Jasa Pembuatan Skripsi

Jasa Pembuatan Skripsi
Jasa Pembuatan Skripsi

Saturday, August 19, 2017

Jasa Buat Skripsi: download Skripsi Psikologi:Dinamika psikologis gotong-royong: Studi fenomenologi pada survivor bencana erupsi Gunung Kelud di Desa Pandansari Kecamatan Ngantang.


Abstract

INDONESIA:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika psikologis gotong-royong khususnya pada survivor bencana. Dinamika psikologis gotong-royong yang dimaksudkan adalah untuk mengetahui gambaran sikap gotong-royong survivor serta peran gotong-royong bagi survivor dalam proses recovery.
Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dengan pendekatan studi fenomenologi. Subjek penelitian adalah survivor bencana Erupsi Gunung Kelud. Penelitian dilakukan di Desa Pandansari, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang. Metode pengambilan data yang digunakan adalah dengan melakukan observasi partisipan, wawancara mendalam dan dokumentasi.
Dari hasil analisis penelitian dapat disimpulkan bahwa gotong-royong dimaknai sebagai media hiburan bagi survivor dari trauma dan stressor yang dihadapi dengan bentuk gotong-royong yang tercermin dalam perilaku prososial yaitu helping, donating, sharing, dan cooperating. Dengan peranan gotong- royong yang dimunculkan pada proses recovery yaitu social support, problem solving, copping stress dan social relation.
ENGLISH:
This study aims to determine the psychological dynamics of mutual cooperation, especially in the disaster survivors. Psychological dynamics of mutual cooperation, is meant to describe the survivor mutual cooperation and the role of mutual cooperation, for survivors in the recovery process.
This research was conducted using qualitative method with phenomenological study approach. Subjects were catastrophic eruption of Mount Kelud survivor. The study was conducted in Pandansari, Ngantang, Malang. The data collection method used is to perform participant observation, indepth interview and documentation.
From the analysis of this study concluded that mutual cooperation, is defined as a self help to entertainment for survivors from trauma and stessor. In mutual cooperation reflected in prosocial behavior that is helping, donating, sharing, and cooperating. With the role of mutual assistance that appear in the recovery process is social support, problem solving, stress copping and social relations.




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
 Indonesia memiliki berbagai sumber daya alam, dan pemandangan yang indah akan tetapi dilain sisi juga merupakan wilayah yang rawan akan terjadinya bencana. Wilayah Indonesia kaya dengan energi panas bumi, tetapi panas bumi ada yang terkait dengan keberadaan gunung berapi. Demikian juga dengan lempengan-lempengan bumi yang melingkari wilayah Indonesia. Kondisi bumi yang demikian, meyebabkan wilayah Indonesia sangat rawan terhadap bencana (Iskandar, 2013 : 31) Bencana merupakan rangkaian peristiwa yang mengancam dan menganggu kehidupan dan juga penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan / atau non alam sehingga mengakibatkan korban jiwa manusia, keruskan lingkungan, kerugian harta benda dan juga dampak psikologis (Ramli, 2010 : 17) Seperti halnya bencana yang terjadi satu tahun lalu, Gunung Kelud yang mempunyai ketinggian 1.731 meter di atas permukaan laut meletus eksplosif. Sekitar 150 juta meter kubik material vulkanis yang terdiri dari abu, pasir, dan bebatuan tersembur dari dalam perut gunung. Lava pijar menyembur setinggi 17 kilometer. Tingginya semburan itu berkorelasi dengan jangkauan jatuhnya abu 2 sehingga sebarannya menimpa hampir seluruh Jawa (Kompas, 13 februari 2014). Erupsi Gunung Kelud terjadi pada kamis 13 februari 2014 dimulai pukul 22.49 WIB dengan rentang waktu erupsi ± 32 jam yaitu pada kamis, 13 Pebruari 2014 pukul 22.49 WIB s/d sabtu, 15 Pebruari 2014 pukul 06.00 WIB. Saat itu sekitar 180.000 jiwa yang ada di sekitar Gunung Kelud mengungsi ke daerah aman. Mereka berasal dari 3 kabupaten, yakni Kabupaten Kediri, Kabupaten Blitar serta Kabupaten Malang(Kompas 14 Februari 2014). Pada erupsi kali ini menyisakan beragam cerita dan kegelisahan bagi masyarakat, khususnya bagi masyarakat yang berada pada radius terdekat dengan lereng Gunung Kelud seperti kecemasan yang berkepanjangan akan terjadinya bencana lagi, hancurnya rumah beserta harta bendanya, porakporandanya tatanan insfratruktur, lahan pertanian maupun peternakan yang mengalami kerusakan dan juga melemahnya perekonomian masyarakat (Hasil wawancara Subyek C, Rabu 4 juli 2014) Sementara survivor (korban selamat), adalah orang yang terluput dari bencana, orang yang selamat dari tekanan dasyat yang dihadapi (Diana, 2012). Bencana alam akan menimbulkan berbagai dampak yang berarti bagi kehidupan masyarakat dapat berupa korban jiwa, luka, pengungsian, kerusakan pada insfrastruktur/ aset, lingkungan, harta benda, penghidupan, gangguan pada stabilitas sosial, ekonomi, polotik,pendidikan, hasil-hasil pembangunan, 3 ketidakseimbangan kondisi psikologis yang pada akhirnya dapat menurunkan kesejahteraan masyarakat (Nurjannah dkk, 2012 : 32) Berikut sekilas dampak dari bencana alam yang dirasakan oleh para survivor Erupsi Gunung Kelud : “Yaa kondisi rumah yang rusak itu mbak, tapi habis itu dapet batuan dari luar, selain itu lahan pertanian yang rusak jadi masyarakat yang sebagian besar pekerjaannya jadi petani ya tidak bisa bekerja kayak sebelume.
Nah yaa banyak lah mbak yang berubah” (WS1.LM : 01) “Yaah sebenere akeh lah mbak seng berubah, lha kenek Guntur kok. Biasae seng semangat nang sawah, saiki sawahe kenek Guntur kan yo durung iso pulih koyo sebelume mbak, terus ekonomine yo mesti gak karuan wes mbak saiki, walaupun akeh bantuan sing masuk mbak tapi masyarakat iku isek mikir kurang ae mbak saiki, dadine saiki iku masyarakat wes mikir awake dewe tok mbak, seng gae kepentingan-kepentingan umum iku wes ora diurusi mbak. Oh iyo ambek iki mbak, masyarakat saiki iku ya luwih emosian mbak, titik-titik ono perkoro opo ngunu langsung emosi ae mbak” (WS3.KP : 28) Berdasarkan apa yang diutarakan oleh survivor KP bahwasanya setelah terjadinya erupsi menjadikan rusaknya lahan pertanian, kondisi ekonomi yang tidak stabil, dengan banyaknya bantuan yang masuk tetapi masyarakat masih merasa serba kekurangan yang membuat seseorang cenderung individualis dengan mengabaikan kepentingan-kepentingan umum, selain itu juga masyarakat menjadi lebih mudah tepancing emosi. Sementara itu,Erupsi Gunung Kelud selain mengakibatkan kerugian secara finansial juga memberikan dampak psikologis yang berarti pada masyarakat khususnya pada masyarakat yang berada pada radius dekat dengan lereng 4 gunung kelud yaitu Desa Pandansari Kecamatan Ngantang terlebih lagi pada beberapa dusun terdekat yaitu dsn.Sambirejo, dsn.Munjung dan juga dsn.Wonorejo yang mengalami beberapa perubahan dalam aspek sosialnya yaitu pada fenomena gotong-royong (Hasil Observasi, 27 Juni 2014) “Ya otomatis gotong royong sekarang yang berubah, masyarakat kebanyakan individu sekarang, susah kalo untuk gotong-royong untuk kepentingan umum” (WS3.KP : 05) Bagi orang yang didepan itu minusnya gotong-royong masyarakat sekarang semakin memudar, sama semua ketiga dusun yaitu dsn.Kutut dsn.Munjung dan dsn.Pait yang dikeluhkan juga gitu sekarang itu susah kalo ngajak masyarakat buat kerja bakti” (WS2.KM : 04) Berdasarkan hasil wawancara, menurut KP setelah erupsi Gunung kelud perubahan yang dirasakan yaitu masyarakat lebih cenderung individualis dan juga aspek gotong royong yang berubah. Begitu halnya menurut KM gotong royong masyarakat sekarang semakin memudar, hal tersebut terjadi pada ketiga dusun dengan radius terdekat dengan gunung kelud yaitu dsn.Wonorejo dsn.Sambirejo dan juga dsn.Munjung yang mana masyarakat susah diajak untuk kerja bakti (Hasil wawancara KP dan KM 01 April 2015) Membahas mengenai gotong-royong, tema ini merupakan tema yang tidak asing lagi dalam kehidupan bermasyarakat karena gotong-royong telah beruratberakar dan tersebar dalam kehidupan masyarakat Indonesia dan merupakan pranata asli paling penting dalam pembangunan (Collette, 1987). 5 Bagi bangsa Indonesia, gotong royong tidak hanya bermakna sebagai perilaku, namun juga berperan sebagai nilai-nilai moral. Artinya gotong royong selalu menjadi acuan perilaku, pandangan hidup bangsa Indonesia dalam berbagai macam wujudnya. Sebagaimana diketahui,setiap perilaku yang ditampilkan manusia selalu mengacu kepada nilai-nilai moral yang menjadi acuan dan juga pandangan hidupnya. Penerapan nilai gotong royong di Indonesia mengalami pasang surut penggunaannya mengikuti arus dan gelombang masyarakat penggunanya (dinamis)(Kartodirjo, 1987). Gotong-royong ini menjadi suatu nilai yang penting dalam kehidupan bermasyarakat yang mana didalamnya terdapat wujud perilaku saling menolong antar sesama. Terlebih lagi bagi para survivor bencana yang mengalami berbagai tekanan setelah bencana membutuhkan beragam dukungan sosial yang salah satunya bisa tercermin dari perilaku menolong yang dilakukan antar sesamanya. Seperti halnya yang disampaikan oleh beberapa survivor bencana erupsi Gunung Kelud mengenai pentingnya sikap saling menolong antar sesama, sebagai berikut : “Kalo untuk pedesaan itu ya sangat penting, sangat penting (dengan penekanan) untuk saling membantu antara satu warga dengan warga yang lainnya…” (WS2.KM : 08) “Saya tidak bisa menilai mbak, samean nilai dewe, kok sampean nilai seratus gak popo wes. Pokok.e nek menurut saya iku suangat-sangat penting mbak. Bukan lagi dinilai kurang atau lebih tapi sangat (dengan penekanan, dan nada suara lebih tinggi)….” (WS1.LM : 25) 6 Dalam prespektif agama islam tolong-menolong juga telah menjadi satu bagian yang tidak dapat dihilangkan dari ajaran Islam. Islam menganjurkan umatnya untuk saling tolong menolong satu dengan yang lainnya, Sebagaimana potongan Q.S Al-Maidah ayat: 2 berikut dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”. Sikap saling menolong yang tercermin dalam budaya gotong-royong yang ada di masyarakat sebelumnya telah banyak mendapat perhatian dari beberapa peneliti yang melakukan riset sosial budaya di Indonesia yang mengakui adanya kearifan tradisional bangsa Indonesia termasuk kearifan dalam berbagai kehidupan sosial budaya. Hildreed Geertz, seorang antropolog Amerika dalam bukunya The Javanese Family (Keluarga Jawa) mengakui bahwa masyarakat Jawa dipengaruhi oleh dua nilai besar yang menjadi ruh dalam kehidupan kesehariannya yaitu nilai urmat (hormat) dan rukun (Geertz, 1983:154). 7 Selain itu, dalam prakteknya sikap gotong-royong yang dilakukan oleh survivor ini meliputi perilaku prososial yang merupakan suatu tindakan menolong yang menguntungkan orang lain tanpa harus menyediakan suatu keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut, dan mungkin melibatkan suatu resiko bagi orang yang menolong, yang mana perilaku prososial ini meliputi tindakan helping, donating, sharing dan juga cooperating (Baron & Byrne, 2005) Gotong-royong yang didalamnya terdapat praktek tindakan tolongmenolong . Dalam tindakan tolong-menolong tersebut terdapat banyak hal yang memotivasi individu untuk berperilku menolong seperti halnya yang dialami oleh para survivor, dengan berbagai perubahan yang terjadi sehingga menjadi hal yang penting untuk mengkaji ulang faktor motivasi berperilaku menolong seperti teori evolusi yang lebih menekankan pada kin protection dan biological reciprocity. Kemudian dalam teori belajar yang mengutamakan pada social learning theory dan social exchange theory. Teori empati yang didalamnya terdapat empathy altruism hypothesis, negative stat relief model dan emphathic joy hyphotesis. Selain itu dalam teori noma sosial juga menerangkan tentang reciprocity normdan the social responsibility norm(Tim Penyusun Psikologi UI, 2009) Setelah ditimpa bencana dengan dampak yang dasyat, para survivor masih dalam upaya recovery (pemulihan). Recovery sering dimaknai sebagai upaya bangkit kembali. Dalam hal ini adalah bangkit kembali setelah mengalami 8 keterpurukan akibat bencana yang dihadapi. Ketika dampak utama yang dimunculkan setelah bencana lebih pada perubahan aspek sosial dalam kebiasaan gotong-royong sehingga fokus recovery juga berada pada zona social and cultural recovery. Seperti budaya dalam tatanan social kemasyarakatan yang telah mengakar dalam masyarakat bisa saja akan bergeser maupun hilang akibat terjadinya bencana, sehingga memerlukan pemulihan untuk kembali ke tatatanan masyarakan seperti yang telah menjadi tradisi dalam masyarakat tersebut sebelum terjadinya bencana. Sangat penting untuk memahami nilai-nilai budaya untuk menentukan langkah pemulihan seperti apa yang tepat untuk diterapkan diwilayah tersebut (Marshella, Johnson, Watson dan Grycyznski, 2008) Setelah terjadinya bencana, survivor mengalami banyak tekanan dan tuntutan sehingga menimbulkan banyak beban yang dialami, namun dengan adanya gotong-royong ini menjadi suatu warisan budaya yang sangat penting kaitannyan dengan proses recovery yang sedang dilakukan oleh survivor. Seperti cuplikan hasil wawancara berikut : “yah kalo gak dimaknai yo sepele mbak, Cuma angkat-agkat bareng ngunu ae tapi sebenere mbak uakeh manfaat lan hikmahe apalagi pas pemulihan iki mbak. Kalo dianalisa itu ya lebih dari sepuluh poin iku mbak peran gotong royong niku.”(WS3.LM.86) “manfaate utamae yo kanggo pemulihan iku mbak seng tak rasakno bener-bener iku yo gotong-royong iku iso dadi media kumpul ben rasa sosial iki tambah, terus aku yo iso tambah raket 9 tambah rukun karo masyarakat. Iso luwih ngerti maslah-masalah keluhan-keluhan yang dihadapi masyarakat.Soale kadang pas gotong-royong ngunuku mbak wargaku iku cerito-cerito masalahmasalahe sing dihadapi stelah erupsi entah keluhan sing pribadi atau keluhan umum..”(WS3.KM.56) Berdasarkan cuplikan data wawancara tersebut, para survivor memaknai gotong-royong bukan sebagai hal sepele hanya sekedar mengerjakan sesuatu bersama, akan tetapi banyak peranan penting dalam gotong-royong yang kaitannya dengan proses pemulihan yang sedang dihadapi oleh para survivor. Gotong-royong bagi para survivor ini digunakan sebagi media untuk berkumpul agar bisa mempererat hubungan sosial.
 Nilai urmat dan rukun inilah yang akhirnya membentuk pribadi masyarakat sebagai pribadi yang mengutamakan harmoni, keselarasan sosial dan menghindari konflik. Kehidupan harmoni masyarakat Indonesia salah satunya terwujud dalam budaya yang disebut gotong royong (Prasetyo, 2009:83). Kegiatan gotong royong sudah tidak dapat dipungkiri lagi sebagai ciri khas bangsa Indonesia yang turun temurun, sehingga keberadaannya harus dipertahankan. Pola seperti ini merupakan bentuk nyata dari solidaritas mekanik yang terdapat dalam kehidupan masyarakat, sehingga setiap warga yang terlibat di dalamnya memiliki hak untuk dibantu dan berkewajiban untuk membantu, karena saling membutuhkan antara yang satu dengan yang lainnya. Bermula dari fenomena dilapangan yang terjadi pada survivor bencana pasca erupsi Gunung kelud dan juga penjelasan diatas mengenai gotong-royong 10 sehingga peneliti tertarik untuk mengkaji ulang gotong royong sebagai satu aspek yang penting kaitannya dengan kondisi masyarakat pasca erupsi dan juga untuk mengetahui lebih mendalam gambaran gotong-royong survivor setelah terjadinya bencana serta peran-perang yang dimunculkan gotong-royong dalam proses recovery. Sehingga ingin mengungkapkan dalam penelitian ilmiah, dengan mengambil judul “Dinamika Psikologis Gotong-Royong (Studi Fenomenologi pada Survivor Bencana Pasca Erupsi Gunung Kelud di Ds.Pandansari Kec.Ngantang)
B.     Rumusan Masalah
 Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dikemukakan beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah gambaran gotong-royong survivor pasca erupsi Gunung Kelud?
2. Bagaimanakah peran gotong-royong bagi survivor pada proses recovery erupsi Gunung Kelud?
C.     Tujuan Penelitian
 Berdasarkan rumusan penelitian diatas maka tujuan pokok dari penelitian ini adalah :
 1. Untuk mengetahui gambaran gotong-royong survivor pasca erupsi Gunung Kelud
2. Untuk mengetahui peran gotong-royong bagi survivor pada proses recovery pasca erupsi Gunung Kelud
 D. Manfaat Penelitian
 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat, bagi perkembangan ilmu psikologi khususnya dibidang psikologi social dan psikologi bencana yang berkaitan dengan dinamika gotong-royong pada survivor bencana erupsi Gunung Kelud. Serta menambah pengetahuan atau referensi untuk bahan penelitian bagi peneliti selanjutnya.
2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan memperoleh informasi tentang pemaknaan gotong-royong menurur survivor bencana khususnya bencana erupsi Gunung kelud, dan juga peran gotong royong pada proses recovery bagi survivor. Selain itu juga diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kondisi psikologis yang dihadapi oleh para survivor setelah terjadinya bencana, karena terjadi banyak fenomena di masyarakat. 

Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" :Dinamika psikologis gotong-royong: Studi fenomenologi pada survivor bencana erupsi Gunung Kelud di Desa Pandansari Kecamatan Ngantang." Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD

Artikel Terkait: