Abstract
INDONESIA:
Pencatatan nikah merupakan bentuk otentik atau legal bahwa pernikahan tersebut telah sah menurut Negara maupun Agama. Pencatatan nikah bagi umat Islam dilaksanakan oleh Pegawai Pencatatan Nikah atau PPN. Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 11 Tahun 2007 mengenai Pencatatan Nikah. Dalam peraturan tersebut terdapat Pasal 2 Ayat (1) yang menyebutkan Kepala KUA sebagai PPN. Selain itu terdapat Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: Per/62/M.PAN/6/2005 tentang Jabatan Fungsional Penghulu dan Angka Kreditnya Pasal 1 Ayat (1) menyebutkan bahwa Penghulu juga merupakan PPN. Fokus penelitian mengenai masalah terhadap peran fungsi dan wewenang, pendapat dan implementasi peraturan, serta faktor pendukung maupun penghambat pelaksanaan peraturan peran Penghulu dan Kepala KUA. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis empiris. Pada penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif. Adapun sumber data yang digunakan yaitu data sekunder dan primer. Metode pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sedangkan metode pengolahan data yang digunakan oleh penulis yakni: pengeditan, klasifikasi, verifikasi, dan dianalisis secara deskriptif kualitatif
Berdasarkan hasil analisa, penulis memperoleh kesimpulan bahwa dalam praktek pencatatan nikah di KUA Kecamatan Sukun Kota Malang terdapat beberapa kesimpulan diantaranya: Pertama, fungsi dan wewenang peran Penghulu sebagai PPN yaitu melaksanakan fatwa hukum munakahat, bimbingan mu’amalah, sebagai pengawasan penasehatan serta konsultasi nikah atau rujuk. Peran Kepala KUA sebagai PPN yaitu sebagai pengawasan pelasanaan tugas Penghulu dan Pembantu PPN, pelaporan pencatatan nikah kepada Kementerian Agama Kabupaten/Kota, sebagai wali adlol atau wali hakim dan penandatanganan pemeriksaan, perjanjian dan peristiwa akta nikah, cerai, talak dan rujuk. Kedua, pendapat serta implementasinya yaitu: Mandat Kepala KUA kepada Penghulu merupakan tanggung jawab dan tanggung gugat berada pada Kepala KUA, Kepala KUA dapat memberikan mandat kepada Penghulu untuk menjalankan tugas pada sebagian wilayah kerjanya, dan peran Penghulu adalah sebagai bentuk perwakilan dari Kepala KUA ketika berhalangan hadir dalam peristiwa akad nikah. Ketiga, faktor pendukung diantaranya: pemahaman pentingnya mencatatkan pernikahan, Penghulu di KUA Kecamatan Kota memenuhi SDM, dan adanya peran Kepala KUA dalam menagemen serta pembinaan. Faktor penghambat yaitu: tingkat pemahaman peraturan belum optimal, SDM pegawai KUA masih kurang, perbenturan penyebutan Penghulu dan Kepala KUA sebagai PPN, dan kurangnya pengawasan dari BIMAS Islam.
ENGLISH:
Registration of marriage is a form of authentic or legal marriage that the marriage was legal under the state and religion. The Registration of marriage for Muslims is performed by the Marriage Registration Officer or MRO. The Regulation of the Minister of Religious Affairs (PMA) No. 11 of 2007 on Marriage Registration. In that regulation, there isArticle 2 Paragraph (1) which states that the head of KUA acts as the Marriage Registration Officer (MRO). In addition there are decrees of Minister for Administrative Reform No. Per/62/M.PAN/6/2005 on Functional of headman and credit figures Article 1 Paragraph (1) states that the headmanalso acts as the Marriage Registration Officer. The focus of this research is on the issue of the role and functions of the authority, the opinion and the implementation of the rules, as well as the supportingandinhibitingfactors against the implementation of the regulation on the role of the headman and the head of KUA. This research uses empirical legal studies. In this study, the author used a qualitative approach. The source of the data used are secondary and primary data. Data were collected through observation, interviews, and documentation. While the methods of processing data used by the authors were: editing, classification, verification, and descriptive qualitative analysis.
Based on this analysis, the author concluded that the practice of marriage registrationin KUA Sukun District, Malang, there are some conclusions: First, the function and role of authority of headman as an MRO is carrying out the fatwa of munakahat law, mu'amalah guidance, counseling and supervising the marriage and marriage reconciliation. The role of the head of KUA as MRO is as the supervisor fortasks implementation of the headman and the MRO’s assistant, reporting the marriage registration to the Ministry of Religious Affairs in the Regency/City, as adlolguardian or judge guardian and signing the verification, agreements and events of marriage certificate, divorce, talak and marriage reconciliation. Second, the opinion and its implementation are: Mandate from the Head of KUA to the headman is that the responsibility and accountability are at the head of the KUA can give a mandate to the headman to carry out his tasks for some part of his working areas, and the role of the headman is as a representative of the Head of KUA when he is absent in the marriage ceremony. Third, contributing factors include: understanding the importance of registering the marriages, the qualified headmen in the regent/city KUA, and the role Head of KUA in management and training. Inhibiting factors are: the level of understanding about the rules is not optimal, low human resources of KUA officers, name confusion of headman and Head of KUA as MRO, and the lack of supervision from Islamic Guidance (BIMAS).
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah" : Implementasi Peraturan Menteri Agama Nomor 11 Tahun 2007 mnegenai peran penghulu dan Kepala KUA dalam pencatatan pernikahan: Studi di Kantor Urusan Agama Kecamatan Sukun Kota Malan" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment