Jasa Pembuatan Skripsi

Jasa Pembuatan Skripsi
Jasa Pembuatan Skripsi

Tuesday, December 6, 2011

Hakikat Pembelajaran di SD 1 : Hakikat Pembelajaran Di Kelas Rendah

 Hakikat Pembelajaran di SD


A. Hakikat Pembelajaran Di Kelas Rendah
Anak kelas rendah di sekolah dasar (SD) adalah anak yang berada pada rentangan usia dini. Masa usia dini ini merupakan masa yang pendek tetapi merupakan masa yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Oleh karena itu, pada masa ini seluruh potensi yang dimiliki anak perlu didorong sehingga akan berkembang secara optimal. Karakteristik perkembangan anak pada kelas satu, dua dan tiga SD biasanya pertumbuhan fisiknya telah mencapai kematangan, mereka telah mampu mengontrol tubuh dan keseimbangannya. Mereka telah dapat melompat dengan kaki secara bergantian, dapat mengendarai sepeda roda dua, dapat menangkap bola dan telah berkembang koordinasi tangan dan mata untuk dapat memegang pensil maupun memegang gunting. Selain itu, perkembangan sosial anak yang berada pada usia kelas awal SD antara lain mereka telah dapat menunjukkan keakuannya tentang jenis kelaminnya, telah mulai berkompetisi dengan teman sebaya, mempunyai sahabat, telah mampu berbagi, dan mandiri.

Perkembangan emosi anak usia 6-8 tahun telah dapat mengekspresikan reaksi terhadap orang lain, telah dapat mengontrol emosi, sudah mampu berpisah dengan orang tua dan telah mulai belajar tentang benar dan salah. Untuk perkembangan kecerdasannya anak usia kelas awal SD ditunjukkan dengan kemampuannya dalam mengelompokkan obyek, berminat terhadap angka dan tulisan, meningkatnya perbendaharaan kata, senang berbicara, memahami sebab akibat dan berkembangnya pemahaman terhadap ruang dan waktu.
Sebagaimana telah kita cermati dalam kegiatan belajar satu, Pembelajaran menggambarkan kegiatan guru mengajar dan siswa sebagai pebelajar dan unsurunsur lain yang saling mempengaruhi. Pembelajaran pada hakekatnya adalah suatu proses interaksi antara anak dengan anak, anak dengan sumber belajar dan anak dengan pendidik. Kegiatan pembelajaran ini akan menjadi bermakna bagi anak jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman bagi anak. Proses belajar bersifat individual dan kontekstual, artinya proses belajar terjadi dalam diri individu sesuai dengan perkembangannya dan lingkungannya.
Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret. Pada rentang usia tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut: (1) Mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak, (2) Mulai berpikir secara operasional, (3) Mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda, (4) Membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat, dan (5) Memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat. Memperhatikan tahapan perkembangan berpikir tersebut, kecenderungan belajar anak usia SD, yaitu:
1.    Konkrit
Konkrit mengandung makna proses belajar dimulai dari hal-hal yang yang bersifat nyata yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan dalam belajar akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan. Karena Cara belajar anak SD untuk kelas rendah masih bersifat kongkrit maka pelaksanan pembelajaranya diupayakan sedemikian rupa sehingga anak banyak melakukan kegiatan belajar melalui pengalaman langsung ( hands on experience ).
2.    Integratif
Pada tahap usia SD anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini melukiskan cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi bagian.
3.       Hierarkis
Pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan serta kedalaman materi . Pembelajaran di SD perlu memperhatikan landasan psikologis yang mendasari perilaku belajar anak. Sebagai seorang guru SD yang profesional Anda perlu memahami secara mendalam tentang kajian psikologis dan teori belajar agar dapat mengaplikasikannya dalam berbagai peristiwa belajar, serta mampu memecahkan masalah pada saat siswa mengalami kesulitan dalalam belajar.
Secara mendalam tentang landasan psikologis akan anda pelajari pada BBM berikutnya. Beberapa kajian yang berkenaan dengan teori-teori belajar yang melandasi pembelajaran di SD secara singkat dapat anda cermati sebagai berikut: Kajian konsep belajar menurut Teori Behaviorisme didasarkan pada pemikiran bahwa belajar merupakan salah satu jenis perilaku individu yang dilakukan secarna sadar. Individu berperilaku apabila ada rangsangan (stimuli ).
Siswa di SD akan belajar apabila menerima rangsangan atau stimulasi dari guru. Menurut Lapono dkk (2008) semakin tepat dan intensif rangsangan yang diberikan oleh guru, akan semakin tepat dan intensif pula kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik. Dalam belajar tersebut kondisi lingkungan berperan sebagai perangsang (stimulator) yang harus direspon individu dengan sejumlah konsekuensi tertentu. Konsekuensi yang dihadapi peserta didik ada yang bersifat positif (misalnya perasaan puas, gembira, pujian dll sejenisnya) tetapi ada pula yang bersifat negatif misalnya perasaan gagal, sedih, teguran, dll. Konsekuensi positif dan negatif tersebut sebagai penguat dalam kegiatan belajar peserta didik. Apa yang dapat anda cermati dari uraian tersebut? .
Kalau kita analisis, dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas rendah guru harus mampu memberikan stimulasi yang memungkinkan terjadinya peristiwa belajar yang mengesankan dan menyenangkan bagi siswa sehingga dapat memotivasi siswa untuk mau belajar dan senang belajar. Kajian teori belajar kognitivisme memandang manusia sebagai mahluk yang selalu aktif mencari dan menyeleksi informasi untuk diproses. Menurut Lefrancois, 1985 dalam Lapono dkk (2008) Tekanan utama psikologi kognitif adalah struktur kognitif, yaitu perbendaharaan pengetahuan pribadi individu yang mencakup ingatan jangka panjangnya (long term memory). Coba anda renungkan bagaimana Implkiasi teori belajar kognitivisme terhadap pembelajaran di kelas rendah?. Untuk menjawab nya cermati uraian berikut.
Menurut Udin Wiranataputra (1997) Yang harus selalu kita pegang dari teori perkembangan kognitif itu ialah pertama bahwa setiap individu memiliki struktur kognitif yang oleh Piaget disebut schemata atau scheme . Yang dimaksud dengan Schemata adalah sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap objek yang ada dalam lingkungannya. Contohnya bila kita pernah melihat kursi atau gambar kursi atau menerima informasi tentang kursi, kemudian dalam pikiran kita tercatat konsep kursi. Konsep kursi yang ada dalam pikiran itulah yang disebut Schemata. Kedua, bahwa pemahaman tentang objek itu berlangsung melalui proses asimilasi dan akomodasi. Proses asimilasi adalah proses menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran. Contohnya pada saat kita melihat hujan turun kita menghubungkan hujan itu dengan konsep air yang turun dari langit. Sedangkan proses akomodasi merupakan proses memanfaatkan konsepkonsep dalam pikiran untuk menafsirkan objek. Contohnya pada saat kita melihat hujan turun kita menghubungkan hujan itu dengan konsep uap air yang berkumpul menjadi awan, kemudian turun sebagai hujan. Proses asimilasi dan akomodasi yang berlangsung terus menerus disebut proses ekuilibrasi yaitu membuat pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan cara itu seseorang secara bertahap melakukan proses pembangunan pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. Itulah yang kita kenal sebagai proses belajar. Ketiga, proses belajar itu bagi setiap individu bersifat unik artinya setiap orang mengetahui proses belajar yang khas, yang tidak sama dengan individu yang lain. Namun demikian dalam suatu rentang usia ditemukan adanya kecenderungan yang serupa. Memperhatikan tahapan perkembangan berfikir secara umum kecenderungan belajar anak usia Sekolah Dasar sebagai berikut. (Iskandar: 1996)
1. Beranjak dari hal-hal yang konkret. Proses belajar dimulai dari hal-hal yang konkret yakni yang dapat dilihat, didengar, dibau, diraba atau diotak-atik.
2. Memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu kautuhan, terpadu, dan melalui proses manipulatif. Memandang sesuatu secara global atau keseluruhan sebagai suatu keutuhan yang unsur-unsurnya belum jelas. Oleh karena itu, anak kelas awal Sekolah Dasar belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu. Baru menuju ke hal-hal yang lebih kecil, bagian demi bagian. Hal ini melukiskan cara berfikir deduktif yakni dari hal umum, baru ke bagian demi bagian.
3. Berkembang melalui tahapan hierarkis yaitu berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Artinya seseorang harus menguasai lebih dahulu hal yang sederhana baru ia menguasai hal yang kompleks. Prinsip ini dalam teori Piaget disebut prinsip invarian. Bertolak dari ketiga hal tersebut, dimana proses belajar anak dimula dari halhal yang konkrit, maka pembelajaran di kelas rendah lebih tepat apabila menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis tema. Mengapa pendekatan tematik cocok untuk anak kelas rendah (kls 1-3) karena tahapan berfikirnya masih bersifat konkrit. Pendekatan tematik merupakan salah satu cara pandang dalam menyelenggarakan pembelajaran yang menggunakan berbagai konteks dalam kehidupan anak sehari-hari. Konteks itu sendiri terdiri dari benda, peristiwa, keadaan, atau pengalaman yang berada dalam kehidupan sehari-hari dan mungkin dialami oleh anak pada suatu waktu. Pemilihan konteks ini memungkinkan guru dapat memilih dan mengembangkan suatu strategi pembelajaran yang bermakna, utuh, dan terpadu yang mengaitkan antara mata pelajaran satu dengan mata pelajaran lainnya, pembelajaran yang satu dengan pembelajaran lainnya yang berpusat pada Tema. Pendekatan pembelajaran tematik lebih menekankan pada pengalaman siswa. Dalam menanamkan konsep atau pengetahuan dan ketrampilan, siswa tidak harus dilatih dalam bentuk drill, tetapi anak belajar melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah dipahami. Misalnya ketika anak mempelajari banjir dalam tema pemanasan global anak dapat menghubungkannya dengan hujan, sampah, ulah manusia dsb nya, mengapa bisa terjadi banjir anak dapat mengamati tayangan tentang banjir, dibawa ke tempat sampah, melakukan percobaan sederhana bagaimana terjadi banjir dan banyak lagi kegiatan-kegiatan lain yang akan menimbulkan pengalaman yang bermakana bagi anak. Untuk memahami tentang bagaimana pembelajaran tematik di MI anda akan mempelajari secara mendalam pada modul pembelajaran tematik. Berbagai kegiatan belajar dapat dilaksanakan secara bervariasi agar belajar menyenangkan (fun learning). Sejalan dengan pembelajaran tematik lebih lanjut Udin Wiranataputra ( 1997 ) menjelaskan bahwa kegiatan belajar di kelas rendah perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. mengaitkan materi dengan lingkungan
b. mengikuti alur berfikir konkret menuju berfikir abstrak
c. melihat sesuatu sebagai keseluruhan/keterpaduan
d. menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa dapat melibatkan diri dalam kegiatan belajar dengan melakukan kegiatan manipulatif.
Implikasi teori kognitivisme terhadap pembelajaran di SD terutama di kelas rendah, guru harus memandang siswa sebagai mahluk yang aktif dan potensial pendekatan belajar aktif (active learning ) perlu terus diupayakan. Sebagaimana dikemukakan oleh Michele Graves (1989) belajar aktif merupakan proses dimana anak usia dini mengeksplorasi lingkungan melalui mengamati, meneliti, menyimak, menggerakkan badan, menyentuh, mencium, meraba dan membuat sesuatu terjadi dengan objek-objek yang ada di sekitar anak. Bertolak dari pendapat tersebut belajar aktif dapat dilaksanakan di kelas rendah melalui Pengalaman langsug (hands on experience) Coba Anda diskusikan dengan teman mahasiwa yang sudah menjadi guru bagaimana menciptakan kegiatan belajar yang memungkinkan terjadinya (active learning) kajilah dari modul dan sumber-sumber yang relevan atau dari pengalaman lapangan. Piaget dalam Gresler (1986 : 205) dalam Udin Wiranataputra (1997) mengidentifikasi perkembangan berfikir anak ke dalam tahap-tahap sebagai berikut:
Usia Nama                 Tahapan
1. 0-2 Tahun                       Sensorimotor
2. 2-7 Tahun                       Praoperasional
3. 7-11 Tahun                     Operasi Konkret
4. 11 Tahun lebih              Operasi formal

Setiap tahap menunjukkan perilaku yang unik dan menjadi ciri psikologis dari perilaku belajar pada rentang usia itu. Karena itu proses pembelajaran seyogyanya memperhitungkan cirri-ciri psikologisa perilaku belajar itu. Mencermati pendapat di tas, Apabila kita kaitkan dengan usia Sekolah Dasar kelas 1, 2 , 3, berarti rentang usia mereka termasuk ke dalam tahapan operasi konkret. Melalui pengalaman langsung anak dapat membangun pengetahuannya sendiri sedangkan guru bertindak sebagai fasilitator. Guru harus mampu mengorganisir lingkungan agar memberi kesempatan kepada anak untuk berpartisipasi dalam berbagai pengalaman belajar. Dengan kata lain perilaku belajar seseorang dipengaruhi oleh aspek-aspek dalam diri dan di luar dirinya. Kedua aspek itu tidaklah mungkin dipidahkan karena memang proses belajar terjadi dalam konteks interaksi diri peserta didik dengan lingkungannya. Mengenai masalah itu Piaget (1950) dalam Udin Wiranataputra (1997) dari penelitiannya bertahun-tahun terhadap anak menarik kesimpulan bahwa anak dalam berbagai usia memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan (menaksirkan) dan beradaptasi (menyesuaikan diri) dengan lingkungannya. Kesimpulan itu kemudian dikembangkan menjadi teori psikologi yang kini kita kenal dengan perkembangan kognitif. Lebih lanjut mengenai hal ini dapat Anda pelajari dalam modul-modul mata kuliah Perkembangan Peserta Didik. Mencermati uraian tentang pembelajaran di kelas rendah anda sebagai guru atau calon guru SD. Coba diskusikan dengan teman paling banyak anggotanya 4 atau 5 orang. Upaya-upaya apa yang harus dilakukan oleh guru SD kelas rendah dalam melaksanakan pembelajaran yang bermakna dimana anak dapat membangun aktif pengetahuannya sendiri sesuai dengan karakteristik perkembangan anak dan karakteristik berfikir anak. Marilah sekarang kita kembali kepada hakikat pembelajaran yang ada pada dasarnya menggunakan proses belajar sebagai tolak ukur keberhasilan. selanjutnya kita mengkaji bentuk-bentuk kegiatan pembelajaran atau pengalaman belajar yang dituntut oleh setiap kecenderungan belajar siswa Sekolah Dasar, khususnya di kelas rendah.
1.    Bertolak dari hal-hal konkrit
Kecenderungan ini menuntut hal-hal sebagai berikut:
a. Mulai dari lingkungan terdekat ke lingkungan yang lebih luas .
b. Memperhatikan kerucut pengalaman dalam peragaan konkret ke abstrak .
2.    Berpandangan utuh dan menyeluruh
Kecenderungan ini menuntut hal-hal sebagai berikut: Keterpaduan konsep tidak dipilah-pilah dalam berbagai disiplin ilmu tetapi dikait-kaitkan menjadi pengalaman belajar yang bermakna yang berpusat pada tema. a. Memulai dari kesatuan baru bagian-bagian (teori gestalt). Melalui kegiatan konkret manipulatif (misalnya mengotak-atik balok-balok kecil, memilah bijibijian dan sebagainya. b. Memulai dari konsep besar misalnya binatang, barulah memperkenalkan jenis-jenis binatang beserta cirri-cirinya. c. Menerapkan mekanisme pemahaman “sintesis-analisis-sintesis” atau “kesatuan-bagian-kesatuan”. Misalnya dalam membaca bisa dimula dari bacaan kemudian kalimat dari kalimat ke kata dari kata ke suku kata dari suku kata ke huruf dan kembali ke kalimat. Hal ini dapat dilaksanakan melalui permainan bahasa yang menyenangkan untu anak. d. Melibatkan peserta didik secara aktif secara perorangan atau kelompok. Anak adalah mahluk potensial melalui belajar aktif anak akan berkembang secara optimal.
3.       Berkembang secara bertahap Kecenderungan ini menuntut hal-hal sebagai berikut: a. Memperlihatkan urutan logis materi, contohnya air panas karena air berinteraksi dengan energi panas (api, listrik). b. Memperlihatkan keterkaitan antar materi, contohnya air dipanaskan menguap. Uap kena dingin mengembun. c. Memperhatikan cakupan keluasan materi, contohnya untuk memahami konsep keluarga seseorang harus memahami konsep ayah, ibu, anak, perkawinan.
4.       Melaksanakan pembelajaran berbasis tema
Pendekatan tematik merupakan salah satu cara pandang dalam menyelenggarakan pembelajaran yang menggunakan berbagai konteks dalam kehidupan anak sehari-hari.
a. Tema pembelajaran diambil dari yang dekat dengan anak dan ada di lingkungan anak seprti: Diri sendiri. keluarga, teman, sekolah dsb nya.
b. Dimulai dari hal-hal yang sederhana menuju kehal-hal yang kompleks
c. Pendekatan pembelajaran tematik lebih menekankan pada pengalaman siswa. Setelah membahas tentang hakikat pembelajaran di kelas rendah berikutnya akan dijelaskan bagaimana hakiat pembelajaran di kelas tinggi.


Artikel Terkait: