Jasa Pembuatan Skripsi

Jasa Pembuatan Skripsi
Jasa Pembuatan Skripsi

Thursday, June 8, 2017

Jasa Buat Skripsi: download Skripsi al-Ahwal al-Syakhshiyyah:Upaya mewujudkan keluarga sakinah dalam keluarga karir: Studi pada dosen wanita Fakultas Humaniora dan Budaya Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Abstract

INDONESIA:
Pernikahan adalah ikatan suci antara laki­laki dan perempuan sebagai suami istri, yang dengannya diperbolehkan hubungan intim. Sebagai kepala keluarga, suami wajib mencari nafkah untuk keluarga. Sebagai ibu rumah tangga, seorang istri dibutuhkan untuk mendidik dan merawat anak­anak disamping suami. Bagi seorang istri yang sudah dikaruniai anak, hal tersebut akan menjadi permasalahan ketika ia ikut bekerja atau sebagai wanita karir. Ketika suami­istri sibuk bekerja tentunya akan sulit untuk menjalankan kewajiban rumah tangga dan bias berdampak pada keharmonisan keluarga. Fenomena yang demikian terjadi pada dosen Wanita yang ada di Fakultas Humaniora dan Budaya Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Dari fenomena tersebut muncul pertanyaan bagaimana pemahaman dosen wanita yang ada di Fakultas Humaniora dan Budaya Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang tentang keluarga sakinah serta bagaimana upaya yang mereka lakukan untuk menciptakan keluarga sakinah dalam keluarga karir.
Dengan pendekatan deskriptif kualitatif, skripsi ini akan menggambarkan beberapa data yang diperoleh dari lapangan, baik dengan wawancara, observasi, maupun dokumentasi sebagai metode pengumpulan data. Kemudian dilanjutkan dengan proses editing, diklasifikasikan, kemudian dianalisa. Selain itu, proses analisa tersebut juga didukung dengan kajian pustaka sebagai referensi untuk memperkuat data yang diperoleh dari lapangan. Sehingga dengan proses semacam itu, dapat diperoleh kesimpulan sebagai jawaban atas dua pertanyaan diatas.

Dari pertanyaan yang ada, muncul jawaban tentang bagaimana pemahaman dosen wanita yang ada di Fakultas Humaniora dan Budaya Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang tentang keluarga sakinah yaitu sebuah keluarga dimana kondisi keluarga tersebut yang harmonis, tenang, bahagia, nyaman, damai, rukun, tenteram, tidak pernah tengkar, serta semua perbuatan atau aktifitas dalam keluarga tersebut didasarkan pada syari’ah atau aturan­aturan dan ajaran agama Islam. Sedangkan upaya yang mereka lakukan untuk mewujudkan keluarga sakinah diantaranya menjaga komunikasi, instropeksi diri, menyamakan persepsi, saling terbuka, mengalah, memahami, dan menghargai, peningkatan suasana kehidupan keberagamaan dalam rumah tangga, peningkatkan intensitas romantisme dalam rumah tangga, suami mendukung terhadap karir istri, tetap kosentrasi, mengatur waktu dengan baik, serta bisa menempatkan diri.




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Islam adalah agama yang sempurna. Islam adalah agama pelengkap atau agama yang melengkapi aturan atau syariat dari agama sebelumnya. Agama Islam banyak mengatur tentang aturan-aturan (syariat) dalam kehidupan yang belum pernah ada atau belum pernah diatur oleh agama sebelum Islam. Seperti dalam hal pernikahan, Islam mengaturnya bertujuan agar kehidupan sosial masyarakat menjadi tenteram. Sebelum datangnya agama Islam beserta syari’atnya yang dibawa Nabi Muhammad saw, di zaman jahiliyah berlaku pernikahan yang unik yang sangat merendahkan martabat dan derajat seorang perempuan. Misalnya seorang laki-laki mengirim istrinya untuk digauli laki-laki lain agar mendapatkan keturunan yang xviii berkualitas, tukar-menukar istri, dan lain sebagainya. 1 Namun setelah masa Rasulullah saw, atas firman dari Allah swt, maka Islam mengatur pernikahan dengan cara- cara yang baik atau ”memanusiakan” perempuan dan hilang pula kebiasaan atau adat jahiliyah tersebut. Perempuan pada zaman dahulu memang seperti barang dagangan, diperlakukan seperti binatang, dikasari, dipukuli, karena dianggap sebagai kaum yang lemah. Ketika rumah tanggapun demikian, tidak ada bedanya sekalipun sudah menikah dan ada suami. Selalu didiamkan di rumah, tidak boleh keluar rumah, apalagi bekerja.
 Selain itu, perempuan juga sebagai tempat untuk memperbanyak keturunan. Karena hanya berfungsi sebagai alat untuk memperbanyak anak, ketika melahirkan anak dan anak tersebut cacat atau lemah, tidak mampu dijadikan tentara yang kuat, maka anak tersebut akan dibunuh. Tidak ada bedanya antara bangsa barat dengan jaman jahiliyah. Ketika agama Islam datang, sedikit demi sedikit kebiasaan yang ada pada jaman dahulu atau pada jaman jahiliyyah segera hilang. Kondosi masyarakatnya menjadi beradab kembali setelah aturan-aturan agama Islam diterapkan. Perempuan dilindungi, dihormati derajat dan martabatnya, hak dan kewajibannya dijamin oleh agama Islam sehingga tidak ada lagi yang merampasnya. Demikian pula dalam hal kedudukannya di dalam rumah tangga, diberikan porsi yang sama dengan suami sesuai tugas dan tanggung jawabnya. Hal ini semua tidak pernah dilakukan oleh agama atau syari’at sebelum Islam. Allah swt melihat kedudukan hamba-Nya hanya melalui ketaatan ibadah atau ketaqwaan kepada-Nya.2 1 Fajar al-Qalami, Abu, Tuntunan Jalan Lurus Dan Benar ( Gita Media Press: 2004 ), 416. 2 Gymnastiar, Abdulloh, Meraih Bening Hati Dengan Manajemen Qalbu, ( Jakarta: Gema Insani, 2002), 66. xix xix Sebagai contoh persoalan yang amat membedakan antara jaman jahiliyyah dengan masa pasca Islam adalah pembagian hak dan kewajiban. Sebalum syariat Islam ada, peran seorang laki-laki atau suami sangat dominan atau terlalu superrior terhadap perempuan atau istri, lebih-lebih soal urusan rumah tangga. Salah satu yang merupakan hak dan kewajiban manusia, baik perempuan atau laki-laki adalah perkawinan. Perkawinan merupakan sunatulloh yang umum dan berlaku bagi semua makhluk, baik manusia, tumbuhan ataupun hewan.3 Allah swt telah menciptakan semua yang ada di bumi berpasang-pasangan, manusia antara lakilaki dan perempuan yang melakukan pernikahan dan menjadi suami istri secara sah. Dalam Islam, penikahan diartikan sebagai suatu aqad atau perjanjian yang mengikat antara laki-laki dan perempuan untuk menghalalkan hubungan badan antara kedua belah pihak dengan sukarela.4 Penikahan itu sendiri merupakan sarana untuk menyambung generasi atau menjaga keturunan. Dalam al-Qur’an surat an- Nisa’ ayat 1 Allah swt berfirman ]t/ur ”Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan dari padanya Allah swt menciptakan istrinya, dan daripada keduanya Alloh swt memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah swt yang dengan (mempergunakan) nama- Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (jagalah) hubungan silaturrahmi. Sesungguhnya Allah swt selalu mengawasi kamu ”.
Pernikahan merupakan pintu gerbang munculnya hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan, antara suami dan istri.5 Mereka telah terikat satu sama lain dan mempunyai hak dan kewajiban yang tidak dapat dilepaskan. Setelah menikah, mereka akan mempunyai hak dan kewajiban masing-masing. Suami wajib memenuhi kebutuhan keluarga, istri dan anak-anaknya sesuai dengan kemampuannya. Kewajiban semacam ini dinamakan kewajiban memberi nafkah. Para Fuqoha’ menegaskan bahwa pemenuhan nafkah keluarga merupakan kewajiban suami. 6 Kewajiban tersebut merupakan kompensasi dari kewajiban istri memberikan pelayana seks kepada suami. Dalam bahasa yang lain, hak istri untuk mendapatkan nafkah dari suaminya merupakan nilai tukar dari hak suami untuk menikmati tubuh istrinya (an-nafaqoh fi muqobalat al-istimta’). 7 Termasuk kewajiban suami terhadap istri dan anak-anaknya diantaranya adalah menyediakan sandang, pangan, dan papan. Adapun dalil normatif yang digunakan para fuqaha’ tentang kewajiban suami dalam memberikan nafkah diantaranya: 1) al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 233 Artinya:”Para ibu hendaklah menyusukan anak- anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan Pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.
janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan Karena anaknya dan seorang ayah Karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.” 2) Surat al- Thalaq ayat 6-7 `.
Artinya :”Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, Kemudian jika mereka menyusukan (anak- anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.” Memberikan nafkah oleh seorang suami kepada seorang istri telah menjadi suatu kelaziman dan merupakan kenyataan umum atau menjadi adat dalam masyarakat sejak dahulu hingga kini. Nafkah tersebut merupakan yang bersifat meteri. Sedangkan nafkah yang bersifat non-materi atau nafkah batin diantaranya kasih sayang, kebutuhan biologis, dan lain sebagainya. xxii Disamping itu semua yang merupakan kewajiban suami atau yang menjadi hak istri, istri juga mempunyai kewajiban atau sesuatu yang menjadi hak suami. Diantaranya istri mempunyai kewajiban taat atau patuh terhadap suami, menjaga harta suami, mengurus rumah tangga serta mendidik anak dan mengasuhnya. Dari penjelasan singkat yang telah dipaparkan tersebut, dapat difahami bahwa suami bertugas mencari dan memenuhi nafkah sedangkan istri bertugas untuk mengaturnya. Sebagai penata ekonomi keluarga istri harus mempunyai kecakapan, ketrampilan, kreatifitas agar penerimaan dan penggunaan nafkah dapat mengarah pada peningkatan ekonomi keluarga. Sebuah tugas yang tidak kalah pentingnya bagi seorang suami adalah menjadi pemimpin dalam keluarga. Agama Islam mengakui betapa pentingnya keberadaan seorang pemimpin dalam sebuah kelompok, seperti kepemimpinan dalam keluarga. Suami adalah nahkoda rumah tangga bagi istri dan anak-anaknya. Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw bersabda yang artinya : ”sekiranya ada tiga orang atau lebih dalam sebuah perjalanan, hendaklah salah seorang diantaranya bertindak sebagai kepala rombongan (pemimpin)”. Bila dihubungkan dengan hadits yang lain, Nabi mengisyaratkan bahwa rekomendasi menjadi pemimpin selayaknya jatuh kepada mereka yang mampu mengantar kelompoknya pada tujuan yang ingin dicapai.8 Rekomendasi menjadi pemimpin dalam rumah tangga atau keluarga jatuh kepada suami. Hal ini didasarkan pada al-Qur’an surat al-Nisa’ ayat 34: `B #q)xÿRr& $yJ/u r Ùèt/ ’n?tã OgÒèt/ !# @Òsù $yJ/ ä$|¡Y9# ’n?tã cqBºqs% A%y` 9# !# xáÿym $y J/ =‹tó=9 M»sàÿ»ym M»tGZ»s% M»ys=»Á9$sù 4 Ng9ºuqBr& 8 Mulyati, Sri, Op. Cit., 41. xxiii Artinya: ”Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Alloh swt telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shalehah ialah yang taat kepada Allah swt lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada oleh karena Allah swt telah memelihara (mereka)”. Dari sini dapat diambil sebuah pengertian bahwa agama Islam telah mensyari’atkan tugas atau kewajiban utama seorang suami adalah mencari nafkah di luar rumah. Selain itu, ia juga menjadi seorang pemimpin bagi keluaarga atau rumah tangganya. Sedangkan tugas atau kewajiban bagi seorang istri kebanyakan bersifat domestik atau di dalam rumah diantaranya mengatur dan mengurus rumah serta merawat dan mendidik anak. Dalam penjelasan diatas telah disebutkan bahwa kewajiban memberikan nafkah bagi keluarga adalah tugas utama seorang suami. Kewajiban suami memberikan nafkah berupa sandang dan pangan kepada istri adalah logis karena berkaitan dengan pemenuhan hak hidup istri sebagai anggota dalam suatu rumah tangga. Keberadaan istri dalam relasinya dengan suami mengantarnya dalam relasi ibu dengan anaknya sehingga istri memiliki status tugas ganda yaitu sebagai istri dan ibu. Namun demikian apabila tugas dalam sebuah rumah tangga dibebankan kepada suami, tentulah sangat memberatkan. Suami juga manusia yang mempunyai kekurangan dan kelebihan. Oleh karena itu, tugas-tugas dalam rumah tangga hendaknya ditanggung bersama antara suami dan istri. xxiv Allah swt menciptakan laki-laki dan wanita masing-masing lengkap dengan software dan hardware.9 Laki-laki dengan ototnya yang mempunyai kekuatan lebih dari perempuan. Sedangkan wanita diciptakan dengan perasaannya yang lemah lembut, kegemarannya bersolek, dan lain sebagainya. Semakin hari berjalan dan bertambah, ikut pula mempengaruhi perubahan strata sosial, kemajuan peradaban dan IPTEK, serta permasalahan atau realita sosial semakin kompleks ikut membawa dampak dalam kehidupan rumah tangga. Dimana kebutuhan ekonomi keluarga semakin bertambah atau semakin banyak. Ketika kebutuhan rumah tangga semakin kompleks, maka sebuah keluarga tidak akan cukup jika hanya mengandalkan nafkah kepada suami yang memiliki penghasilan kurang dari cukup. Akhirnya semakin banyak pula para wanita atau istri ikut bekerja membantu suami dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Banyak pula dalam sebuah keluarga yang akhirnya dalam hal ekonomi atau nafkah keluarga banyak yang ditopang oleh istri dari pada pihak suami. Fenomena seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, dimana istri ikut menanggung beban ekonomi keluarga semakin nyata. Sehingga pada akhirnya perempuan atau istri harus menerima konsekuensi logis, tugas atau kerja ganda sebagai istri. Disamping harus mengurusi suami dan anak-anaknya, mereka juga harus ikut bekerja. Sudah barang tentu jika hal ini dilakukan oleh seorang istri, maka akan berdampak pada kekuatan atau tenaganya yang semakin terkuras, membuat ia lemas karena perempuan diciptakan tidak sama dengan laki-laki atau suami. 9 Gymnastiar, Abdulloh, Loc. Cit., 65. xxv Sebuah fakta atau realita sosial dimana perempuan atau para istri ikut bekerja membantu ekonomi keluarga seperti halnya seorang laki-laki atau suami dalam Agama Islam diperbolehkan. Ketidakmampuan seorang suami memenuhi kewajiban nafkah lazimnya memaksa istri ikut serta melakukan tugas-tugas produktif secara ekonomis. Ketentuan diperbolehkannya istri ikut membantu suami dalam mencari nafkah sekiranya dalam kondisi darurat. Syarat tersebut juga disebutkan oleh para fuqoha’. 10 Agama Islam memang tidak melarang perempuan atau para istri untuk bekerja. Hanya saja persoalan tersebut juga tidak dianjurkan. Agama Islam membenarkan perempuan atau istri bekerja diluar rumah dengan catatan dalam keadaan darurat. Darurat diartikan sebagai suatu pekerjaan atau keadaan yang sangat perlu, mendesak, atas dasar kebutuhan pribadi karena tidak ada yang membiayai atau yang menanggung biaya hidup (suami atau ayah) tidak mampu untuk mencukupi.11 Ketika perempuan atau wanita ikut bekerja, juga ada syarat yang lain diantaranya adanya mahram yang menemani, tidak berbaur atau bercampur dengan laki-laki. Keterlibatan seorang istri dalam mencari nafkah atau bekerja untuk membantu suami dalam mencukupi kehidupan runah tangga, akan membawa dampak positif. Dengan istri ikut bekerja, maka beban suami akan lebih ringan. Namun disisi lain, ada akibat negatif yang sangat fatal apabila tidak dipikirkan dengan matang. Kesibukan istri bekerja atau berkarir akan membawa konsekuensi waktunya di rumah akan semakin berkurang. Dengan begitu, akan berdampak pula dengan persoalan yang lain. Kasih sayang terhadap anak yang berkurang, anak menjadi liar 10 Mulyati, Sri, Loc. Cit., 48. 11 Ibid., 50. xxvi atau bandel, nakal karena kurang perhatian dari orang tua, pendidikan anak terlantarkan. Yang lebih parah lagi bila istri sibuk dengan karirnya, maka dikhawatirkan terjerumusnya anak-anak kepada hal yang negatif karena kurangnya perhatian dari oarang tua seperti tindak kriminal atau narkoba.12 Hal lain yang ditakutkan adalah perceraian antara suami dan istri. Jika hal ini benar-benar terjadi, maka tentunya dampak negatif yang ditimbulkan bagi anak akan semakin mengkhawatirkan atau lebih parah lagi. Dampak tersebut wajar terjadi bilamana sering terjadi cekcok atau pertengkaran antara suami dan istri yang tidak mau mengalah. Padahal tujuan utama dalam sebuah pernikahan adalah membentuk keluarga yang langgeng, dipenuhi dengan kasih sayang, ketenangan, suasana nyaman, dan tidak sampai terjadi perceraian. Permasalahan perempuan yang bekerja atau berkarir di ranah sosial dan ekonomi akan semakin pelik bilamana harus dihadapkan pada permasalahan aurat dan didampingi oleh mahram. Persoalan pembentukan keluarga sakinah, juga termasuk permasalahan yang tidak dapat dihindarkan oleh perempuan atau para istri yang ingin berkarir. Apapun motifasi atau alasannya, ketika wanita atau istri ikut bekerja akan membawa dampak negatif bagi rumah tangga seperti urusan anak yang terlantarkan, terjerumus pada hal-hal negatif, dan memungkinkan terjadinya perceraian. Jika semua itu sampai terjadi, maka akan sulit mewujudkan keluarga yang sakinah. Melihat fenomena yang telah dijelaskan sebelumnya, muncul pertanyaan bagaimana pandangan dosen Fakultas Humaniora dan Budaya Universitas Islam 12 Fanani, Bahrudin, Wanita Islam Dan Gaya Hidup Modern ( Jakarta: Pustaka Hidayah, 1993), 199. xxvii Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang tentang keluarga sakinah serta bagaimana upaya yang dilakukan untuk mewujudkan sakinah dalam keluarga karir. Melihat realitas sosial yang terjadi sebagaimana telah disebutkan, penulis merasa tertarik untuk melakukan sebuah penelitian dengan judul ”UPAYA MEWUJUDKAN KELUARGA SAKINAH DALAM KELUARGA KARIR ( Studi pada Dosen Wanita Fakultas Humaniora dan Budaya Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang )”.
B.     Batasan Masalah
 Menurut hemat penulis, obyek penelitian atau permasalahan yang dibahas disini perlu dibatasi dan ditegaskan agar dalam penelitiannya bisa lebih fokus dan terarah sehingga nantinya hasil yang diharapkan dari penelitian berkualitas dan jelas. Pada penelitian ini, penulis memfokuskan pada dua hal pokok permasalahan yang akan diteliti. Pertama berkaitan dengan pandangan beberapa dosen Fakultas Humaniora dan Budaya Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang tentang keluarga sakinah. Kedua berhubungan dengan upaya yang dilakukan oleh dosen Fakultas Humaniora dan Budaya Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang untuk mewujudkan keluarga sakinah dalam keluarga karir
C.     Rumusan Masalah
 Berdasarkan latarbelakang masalah yang telah diungkapkan oleh penulis, maka perlu dibuat rumusan masalah yang berhubungan dengan penelitian ini. Hal ini dimaksudkan untuk menjawab semua permasalahan yang ada. Adapun rumusan masalah yang ada dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : xxviii 1. Bagaimana pandangan dosen wanita yang ada di Fakultas Humaniora dan Budaya Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang tentang keluarga sakinah ? 2. Bagaimana upaya dosen wanita di Fakultas Humaniora dan Budaya Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang untuk mewujudkan keluarga sakinah dalam keluarga karir ?
D.    Tujuan Penelitian
 Sehubungan dengan permasalahan yang diungkapkan oleh penulis didalam latar belakang, maka tujuan dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pandangan dosen wanita yang ada di Fakultas Humaniora dan Budaya Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang tentang Keluarga Sakinah. 2. Untuk mendeskripsikan upaya beberapa dosen wanita yang ada di Fakultas Humaniora dan Budaya Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang mewujudkan keluarga sakinah dalam keluarga karir. E. Kegunaan Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Teoritis a. Dapat menambah wawasan atau pengetahuan tentang cara- cara bagaimana mewujudkan keluarga yang sakinah sekalipun keluarga itu, suami-istri sama-sama berkarir atau bekerja. b. Dengan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini diharapkan oleh penulis dapat memberikan kontribusi pengetahuan atau teori bagi Fakultas Syari’ah Jurusan al-Ahwal al-Syakhsiyyah. xxix xxix c. Sebagai bahan pustaka atau referensi bagi penelitian selanjutnya. 2. Praktis a. Dapat dijadikan bahan acuan atau rujukan bagi siapa saja yang ingin menciptakan keluarga yang sakinah sekalipun antara suami dan istri sama-sama mempunyai kesibukan bekerja. b. Sebagai sumber pengetahuan untuk memecahkan permasalahan dalam sebuah rumah tangga ketika terjadi pertentangan atau pertengkaran yang disebabkan oleh keduanya, suami-istri yang mempunyai kesibukan bekerja

Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Hukum Bisnis Syariah" :   Upaya mewujudkan keluarga sakinah dalam keluarga karir: Studi pada dosen wanita Fakultas Humaniora dan Budaya Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini


Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment