Abstract
INDONESIA:
Sekolah dipandang dapat memenuhi kebutuhan siswa dan menentukan kualitas kehidupan siswa di masa depan. Pandangan siswa mengenai dirinya saat ini dan masa depan akan mempengaruhi cara melaksanakan tugas di sekolah. Tuntutan orang tua atau masyarakat yang memandang bahwa prestasi diperoleh dari nilai menyebabkan siswa merasa tertekan, sehingga siswa lebih berorientassi pada nilai bukan pada proses. Prestasi akademis tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan tetapi juga kepribadian dan konsep diri. Siswa dengan konsep diri positif akan merasa yakin terhadap kemampuannya, sedangkan siswa dengan konsep diri negatif cenderung pesimis. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan konsep diri dengan intensi mencontek pada siswa kelas XII SMA Negeri 1 Plaosan Kabupaten Magetan.
Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan skala konsep diri dan skala intensi mencontek yang disebarkan kepada 69 subjek penelitian. Skala konsep diri terdiri dari 19 item dengan α = 0,8, dan skala intensi mencontek terdiri dari 27 item dengan α = 0,884. Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis yang diajukan adalah teknik Korelasi Product Moment.
Berdasarkan hasil analisis tersebut menunjukkan adanya hubungan negatif dan signifikan antara konsep diri dengan intensi mencontek yang ditunjukkan oleh angka korelasi rxy = -0,339 dengan signifikan 0,004 (P<0,01). Hubungan kedua variabel tersebut berarti semakin tinggi tingkat konsep diri siswa maka akan semakin rendah intensi mencontek, sebaliknya semakin rendah tingkat konsep diri siswa maka akan semakin tinggi intensi menconteknya.
School is seemed to provide the needs of students and determine their quality of life in the future. Student’s overview about himself ‘now and later’ will much affect the way they do the school tasks. The social assumption which stated that student’s achievement can only be seen from their score depresses student very much. As the result, students get used to orient more on the final score than the process. In fact, academic achievement is not only determined by the knowledge, but also the personality and self-concept. Students with positive self-concept will be confident of their ability, while students with negative self- concept will rather be pessimistic. This research is aimed to determine the relationship between self concept and the intensity of cheating on students class XII of SMA Negeri 1 Plaosan Magetan.
The researcher collects the data using self-concept scale and cheating intensity scale that had been distributed to 69 subjects of the research. Self-concept scale consisted of 19 items with α = 0.80 and cheating intensity scale consisted of 27 items with α = 0.884. The technique of data analysis used to test the hypothesis is Product Moment Correlation Technique.
Based on the results of the analysis, a negative and significant relationship between self-concept and the intensity of cheating is indicated. It is drawn by the number of correlation rxy = -0.339 with 0,004 (P<0,01 ) level of significant. This means that the higher level of student’s self-concept, the lower the intensity to cheat. Yet, the lower the student’s self-concept, the higher the intensity of cheating.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pendidikan adalah usaha manusia (pendidik)
untuk bertanggung jawab membimbing anak didik ke kedewasaan. Sebagai usaha yang
mempunyai tujuan atau cita-cita tertentu sudah sewajarnya bila secara implisit
telah mengandung masalah penilaian terhadap hasil usaha tersebut.1 Pendidikan
nasional Indonesia memiliki tujuan untuk mewujudkan manusia Indonesia yang
berkualitas secara utuh, yaitu yang bermutu dalam seluruh dimensinya, yaitu
kepribadian, intelektual dan kesehatannya.2 Tujuan tersebut tercantum dalam
Undang-undang nomor 3 tahun 1989 bab 2 pasal 4 ditetapkan oleh Pemerintah
Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan (2006), yang kemudian ditegaskan kembali dalam
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tahun 2005 nomor 19 tahun 2005 bab 2
pasal 4, mengenai tujuan standar pendidikan nasional. Maksud penilaian
hasil-hasil pendidikan adalah untuk mengetahui pada waktu dilakukan penilaian
itu sudah sejauh manakah kemampuan anak didik, 3 menyebabkan masyarakat
memandang prestasi belajar hanya dari pencapaian nilai yang tinggi dan bukan
memandang pada prosesnya. Pandangan tersebut 1 Suryabrata, S. 2002. Psikologi
Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hal. 293 2 Setiani, U. Hubungan
Konsep Diri dengan Intensi Menyontek Siswa SMA Negeri 2 Semarang. Skripsi.
Universitas Diponegoro Semarang. Hal. 1 3 Suryabrata, S. Op. Cit. Hal. 296 2
menimbulkan tekanan pada siswa untuk mencapai nilai yang tinggi. Sehingga siswa
lebih berorientasi pada nilai, bukan pada ilmu. Menurut Indarto dan Masrun
perilaku mencontek menjadi masalah karena akan menimbulkan kekaburan dalam
pengukuran kemampuan siswa, guru menjadi sulit untuk menentukan penilaian
secara objektif. 4 Nilai yang diperoleh tidak dapat membedakan antara siswa
yang memperoleh nilai tinggi karena kemampuan dan penguasaannya terhadap materi
dengan siswa yang memperolehnya karena mencontek. Kebiasaan mencontek dapat
memupuk kepribadian tidak jujur yang dapat terbawa dan diterapkan dalam situasi
baru, misalnya dalam dunia kerja. Praktek mencontek yang hangat dibicarakan
pada tahun 2011 lalu adalah pada kasus mencontek massal. Di Surabaya, seorang
siswa kelas VI dari SDN Gadel II Surabaya, mengaku tiga bulan sebelum Ujian
Nasional (UN) sudah dipaksa oleh gurunya untuk memberi contekan kepada seluruh
siswa kelas VI. Hal tersebut diketahui empat hari setelah UN selesai, Ibu dari
siswa tersebut diberi tahu wali murid lain yang mendapat informasi bahwa
anaknya diplot untuk memberi contekan. Yang kemudian kasus ini sampai
dilaporkan ke Dinas Pendidikan serta menyebar melalui media, sehingga kasus ini
menjadi perhatian publik. Kasus lain juga terjadi di STIE YKPN pada ujian
tengah semester gasal 2009/2010 tercatat beberapa mahasiswa yang terbukti
mencontek. Nama inisial mereka dipampang di setiap papan pengumuman di kampus.
Mereka juga 4 Setiani, U. Op. Cit. Hal. 2 3 mendapatkan ganjaran berat berupa
digugurkannya mata kuliah yang ditempuh untuk kasus mencontek ini. Kekecewaan
diungkapkan oleh salah seorang pengawas ujian. Menurutnya, sudah sepantasnya
mahasiswa mempunyai kesadaran untuk tidak mencontek.5 Aktivitas mencontek saat
ujian naik drastis dengan ponsel disinyalir menjadi alat bantu. Jumlah yang
bersalah dari tahun 2008 ke 2009 meningkat 22% atau mencapai 314 orang.
Peningkatan jumlah kasus di Skotlandia dilakukan dengan menggunakan ponsel yang
beberapa diantaranya memiliki akses internet. Tahun 2009 lalu sebanyak 736.920
responden mengambil kualifikasi nasional dan ditemukan 506 kasus pencontekan
dengan hukuman dijatuhkan kepada 314 orang. Hal ini sama dengan 0,04% dari
total, lebih tinggi daripada level di Inggris yakni 0,03%. Pada tahun 2008,
terdapat 673 kasus dan 257 diantaranya ditemukan melakukan pelanggaran. Jumlah
kasus pencontekan menggunakan ponsel meningkat dari 49 kasus di 2008 menjadi
113 di 2009.6 Pada tahun 2011 juga terjadi kecurangan pada siswa SMA Negeri 1
Plaosan, siswa peserta UN dicoret namanya oleh pengawas karena diketahui
mencontek. Siswa diketahui berusaha melihat jawaban milik temannya, setelah
mendapat teguran oleh pengawas, siswa tersebut tidak jera. Kemudian siswa
tersebut diketahui menerima jawaban melalui SMS. Namun, kasus tersebut tidak
sampai dilaporkan ke Dinas Pendidikan dan tidak menjadi perhatian publik. 5
___. On-line:
http://www.stieykpn.ac.id/berita_detail.php?act=view&id=362&cat. Akses:
1 maret 2012 6 Prasetyo, S. On-line:
http://teknologi.inilah.com/read/detail/329512/mencontek-lewat-ponselnaik-tajam.
Akses: 1 Maret 2012 4 Berdasarkan hasil wawancara dengan guru SMA Negeri 1
Plaosan, siswa yang diketahui mencontek tidak mendapatkan hukuman apapun. Hanya
teguran atau mengganti lembar jawaban yang baru/kosong. Atau sanksi yang paling
memberatkan adalah dengan mengurangi nilai siswa tersebut. Perilaku mencontek
merupakan hal yang biasa di kalangan remaja SMA karena siswa lanjutan lebih
berfokus pada peringkat dan performa dibandingkan dengan siswa sekolah dasar.
Siswa SMA mencontek karena adanya tekanan untuk memperoleh nilai baik agar
dapat masuk ke perguruan tinggi atau untuk mempertahankan rata-rata nilai yang
sudah diperolehnya. Dampak dari hal tersebut adalah melalui kecurangan siswa
secara tidak langsung belajar untuk tidak menghargai proses, cara apapun halal
dilakukan untuk mencapai tujuan. Hal ini tidak sesuai dengan tujuan pendidikan
yang telah ditetapkan pemerintah. Perilaku mencontek dapat membuat seseorang
menjadi pembohong publik sejak dini. Sebagian orang berpendapat bahwa siswa
yang terbiasa mencontek di sekolah memiliki potensi untuk menjadi koruptor atau
penipu ulung nantinya. 7 Perilaku mencontek dapat dilakukan dalam bentuk-bentuk
sebagi berikut: menulis contekan di sobekan kertas yang disembunyikan di
lipatan baju, menulis di telapan tangan, atau bisa juga dengan melihat buku
pedoman atau buku catatan sewaktu ujian. 8 Seiring perkembangan teknologi,
telepon genggam juga dapat digunakan sebagai sarana untuk mencontek, yaitu
dengan menyimpan data 7 Alhadza, A. 1998. Masalah Menyontek (Cheating) di Dunia
Pendidikan. On-line: www.depdiknas.go.id/Jurnal/38/MASALAH MENYONTEK DI
DUNIA_%20PENDIDIKAN.htm. Akses: 19 Desember 2011 8 Mulyana. 2002. Nyontek:
Budaya...?. On-line: www.magazineswara1nyontek1/artikel2/laporan_survey. Akses:
19 Desember 2011 5 contekan di memori telepon genggam atau dengan berkirim SMS
(Short Message Service) pada saat ujian. Faktor-faktor yang membuat seorang
siswa mencontek antara lain menurut Schab yaitu, malas belajar, tuntutan dari
orang tua untuk memperoleh nilai baik karena orang tua banyak yang menganggap
nilai akademis sama dengan nilai kemampuannya. 9 Menurut salah satu guru BK di
SMA tersebut, terbentuknya konsep diri siswa tidak lepas dari perlakuan dan
perhatian guru di sekolah yang terwujud dalam keterlibatan mendalam pada
usaha-usaha siswa memperoleh prestasi dan mengembangkan diri. Sehingga siswa
merasa tidak ada kesenjangan dengan guru. Prestasi akademis tidak hanya
ditentukan oleh kecerdasan, tapi juga oleh variabel non kognitif seperti
kepribadian dan konsep diri sebagai seperangkat sikap yang dinamis dan
memotivasi seseorang. Menurut Burns, konsep diri adalah suatu gambaran campuran
dari apa yang kita pikirkan orang-orang lain berpendapat, mengenai diri kita,
dan seperti apa diri kita yang kita inginkan. Konsep diri adalah pandangan
individu mengenai siapa diri individu, dan itu bisa diperoleh lewat informasi
yang diberikan lewat informasi yang diberikan orang lain pada diri individu. 10
Hurlock memberikan pengertian tentang konsep diri sebagai gambaran yang
dimiliki orang tentang dirinya. Konsep diri ini merupakan gabungan dari
keyakinan yang dimiliki individu tentang mereka sendiri yang meliputi 9 Setiani,
U. Op. Cit. Hal. 7 10 Mulyana. Op. Cit. Hal. 7 6 karakteristik fisik,
psikologis, sosial, emosional, aspirasi dan prestasi.11 Konsep diri seseorang
dinyatakan melalui sikap dirinya yang merupakan aktualisasi orang tersebut.
Manusia sebagai organisme yang memiliki dorongan untuk berkembang yang pada
akhirnya menyebabkan ia sadar keberadaan dirinya. Sejumlah ahli psikologi dan
pendidikan berkeyakinan bahwa konsep diri dan prestasi belajar mempunyai
hubungan yang erat. Siswa yang berprestasi tinggi cenderung memiliki konsep
diri yang berbeda dengan siswa yang berprestasi rendah. Siswa yang memandang
dirinya positif akan menganggap keberhasilan sebagai hasil kerja keras dan
karena faktor kemampuannya. Sedangkan siswa yang berprestasi rendah akan
memandang diri mereka sebagai orang yang tidak mempunyai kemampuan dan kurang
dapat melakukan penyesuaian diri yang kuat dengan siswa lain, sehingga merasa
belajar tidak ada gunanya dan akhirnya memilih untuk mengandalkan orang lain
atau sarana lain ketika ujian.12 Sehingga mencontek merupakan jalan pintas yang
sering dipilih siswa karena tidak menuntut usaha keras dan efektif dalam
mencapai tujuan. Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa hubungan konsep
diri dengan intensi mencontek penting untuk diteliti. Karena mempunyai pengaruh
yang cukup besar terhadap perilaku individu, yaitu bertingkah laku sedapat
mungkin sesuai dengan konsep dirinya.13 Dalam hal ini konsep diri berperan
penting dalam pembentukan perilaku mencontek. Siswa dengan konsep diri yang
positif akan merasa yakin terhadap kemampuannya, merasa setara dengan orang 11
Wardiana, U. Peranan Konsep Diri dalam Peningkatan Prestasi Belajar. Ta’alum
Jurnal Pendidikan Islam. Hal. 132-133 12 Desmita. 2010. Psikologi Perkembangan
Peserta Didik. Bandung: PT. Rosdakarya. Hal. 171- 172 13 Rakhmat, J. 2000.
Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Hal. 104 7 lain, menerima
pujian tanpa rasa malu, mampu memperbaiki diri karena sanggup mengungkapkan
aspek-aspek kepribadian yang tidak disenangi dan berusaha mengubahnya.
Sedangkan siswa dengan konsep diri negatif, ia akan peka terhadap kritik,
responsif terhadap pujian, tidak pandai dalam mengungkapkan penghargaan pada
orang lain, merasa tidak disukai orang lain, dan bersikap pesimis dalam membuat
prestasi (Brook dan Emmert).14 Berdasarkan latar belakang inilah maka peneliti
tertarik untuk mengetahui secara mendalam mengenai hubungan konsep diri dengan
intensi mencontek pada siswa kelas XII SMA Negeri 1 Plaosan, karena terdapat
fenomena mengenai mencontek di sekolah tersebut. Dalam penelitian ini peneliti
mengambil judul “Hubungan Konsep Diri dengan Intensi Mencontek pada Siswa Kelas
XII SMA Negeri 1 Plaosan” B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah tingkat konsep
diri siswa kelas XII SMA Negeri 1 Plaosan? 2. Bagaimanakah tingkat intensi
mencontek siswa kelas XII SMA Negeri 1 Plaosan? 3. Apakah terdapat hubungan
antara konsep diri dengan intensi mencontek pada siswa kelas XII SMA Negeri 1
Plaosan? 14 Ibid. Hal. 105 8 C. Tujuan 1. Untuk mengetahui tingkat konsep diri
siswa kelas XII SMA Negeri 1 Plaosan. 2. Untuk mengetahui tingkat intensi
mencontek siswa kelas XII SMA Negeri 1 Plaosan. 3. Untuk mengetahui hubungan
antara konsep diri dengan intensi mencontek pada siswa kelas XII SMA Negeri 1
Plaosan. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat sebagai berikut: 1. Secara Teoritis Manfaat teoritis yang ingin dicapai
dalam penelitian ini adalah mengembangkan informasi mengenai intensi mencontek
ditinjau dari konsep diri, sehingga diharapkan dapat memperkaya informasi
ilmiah yang berarti bagi pengembangan ilmu Psikologi di bidang psikologi
pendidikan. 2. Secara Praktis Dari penelitian yang penulis lakukan diharapkan
dapat memberikan sumbangan bagi guru dan pihak-pihak terkait diharapkan dari
hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang konsep diri dan intensi
mencontek siswa sehingga dalam perkembangannya dapat membantu ke arah yang
optimal untuk mengurangi intensi mencontek pada siswa.
DOWNLOAD
No comments:
Post a Comment