Jasa Pembuatan Skripsi

Jasa Pembuatan Skripsi
Jasa Pembuatan Skripsi

Tuesday, December 6, 2011

Teori Belajar Pembelajaran 2: TEORI BELAJAR KOGNITIF

 Teori Belajar Pembelajaran
  TEORI BELAJAR KOGNITIF
B. Konsep Teori Belajar Kognitif
Tentunya Anda sudah sangat mengenal dengan teori belajar kognitif ini, karena dalam proses pembelajaran pendekatan yang kita lakukan selallu berorientasi pada pemahaman kognitif. Agar pemahaman lebih mendalam lagi pada kegiatan belajar ini kita akan memperdalam tentang pendekatan Psikologi Kognitif. Menurut teori kognitif menerangkan bahwa pembelajaran adalah perubahan dalam pengetahuan yang disimpan di dalam memori. Teori kognitivisme bertujuan untuk menambah pengetahuan ke dalam ingatan jangka panjang atau perubahan pada skema atau struktur pengetahuan.
Menurut psikologi kognitif bahwa individu itu aktif (secara mental), Konstruktif dan berencana, tidak bersifat pasif menerima stimulus dari lingkungan. Mencari dan menemukan pengetahuan serta menggunakannya, metode pembelajaran yang biasa digunakan untuk mengembangkan kemampuan kognitif ini misalnya metode pemecahan masalah, penelitian, pengamatan, diskusi, deduktif, induktif. Coba Anda simak penjelasan di bawah ini bahwa teori belajar kognitif dilihat dari segi:  

1. Individualisasi: perlakuan didasarkan pada tingkat perkembangan anak.
2. Motivasi: motivasi belajar bersifat instrinsik melalui pengetahuan yang dimiliki.
3. Metodologi: mempergunakan kurikulum dan metodologi yang mengembangkan keterampilan dasar berpikir dan bahan pelajaran.
4. Tujuan-tujuan kurikuler: memusatkan diri pada pengembangan kemampuann secara keseluruhan gerak, pendirian, bahasa, dan interaksi sosial untuk mengembangkan intelegensi.
5. Bentuk pengelolaan: berpusat pada anak, guru hanya berfungsi membimbing anak dalam belajar, berekplorasi dan bereksperimen.
6. Usaha mengefektifkan mengajar: program pengajaran disusun dalam bentuk pengetahuan yang terpadu; konsep dan keterampilan disusun secara hierarkis. Berikut ini akan dijelaskan lebih detil tentang teori perkembangan kognitif dari Piaget, teori Gestalt dari Kohler dan teori Kognitif dari Gagne yang banyak memberikan pengaruh besar dalam perkembangan peserta didik khususnya pada lingkup dunia pendidikan.
1. Teori Perkembangan Kognitif Piaget.
Pada saat proses pembelajaran, guru seringkali dihadapkan pada berbagai dinamika yang berkaitan dengan perkembangan peserta didik. Perubahan dan perkembangan tersebut harus mendapat perhatian dari guru, karena berdasarkan perkembangan dan perubahan tersebutlah guru dapat menentukan dan memilih strategi pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik yang terlibat dalam proses pembelajaran.
Secara umum Piaget mengemukakan bahwa semua anak berkembang melalui urutan yang sama, meskipun jenis dan tingkat pengalaman mereka berbeda satu sama lainnya. Perkembangan mental anak terjadi secara bertahap dari tahap yang paling rendah beranjak ke tahap yang lebih tinggi. Semua perubahan yang terjadi merupakan kondisi yang diperlukan untuk mengubah atau meningkatkan tahap perkembangan moral berikutnya. Piaget memandang bahwa bahwa kognitif merupakan hasil dari pembentukan adaptasi biologis. Perkembangan kognitif terbentuk melalui interaksi yang konstan antara individu dengan lingkungan. Tahapan-tahapan kognitif menurut Piaget memiliki kaitan yang sangat erat dengan empat karakteristik, yaitu:  
1. Setiap anak pada usia yang berbeda akan menempatkan cara-cara yang berbeda secara kualitatif, utamanya dalam cara berfikir atau memecahkan permasalahan yang sama.
2. Perbedaan cara berfikir antara anak satu dengan yang lain seringkali dapat dilihat dari cara mereka menyusun kerangka berfikir yang saling berbeda. Dalam hal ini terdapat serangkaian langkah yang konsisten sesuai dengan tingkat perkembangan usianya.
 3. Setiap anak memiliki cara berfikir yang akan membentuk satu kesatuan yang terstruktur. Hal ini mengindikasikan bahwa setiap tahap yang dilalui seorang anak akan diatur sesuai dengan cara berfikir.
 4. Setiap urutan dari tahap kognitif pada dasarnya merupakan suatu integrasi hirarki dari apa yang telah dialami sebelumnya. Perkembangan kognitif merupakan pertumbuhan berfikir logis dari masa bayi hingga dewasa. Tahapan perkembangan menurut Piaget (Mohammad Surya: 2003) terbagi atas empat tahapan, yaitu:    
Tahapan sensori-motor                                 : 0 – 1,5 Tahun
Tahapan pre-operasional                             : 1.5 – 6 Tahun
Tahapan concrete operasional   : 6 – 12 Tahun
Tahapan formal operational        : 12 tahun ke atas.

Pada tahap sensori-motor (0 – 1,5 Tahun), aktivitas kognitif berpusat pada aspek alat dria dan gerak. Pada tahap ini anak hanya mampu melakukan pengenalan lingkungan melalui alat drianya dan pergerakannya. Keadaan ini merupakan dasar bagi perkembangan kognitif selanjutnya. Aktivitas sensori-motor terbentuk melalui hasil dari interaksi dengan lingkungannya. Sebagai contoh anak belajar bicara karena terbiasa melihat orang dewasa bicara dan mengikuti ucapannya. Pada tahan pre-operational ( 1,5 – 6 Tahun), anak telah menunjukkan aktivitas kognitif dalam menghadapi berbagai hal di luar dirinya. Anak sudah dapat memahami realitas di lingkungan dengan menggunakan tanda-tanda dan symbol.
Cara berfikir anak pada tahapan ini belum sistematis, belum konsisten, dan belum logis. Cara berfikir anak pada peringkat ini ditandai dengan ciri (a) transductive reasoning, yaitu cara berfikir deduktif akan tetapi belum logis, (b) ketidakjelasan hubungan sebab akibat, yaitu anak mengenal hubungan sebab akibat tapi belum logis, (c) animism, yaitu menganggap bahwa benda itu hidup seperti dirinya, (d) artificialism, yaitu kepercayaan bahwa segala sesuatu di lingkungan itu mempunyai jiwa seperti manusia, (d) perceptually bound, yaitu anak menilai sesuatu berdasarkan apa yang ia lihat atau dengar, (e) mental experiment, yaitu anak mencoba melakukan sesuatu untuk menemukan jawaban dari persoalan yang dihadapinya, (g) centration, yaitu anak memusatkan perhatiannya kepada suatu ciri yang paling menarik dan mengabaikan ciri yang lain, (h) egocentrism, artinya anak melihat dunia lingkungannya menurut kehendaknya sendiri. Sebagai contoh pada tahap perkembangan ini anak sudah mengenal dirinya dan sifat ke-aku-annya sedang tinggi. Untuk itu dalam proses pembelajaran guru sebaiknya memperhatikan kebutuhan siswa dan membantu siswa dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya, karena pada tahapan ini siswa sangat ingin diperhatikan.
Pada tahap concrete operational (6- 12 tahun) anak telah dapat membuat pemikiran tentang situasi atau hal konkrit secara logis. Perkembangan kognitif pada tahap ini memberikan kecakapan anak untuk berkenaan dengan konsep-konsep klasifikasi, hubungan, dan kuantitas. Konsep kualifikasi adalah kecakapan anak untuk melihat secara logis persamaan-persamaan suatu kelompok objek dan memilihnya berdasarkan ciri-ciri yang sama. Konsep hubungan adalah kematangan anak memahami hubungan antara suatu perkara dengan perkara lainnya. Konsep kuantitas yaitu kesadaran anak bahwa suatu kuantitas anak tetap sama meskipun bentuk fisiknya berubah.
Coba Anda simak contoh berikut ini: Pak Andi sedang mengajarkan kepada siswanya tentang konsep gajah dan menjelaskan ciri-ciri gajah dengan bercerita tanpa menggunakan media pembelajaran apapun. Sedaangkan di kelas lain Bu Siti sedang menjelaskan alat-alat transportasi dengan membawa contoh gambar alat-alat transportasi dan juga bentuk tiruan dari alat transportasi. Menurut Anda pembelajaran mana yang dapat lebih memberikan pemahaman kepada siswa lebih baik tentang suatu konsep? Ya betul tentu pembelajaran yang dilakukan oleh Bu Siti lebih memberikan pengaruh yang lebih baik, karena untuk menjelaskan suatu konsep Bu Siti menggunakan media untuk memperjelas suatu konsep. Seperti yang Anda ketahui bahwa pada tahap belajar concrete operasional siswa masih perlu diberikan contoh-contoh konkret dalam menguasai suatu konsep.
Pada tahap formal operasional (12 tahun ke atas), perkembangan kognitif ditandai dengan kemampuan individu untuk berfikir secara hipotesis dan berbeda dengan fakta, memahami konsep abstrak, dan mempertimbangkan kemungkinan cakupan yang luas dari suatu perkara yang sempit. Perkembangan kognitif pada tahap ini menuju ke arah proses berfikir ke arah yang lebih tinggi. Pada tahap perkembangan ini siswa sudah dapat diajak berfikir abstrak, sehingga dalam proses pembelajaran metode pembelajaran pemecahan masalah atau diskusi dapat diterapkan.   
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam proses pembelajaran,
antara lain:

a. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasaa. Oleh karena itu, dalam mengajar guru hendaknya menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
b. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan.
c. Bahan pelajaran yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan sesuatu hal yang baru, tetapi tidak asing bagi mereka.
d. Sebaiknya member peluang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan tingkat perkembangannya. e. Di dalam kelas, siswa diberikan kesempatan untuk berkomunikasi antar teman melalui proses diskusi.
Nah, sekarang Anda sudah memahami tentang teori perkembangan dari Piaget. Coba Anda berikan contoh bagaimana cara meningkatkan kemampuan berfikir siswa melalui pengembangan psikologi kognitif?   
2. Teori Pembelajaran Gestalt (Whole Configuration)

Teori kognitif kedua yang akan dibahas dinamakan teori Gestalt yang dikembangkan oleh Max Wertheirmer, Kurt Koffka, dan Wolfgang Kohler. Eksperimen yang dilakukan merupakan suatu inovasi yang berkaitan dengan pengamatan yang membedakan pengamatan visual dengan fenomena fisik. Eksperimen ini menyimpulkan adanya suatu tilikan (insight) terhadap unsur-unsur yang terkait dalam pemecahan suatu masalah.
Artinya unsure suatu objek atau peristiwa akan memberikan maksa apabila individu mampu melihat hubungan antara satu unsur dengan unsur yang lain dalam satu keseluruhan. Istilah “Gestalt “ berasal dari bahasa jerman yang artinya adalah bentuk atau konfigurasi. Pokok pandangan Gestalt ini bahwa objek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai keseluruhan yang terorganisasikan. Dalam mengorganisasikan melibatkan suatu bentuk (figure) yaitu apa yang menjadi pusat pengamatan dan berlawanan dengan latar (ground) yaitu sesuatu yang melatarbelakangi suatu bentuk sehingga bentuk itu Nampak sebagai sesuatu yang bermakna. Pokok pandangan Gestalt berawal dari empat asumsi dasar, yaitu: Pertama, bahwa perilaku “molar” hendaknya lebih banyak dipelajari dibandingkan perilaku “molecular”.
Perilaku molecular adalah perilaku dalam bentuk keluarnya kelenjar atau kontraksi otot, sedangkan perilaku “molar “ adalah perilaku dalam keterkaitannya dengan lingkungan luar, seperti berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola, dll. Perilaku molar ini lebihmempunyai makna dibandingkan perilaku molecular. Kedua, hal yang penting dalam mempelajari perilaku adalah membedakan anatar lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral adalah lingkungan yang merujuk kepada sesuatu yang nampak. Misalnya jika melihat gunung dari kejauhan seolah tampak sangat indah (ini adalah bentuk lingkungan behavioral), padahal sebenarnya jika kita mendekati gunung sebenarnya gunung itu penuh dengan hutan lebat dan binatang buas (ini dinamakan lingkungan geografis). Ketiga, bahwa organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur-unsur atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap suatu keseluruhan objek atau peristiwa. Misalnya adanya penamaan terhadap suatu kumpul Misalnyaan bintang seperti virgo, pisces, sagitarius, dan lain sebagainya. Keempat, bahwa pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensori, yaitu suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.  
Menurut Koffka dalam Mohammad Surya (2003) terdapat tujuh prinsip organisasi yang terpenting, yaitu:
a) Hubungan bentuk dan latar (figure-ground relationship), prinsip ini menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu bentuk dan latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi penafsiran yang kabur. Contohnya perhatikan gambar berikut ini.  
b) Kedekatan (proximity), menyatakan bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan dengan ruang dan waktu dalam budang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu. Contoh lihat gambar berikut, Nampak terdapat tiga kumpulan garis yang masing-masing terdiri atas tiga baris yang saling berdekatan bukan kumpulan Sembilan garis.
c) Kesamaan (similarity), menyatakan bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu objek yang saling memiliki.
d) Arah bersama (common direction), mengimplikasikan bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama senderung akan dipersepsi sebagai suatu figure atau bentuk tertentu. Misalnya garis-garis pada contoh lebih Nampak sebagai suatu pola yang jelas.
e) Kesederhanaan (simplicity), menyatakan bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya dalam bentuk sederhana, penampilan regular dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan sumetrus dan keteraturan.
f) Ketertutupan (closure), menyatakan bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola objek atau pengalaman yang tidak lengkap.
Dalam pandangan Gestalt bahwa pembelajaran merupakan suatu fenomena kognitif yang melibatkan persepsi terhadap suatu benda, orang, atau peristiwa dalam cara-cara yang berbeda. Bahwa transformasi atau perubahan seseorang dari sesuatu yang tidak tahu menjadi memiliki kemampuan berlangsung dengan cepat. Manusia akan dengan mudah dan efektif melakukan suatu pembelajaran apabila memiliki kemampuan melihat unsur-unsur yang terdapat dalam suatu objek atau peristiwa tertentu, serta mampu melihat hubungan dan keterkaitannya untuk menjadi suatu keseluruhan.  
Aplikasi teori Gestalt terhadap proses pembelajaran adalah:
1) Pengalaman tilikan (insight), dalam proses pembelajaran sebaiknya para peserta didik memiliki kemampuan memandang sesuatu secara keseluruhan. Untuk itu perlu ada bantuan dari guru dalam mengembangkan kemampuan tersebut melalui kemampuan dalam memecahkan masalah dengan dilihat dari berbagai sudut pandang.
2) Pembelajaran bermakna (meaningful learning), dalam proses pembelajaran hendaknya selalu dihubungkan dengan peristiwa atau objek yang pernah atau sering dialami siswa, sehingga dalam proses pemecahan masalah akan lebih memberikan kemudahan kepada siswa untuk mencari solusinya, sehingga lebih bermakna.
3) Perilaku bertujuan (purposive behavior), dalam proses pembelajaran sebaiknya siswa mengetahui tujuan mereka mempelajari suatu materi agar proses pembelajaran menjadi efektif, karena memudahkan guru menggiring siswa kea rah pencapaian tujuan tersebut. Untuk itu pada awal proses pembelajaran sebaiknya guru mengemukakan tujuan pembelajaran agar siswa mengetahui arah capaian pembelajaran tersebut.
4) Prinsip ruang hidup (life space), dalam proses pembelajaran sebaiknya guru selalu menghubungkan antara proses pembelajaran dengan tuntutan dan kebutuhan lingkungan. Materi pelajaran yang disampaikan hendaknya memiliki padanan dan kaitan dengan situasi dan kondisi yang terjadi di lilngkungannya.
5) Transfer dalam pembelajaran (transfer of knowledge), dalam proses pembelajaran sebaiknya guru membantu siswa untuk menguasai prinsipprinsip pokok dari materi yang akan diajarkannya, tujuannya agar siswa dapat menerapkannya dalam situasi-situasi lain yang mungkin berbeda sifatnya.   
Teori-teori belajar yang berada pada rumpun kognitif cukup banyak. Sekarang coba Anda cari pada literature lainnya tentang teori belajar kognitif menurut Gagne, Bruner, dan Bloom yang sangat mempengaruhi terhadap perkembangan pendidikan di Negara kita. Untuk menambah wawasan
Anda, kita akan bahas sedikit mengenai teori belajar menurut Gagne, bahwa belajar adalah suatu proses yang kompleks dan hasil belajar berupa kapabilitas yang timbul disebabkan karena adanya stimulasi yang berasal dari lingkungan dan karena terjadinya proses kognitif yang dilakukan oleh peserta didik itu sendiri. Menurut gagne belajar terdiri dari tiga komponen penting yaitu kondisi eksternal yaitu stimulus dari lingkungan dalam belajar, kondisi internal yang menggambarkan keadaan internal dan proses kognitif siswa, dan hasil belajar yang menggambarkan informasi verbal, keterampilan intelek, keterampilan motorik, sikap, dan siasat kognitif.   
Bagi Gagne mengemukakan lima kategori besar dari kemampuan manusia berkenaan dengan hasil dari belajar yaitu:
(1) informasi verbal (verbal information)
(2) ketrampilan intelektual (intellectual skills)
(3) strategi kognitif (cognitive strategies)
(4) sikap (attitudes)
(5) ketrampilan motorik (motor skills)
Gagne mengemukakan delapan tipe belajar yang membentuk suatu hierarki dari yang paling sederhana sampai yang kompleks, yaitu:
1. Belajar tanda-tanda atau isyarat (signal learning)
2. Belajar hubungan stimulus-respon (stimulus-respon learning)
3. Belajar menguasai rangkaian suatu hal (chaining learning)
4. Belajar hubungan verbal atau asosiasi verbal ( verbal association)
5. Belajar membedakan atau diskriminasi (discrimination learning)
6. Belajar konsep-konsep (concept learning)
7. Belajar aturan atau hukum-hukum (role learning)
8. Belajar memecahkan masalah (problem solving)
Kemampuan dan ketekunan guru dalam memecahkan masalah belajar siswa dengan menggunakan tipe belajar tersebut akan sangat membantu, sehingga akhirnya ditemukan perlakuan seperti apa yang harus diberikan kepada setiap siswa.


Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment