: (a)
menerapkan pembentukan nilai kepada anak; (b)menghasilkan sikap yang
mencerminkan nilai-nilai yang diinginkan; dan (c) membimbing perilaku yang
konsisten dengan nilai-nilai tersebut. Dengan demikian, pendidikan nilai
memiliki tujuan meliputi tindakan mendidik yang berlangsung mulai dari usaha
penyadaran nilai sampai pada perwujudan perilakuperilaku yang bernilai
(Mulyana, 2004: 120). Lebih jauh lagi ini juga berarti membantu membentuk
kepribadian yang sehat pada diri peserta didik. Dengan menerapkan pendidikan
nilai kepada anak akan membentuk berbagai sikap yang bernilai yang akan
membimbing perilaku anak sepanjang hidupnya, yang menuju pada pembentukan
kepribadian yang sehat. Muhadjir (1999: 15-17) menyatakan bahwa ditinjau dari
segi antropologi kultural dan sosiologi, pendidikan paling tidak mempunyai tiga
fungsi utama, yaitu: (1) menumbuhkan kreativitas subyek didik, (2)
menumbuh-kembangkan 16 nilai-nilai insani dan ilahi (living values) pada subyek
didik dan satuan sosial, dan (3) memberikan bekal kerja produktif. Perubahan
sosial yang begitu cepat menuntut adanya kreativitas pada masing-masing
individu agar mampu bersaing dalam perputaran roda kemajuan. Kreativitaslah
yang akan membuat individu selalu kritis dan inovatif, bukannya reaktif saja
dalam menghadapi arus zaman. Kreativitas menuntut kemampuan untuk menggeneralisasikan,
mengabstraksikan, menemukan hubungan uniknya untuk menampilkan pendapat, sikap,
dan lebih jauh wawasan yang tepat. Sedangkan fungsi yang kedua bertujuan untuk
menjaga agar koridor kreativitas tidak melewati batasnya. Karena pendidikan
yang bertujuan ”baik” harus pula dilakukan dengan cara dan jalan yang ”baik”
pula untuk membentuk manusia yang bermartabat sesuai dengan tujuan pendidikan.
Fungsi ketiga pendidikan bertujuan untuk memenuhi tuntutan kerja produktif,
dalam artian agar individu dapat bekerja efisien, dengan upaya minimal dapat
memberikan nilai tambah optimal, sekaligus juga melahirkan produk-produk yang
dapat melestarikan dan memperkaya khazanah kultural. Ketiga fungsi pendidikan
tersebut jika dapat ter-transinternalisasikan pada diri para pelaku pendidikan,
maka akan menjadi bekal kuat menghadapi arus perubahan sosial. Ketika
penyelenggaraan pendidikan di berbagai daerah di Indonesia mendapatkan beragam
tantangan terkait dengan fenomena penurunan moral generasi muda, fenomena lain
yang cukup menarik terlihat di sebuah lembaga pendidikan sekolah dasar di salah
satu daerah di Jawa Timur, yaitu di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 5 Krebet
Ponorogo. Sekolah ini terletak di Dusun Sidowayah, Desa Krebet (sejak 22
Agustus 2007 menjadi Desa Sidoharjo sebagai 17 pecahan dari Desa Krebet),
Kabupaten Ponorogo. Desa ini beberapa tahun terakhir disebut-sebut oleh
beberapa media sebagai ”kampung idiot” karena fenomena keterbelakangan mental
dan kelainan fisik lainnya, khususnya di Dusun Sidowayah (Duta Masyarakat: 09
Januari 2007, Republika OnLine: 24 Maret 2007). Beberapa stasiun televisi
nasional menayangkan getirnya kehidupan di dusun ini. Beberapa surat kabar
harian lainnya meliputnya dengan label jerat kemiskinan dan kekurangan gizi,
dengan embel-embel ”lingkaran setan” (Kompas: 03 Oktober 2007). Di tengah
kondisi sosial ekonomi yang serba sulit, proses belajar mengajar di SDN 5
Krebet Ponorogo sepintas terlihat berbeda dengan fenomena degradasi nilai para
pelajar di perkotaan sebagaimana yang dijelaskan di atas. Dengan fasilitas
gedung yang sangat terbatas, dimana satu ruang digunakan untuk belajar dua
kelas, murid-murid SD ini masih tetap semangat mengikuti proses belajar
mengajar. Jarak rumah yang jauh dengan sekolah tidak membuat mereka enggan
datang setiap hari untuk belajar, meskipun sebagian dari mereka bahkan harus
naik turun gunung yang berjarak kurang lebih 2,5 km dari sekolah. Kebanyakan
dari mereka bahkan menyusuri jalan setapak penuh batu tersebut dengan tanpa
alas kaki. Dalam kondisi tersebut peneliti melihat mereka mempunyai semangat
atau motivasi yang tinggi untuk menuntut ilmu, tetap optimis di tengah kondisi
yang serba sulit. Dengan profil dusun Sidowayah seperti yang telah digambarkan
di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran implementasi pendidikan
nilai, proses transinternalisasinya pada diri peserta didik, serta makna yang
dapat 18 diungkap dari implementasi pendidikan nilai tersebut, sehingga
diharapkan bisa menjadi suatu masukan tentang strategi penanaman nilai-nilai
pada diri peserta didik untuk mencetak generasi yang siap merespon perubahan
dengan penuh tanggung jawab. Dengan latar belakang tersebut di atas, maka
penelitian ini mengambil tema ”Transinternalisasi Nilai (Implementasi
Pendidikan Nilai di Sekolah Dasar Negeri 5 Krebet-Ponorogo)”. B. Rumusan
Masalah Dari latar belakang di atas, rumusan masalah yang dalam penelitian ini
adalah: 1. Bagaimana implementasi pendidikan nilai dalam kegiatan
belajarmengajar di SDN 5 Krebet Ponorogo? 2. Bagaimana transinternalisasi nilai
pada diri peserta didik di SDN 5 Krebet Ponorogo ? 3. Bagaimana makna
implementasi pendidikan nilai dalam kegiatan belajar mengajar di SDN 5 Krebet
Ponorogo? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui: 1. Implementasi pendidikan nilai dalam kegiatan belajar mengajar di
SDN 5 Krebet Ponorogo. 2. Transinternalisasi nilai pada diri peserta didik di
SDN 5 Krebet Ponorogo. 3. Makna implementasi pendidikan nilai dalam kegiatan
belajar mengajar di SDN 5 Krebet Ponorogo. 19 D. Manfaat Penelitian Manfaat
yang diharapkan dapat diambil dari penelitian ini antara lain adalah: 1. Bagi
peneliti diharapkan dapat memberikan informasi pengetahuan tentang implementasi
pendidikan nilai dalam kegiatan belajar mengajar pada SDN 5 Krebet Ponorogo, serta
bagaimana pendidikan nilai tersebut dapat ditransinternalisasi dalam diri
peserta didik, mengingat lembaga sekolah yang bersangkutan adalah lembaga
sekolah dasar yang berada di wilayah terisolir dan tergolong daerah tertinggal.
Selain itu juga diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang makna apa yang
dapat diungkap dari proses implementasi pendidikan nilai di SDN 5 Krebet
Ponorogo, sehingga nantinya diharapkan dapat digunakan untuk melakukan
penelitian lebih lanjut serta dapat digunakan sebagai pijakan dalam mengambil
langkah-langkah untuk mengadakan inovasi pendidikan dan menjawab tantangan
perubahan sosial yang semakin pesat. 2. Bagi objek penelitian diharapkan dapat
memberikan informasi tentang hubungan yang signifikan antara pendidikan nilai
serta proses transinternalisasinya, dengan perkembangan belajar peserta didik.
3. Bagi subyek penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan
serta motivasi untuk mendorong tumbuh kembang siswa secara optimal, serta
diharapkan mampu menjadi media penyadaran nilai pada lembaga sekolah khususnya
dan masyarakat sekitar umumnya, yang mungkin belum mendapat perhatian yang
semestinya.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" :Transinternalisasi nilai: Implementasi pendidikan nilai di SDN 5 Krebet Ponorogo.." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment