Jasa Pembuatan Skripsi

Jasa Pembuatan Skripsi
Jasa Pembuatan Skripsi

Saturday, August 19, 2017

Jasa Buat Skripsi: download Skripsi Psikologi:Gaya pengambilan keputusan menikah: Studi kasus pada sepasang mahasiswa strata satu Kota Malang

Abstract

INDONESIA:
Menikah adalah sebuah keputusan yang besar dalam hidup. Menikah pada usia remaja akhir yang merupakan usia mahasiswa S-1, akan menimbulkan banyak masalah dan rentan menghadapi perceraian. Hanya ada beberapa pasangan mahasiswa S-1 yang berani mengambil keputusan untuk menikah muda hal ini dikarenakan adanya pemikiran-pemikiran yang negatif mengenai menikah muda. Sesungguhnya menikah pada usia tersebut memiliki banyak dampak positif diantaranya dapat membuat diri terhindar dari pergaulan bebas, jarak usia anak yang tidak terlalu jauh, dan lebih mandiri. Pada setiap pengambilan keputusan, Individu akan berproses dan dalam proses ini lah, secara tidak sadar individu akan menggunakan gaya dalam pengambilan keputusan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor pengambilan keputusan menikah muda pada mahasiswa S-1 dan mengetahui proses pengambilan keputusan menikah muda yang dialami oleh mahasiswa serta untuk mengetahui gaya pengambilan keputusan menikah muda yang digunakan mahasiswa.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan rancangan studi kasus tunggal. Metode pemilihan informan adalah purposive, sehingga informan dalam penelitian ini adalah sepasang suami istri yang masih berstatus sebagai mahasiswa, menikah pada usia 18-21 tahun, tidak hamil diluar pernikahan dan tidak menikah karena perjodohan.
Pada penelitian ini ditemukan faktor-faktor yang menjadi dorongan dalam pengambilan keputusan menikah muda pada mahasiswa. Selain itu, ada proses psikologis yang dialami individu ketika ia memutuskan untuk menikah muda yang beragam. Didalam proses tersebut dapat terlihat adanya gaya pengambilan keputusan menikah muda yang digunakan. Selain itu, terdapat perbedaan gaya pengambilan keputusan antara laki-laki dan perempuan. Subjek I (Laki-laki) lebih condong pada gaya rasional diikuti dengan gaya intuisi, sedangkan Subjek II (Perempuan) lebih condong pada gaya intuisi.
ENGLISH:
Married is a big decision of life. Married at the age of teenagers who are aged undergraduate students, also give rise to many problems and vulnerable to divorce. There are only a few pair undergraduate students who dared to take the decision to married young because of negative thoughts about married young. Actually, married at the age undergraduate students have a positive effects. Such as can make yourself avoid promiscuity, age range with biological children who are not too far away, and more independent. Individuals will proceed in any decision-making and individual in this process was unconsciously would use style in making decisions.
Purposes of this study was to determine the factors in the decision making of married by undergraduate students, know the process of decision-making married young experienced by the students and to determine the decision-making styles of married that use by student.
This study used a qualitative method with a single case study design. The informants selected by purposive, so informants in this study were a married couple who are still as a student, married at the age of 18-21 years, not pregnant outside of marriage and did not marry because of matchmaking.
This study found the factors that motivate the decision to get married on the student. In addition, there are a variety of psychological processes experienced by individuals when they decide to get married. In the process can be seen the decision- making styles of young married used. In addition, there are differences in decision- making styles between men and women. Subject I (Male) more inclined to rational style with little intuition style, while Subject II (Women) more inclined to intuition style.

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
 Menurut Suharnan (2005:193) setiap hari orang terlibat di dalam pengambilan keputusan. Mulai dari masalah-masalah yang sederhana sampai dengan masalah-masalah yang kompleks dan menuntut pertimbangan serta mendalam. Menikah adalah salah satu keputusan yang besar dalam hidup ini karena menikah bukan hanya perkara memilih pasangan sementara, namun memilih pasangan seumur hidup yang akan membangun keluarga dalam kondisi apapun sepanjang tahun. Dalam segi umur, Harvingust (Hurlock, 1980) menyatakan bahwa mulai memilih pasangan hidup dan bekerja adalah tugas perkembangan dewasa awal. Hal ini belum menjadi tugas perkembangan pada masa remaja. Batasan usia remaja menurut para ahli adalah antara 12 sampai 21 tahun, dan rentang yang digunakan biasanya dibedakan menjadi tiga, yaitu: 12-15 tahun adalah masa remaja awal, 15-18 adalah masa remaja pertengahan, dan 18-21 adalah masa remaja akhir (Desmita, 2008:190). Dalam peraturan pemerintah RI No.30 tahun 1990, mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu. Pengertian mahasiswa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang yang belajar di perguruan tinggi. Di Indonesia, usia normal mahasiswa S-1 adalah 18-23 tahun. 2 Menikah menurut sebagian mahasiswa S-1 adalah sesuatu yang sangat memerlukan kesiapan lahir dan batin. Rutinitas mereka yang masih banyak sebagai mahasiswa, belum dewasa, belum mapan, belum memiliki pekerjaan, belum siap menghidupi istri, dan lain sebagainya menjadi alasan mereka untuk menunda pernikahannya saat masih menjadi mahasiswa khususnya mahasiswa S1. “Belum. Hahaha masih belum bisa memberi apa-apa, belum mapan, belum dewasa juga.” (MD.1) Saat seorang laki-laki menjadi seorang suami, maka ia berkewajiban untuk menafkahi istrinya baik secara batin maupun lahirnya. Tidak banyak laki-laki yang masih berstatus mahasiswa sudah memiliki pekerjaan yang tetap, kebanyakan dari mereka masih dibiayai orangtuanya. Sehingga karena alasan inilah mereka tidak berani mengambil keputusan untuk menikah. Begitupula dengan mahasiswi, mereka mengatakan berani menikah pada saat kuliah asalkan laki-laki yang akan menikahi tersebut sudah mapan dan memiliki pekerjaan. (AR.1) Tidak banyak mahasiswi yang siap dan mau diajak menikah oleh pasangannya yang juga mahasiswa, karena mereka masih memikirkan pendidikan dan pekerjaan calon suami, serta merasa masih belum dewasa. “hah? Nggak mau lah, masih belum dewasa. Dia juga belum memiliki pekerjaan, mau dikasih makan apa aku? (tertawa)” (IF.1) Orangtua yang memiliki pendidikan yang tinggi juga kebanyakan menginginkan anaknya untuk lulus Strata satu (S1) terlebih dahulu dan sukses dijalannya baru diperbolehkan menjalani kehidupan berumah tangga. Sang 3 anakpun biasanya meniru orang tuanya, ketika orang tuanya menikah diusia yang mapan (sudah memiliki pekerjaan, dan mampu menghidupi keluarga dengan hasil keringat sendiri) maka anak juga akan melakukan hal yang sama. Mulyana dan Ridwan (2013:64) mengatakan bahwa pendidikan orangtua sangat berperan penting dalam kasus terjadinya menikah muda. Orangtua yang memiliki pendidikan rendah mempunyai resiko 7.667 kali lipat anaknya menikah di usia muda dibandingkan dengan orang tua yang pendidikannya tinggi. Begitu pula dengan umur, ketika orangtua menikah diumur 21 tahun kebawah, maka anaknya pun cenderung akan menikah diusia muda. Dewasa ini, hanya ada beberapa mahasiswa yang berani untuk menikahi pasangannya dan mahasiswi yang berani menerima ajakan menikah dari pasangannya, walaupun sama-sama masih berstatus sebagai mahasiswa dan masih memiliki kewajiban untuk kuliah, serta keduanya belum memiliki pekerjaan. Mereka mengatakan saat mengambil keputusan tersebut agar terhindar dari pergaulan yang bebas dan untuk menjaga nama baik keluarga. (MRAJ.1) Motivasi menikah diusia muda teraktualisasi karena didukung oleh faktor-faktor dari dalam diri maupun luar diri. Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri, yaitu keinginan untuk menikah di usia muda. Dengan keinginan yang kuat maka akan mendorong terbentuknya motivasi sehingga 4 menimbulkan kekuatan untuk mencapai tujuan.
Faktor-faktor yang berasal dari luar diri, yaitu dukungan yang sangat kuat dari orangtua. Orangtua tidak serta merta melepaskan buah hati mereka menjalankan pernikahan begitu saja dan para orangtua yang juga memberikan jaminan seperti keuangan untuk membantu anak-anak mereka. (Anisaningtyas dan Astuti, 2011) Dalam suatu penelitian, pernikahan diusia muda dan masih berstatus mahasiswa akan memiliki sisi negatif yang cukup banyak. Mukkaromah dan Nuqul (2012) menyatakan waktu yang seharusnya digunakan untuk berkonsentrasi pada mata kuliah dan prestasi akademik akan terganggu dengan konsentrasi lain pada tugas kerumahtanggaan. Selain itu, karena mahasiswa yang mempunyai banyak tugas dan pekerjaan menjadi pelajar juga tidak hanya berkutat dalam bangku kuliah, namun perlu adanya wawasan lain di luar kampus seperti organisasi, kegiatan kemahasiswaan, diskusi, research (penelitian) dan sebagainya. Dalam penelitian ini juga menyebutkan jika seorang mahasiswa menikah akan mengakibatkan pergaulan juga ruang geraknya akan sebatas di dalam kelas saja, tidak dapat berkembang ke aktifitas lain lebih jauh karena dalam rumah tangga dia juga dituntut untuk mengerjakan tugas setiap harinya dan menjaga kehormatan rumah tangganya. Penelitian yang dilakukan Hermawan (2010) menyatakan bahwa perceraian dapat menghantui pasangan yang menikah muda, sangat banyak kasus perceraian yang terjadi pada pasangan muda. Salah satu penyebab perceraian ini adalah dari segi mental, emosi yang dimiliki remaja masih belum stabil. Hall (Santrock, 2007:201) mengatakan bahwa masa remaja 5 sudah sejak lama dikenal sebagai masa badai emosional. Masa remaja adalah suatu masa dimana fluktuasi emosi (naik dan turun) berlangsung lebih sering. Secara teoritis keputusan untuk menikah muda akan melahirkan berbagai masalah psikologis, akan tetapi faktanya banyak pasangan yang menikah muda justru lebih sehat secara psikologis serta lebih panjang umur pernikahannya. Muji (2013) dalam penelitiannya juga menemukan beberapa diantara mahasiswa yang telah menikah dapat mempertahankan Indeks Prestasinya dengan baik, bahkan diantaranya ada peningkatan yang cukup baik setelah menikah. Dalam penelitian Budinurani (2010) menyebutkan remaja laki-laki yang menikah muda akan memiliki kemandirian. Hal ini dapat dilihat dari ciri-ciri kemandirian yang ada pada remaja laki-laki tersebut yaitu dapat mengambil keputusan tanpa pengaruh orang lain, dapat berhubungan baik dengan orang lain, memiliki kemampuan bertindak sesuai apa yang diyakini, mampu mencari dan medapatkan kebutuhan tanpa bantuan orang lain, dapat memilih apa yang seharusnya dilakukan atau tidak, bebas mencapai tujuan hidup, berusaha mengembangkan diri, dan menerima kritikan. Dampak positif menikah muda lainnya dikemukakan dalam penelitian Novasari (2011), dimana dengan menikah muda, maka akan terhindar dari seks bebas, selain itu pasangan yang menikah muda juga akan memiliki anak dengan usia yang tidak terlalu jauh, dan memupuk cinta atau melewati masa 6 pacaran dalam hubungan berumah tangga akan membuat hubungan selalu harmonis dan langgeng. Pasangan mahasiswa yang memutuskan untuk menikah harus sudah memahami konsekuensi-konsekuensi yang akan mereka hadapi kelak. Saat mereka sudah mengetahui konsekuensi tersebut dan mereka berani mengambil keputusan untuk menikah merupakan hal yang menarik untuk diketahui lebih lanjut. Saat seseorang mengambil keputusan, ia akan menggunakan gaya atau pendekatan dalam pengambilan keputusannya. Begitupula dalam mengambil keputusan menikah, ada gaya pengambilan keputusan yang masing-masing individu gunakan. Gaya pengambilan keputusan untuk menikah muda dan bagaimana perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam gaya pengambilan keputusan tersebut menjadi suatu hal yang menarik untuk diketahui karena gaya pengambilan keputusan ini secara tidak sadar mereka gunakan. Saat ada proses dan tindakan mereka dalam memutuskan seuatu hal, maka ada gaya pengambilan keputusan didalamnya. Berdasarkan hal diatas inilah, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai bagaimana gaya pengambilan keputusan menikah muda yang mereka gunakan serta bagaimana perbedaan gaya pengambilan keputusan tersebut.
 B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana faktor pengambilan keputusan menikah muda pada mahasiswa?
2. Bagaimana proses pengambilan keputusan menikah muda yang dialami mahasiswa?
3. Bagaimana gaya pengambilan keputusan menikah muda yang digunakan mahasiswa?
C. Tujuan Penelitan
1. Untuk mengetahui faktor pengambilan keputusan menikah muda pada mahasiswa.
 2. Untuk mengetahui proses pengambilan keputusan menikah muda yang dialami oleh mahasiswa.
 3. Untuk mengetahui gaya pengambilan keputusan menikah muda yang digunakan mahasiswa.
D. Manfaat Penelitian
 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dibidang penelitian psikologi sosial, khususnya tentang gaya pengambilan keputusan menikah antara laki-laki dan perempuan.
2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk pasangan muda terutama mahasiswa yang ingin menikah, menambah wawasan tentang proses dan gaya pengambilan keputusan menikah yang dapat digunakan, 8 serta menambah wawasan mengenai persiapan yang dapat dilakukan sebelum pengambilan keputusan menikah saat menjadi mahasiswa dan mengenai dampak dari pengambilan keputusan tersebut. 
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Psikologi" :Gaya pengambilan keputusan menikah: Studi kasus pada sepasang mahasiswa strata satu Kota Malang" Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD

Artikel Terkait: