Jasa Pembuatan Skripsi

Jasa Pembuatan Skripsi
Jasa Pembuatan Skripsi

Wednesday, April 26, 2017

Jasa Buat Skripsi: download Skripsi Manajemen: Analisis ketepatan model altman, springate, zmijewski, ohlson dan grover Sebagai detektor kebangkrutan: Studi kasus pada perusahaan yang delisting di bursa efek Indonesia (BEI) Periode 2010-2014

Abstract

INDONESIA:
Tingkat kesehatan perusahaan sangatlah penting artinya bagi perusahaan untuk meningkatkan efisiensi dalam menjalankan usahanya, sehingga kemampuan untuk memperoleh keuntungan dapat ditingkatkan yang akhirnya dapat menghindari adanya kemungkinan kebangkrutan suatu perusahaan. Salah satu indikator kebangkrutan suatu perusahaan adalah delisting dari BEI. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui manakah diantara model Altman, Springate, Zmijewski, Ohlson dan Grover yang paling tepat sebagai detektor kebangkrutan pada perusahaan.
Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan metode deskriptif. Objek dalam penelitian ini adalah perusahaan yang telah delisting dari Bursa Efek Indonesia periode 2010-2014 dengan menggunakan pendekatan studi laporan keuangan tiga tahun sebelum perusahaan tersebut di delisting. Teknik pengambilan objek dalam penelitian ini adalah dengan purposive sampling. Dalam penelitian ini sampel yang dipakai sebanyak 12 perusahaan dari 17 perusahaan yang didelisting selama periode penelitian.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model Altman memiliki tingkat akurasi sebesar 58,33%, Springate memiliki tingkat akurasi sebesar 66,67%, Zmijewski memiliki tingkat akurasi sebesar 33,33%, Ohlson memiliki tingkat akurasi sebesar 8,33% dan Grover memiliki tingkat akurasi sebesar 41,67%. Dari kelima model analisis kebangkrutan yang digunakan dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa model Springate merupakan model yang paling tepat digunakan sebagai detektor kebangkrutan dengan tingkat akurasi sebesar 66,67%. Hal ini karena perusahaan yang mengalami kebangkrutan memiliki kecenderungan menghasilkan modal bersih yang kecil dari total asetnya, kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba sebelum bunga dan pajak dari aktivanya semakin kecil, semakin kecilnya tingkat penjualan perusahaan dengan menggunakan seluruh aktivanya, dan semakin kecil kemungkinan laba sebelum pajak dapat menutupi hutang lancar yang dimiliki perusahaan.
ENGLISH:
The level of corporate health is very important for the company to improve efficiency in the operations, so the ability to make a profit can be improved which can eventually avoid the possibility of bankruptcy of a company. The bankruptcy of a company begins with the emergence of financial difficulties (financial distress). The aim of this study was to determine which of the Altman model, Springate, Zmijewski, Ohlson and Grover most accurate in predicting financial distress at the company who have delisted from the Indonesia Stock Exchange in 2010-2014.
This research use qualitative descriptive method. The object of this research are companies that have been delisted from the Indonesia Stock Exchange in 2010-2014 by using a three-year study of the financial statements before the company delisted. The object of this study used purposive sampling method. In which 12 companies from 17 companies which delisted during the study period is used as the sample in this study.


The results showed that the model Altman has an accuracy rate of 58.33%, Springate has a 66.67% accuracy rate, Zmijewski has an accuracy rate of 33,33%, Ohlson has an accuracy rate of 8.33% and an accuracy Grover amounting to 41.67%. Of the five bankruptcy analysis model used in this study can be concluded that the model Springate is the most appropriate model is used as detector of bankruptcy with a level of accuracy of 66.67%. This is because corporate bankruptcies have a tendency to produce a net capital smaller than total assets, the company's ability to generate earnings before interest and tax of assets is getting smaller, the small level of the selling company with all its assets, the smaller profit will be got by the company before the tax which covered the debt that the company had.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
 Dewasa ini, ekonomi global sedang mengalami pergolakan. Pergolakan tersebut memiliki dampak negatif terhadap negara-negara berkembang tak terkecuali Indonesia. Seperti yang diungkapkan oleh Christine Lagarde (Managing Director IMF) dalam kuliah umum di Universitas Indonesia sebagai berikut, “Seperti banyak negara berkembang lain, Indonesia saat ini sedang diterpa serangan lain dari gejolak keuangan global. Dalam empat tahun terakhir, ekonomi Indonesia telah melambat dan baru-baru ini turun di bawah 5%, yang merupakan level terendah untuk pertama kalinya sejak krisis keuangan global” (cnnindonesia.com). Melihat kondisi perekonomian Indonesia yang cukup tidak stabil karena masih sangat terpengaruh oleh keadaan ekonomi dan politik dunia, tidak dipungkiri bahwa setiap perusahaan akan dibayang-bayangi dengan adanya pendatang baru yang lebih kompetitif dan turunnya kinerja atau performa (inovasi) perusahaan yang bisa mengakibatkan bangkrutnya usaha mereka karena berbagai faktor. Untuk itu diperlukan sebuah penilaian kondisi kesehatan perusahaan sebagai antisipasi terjadinya kebangkrutan suatu perusahaan. Tingkat kesehatan perusahaan sangatlah penting artinya bagi perusahaan untuk meningkatkan efisiensi dalam menjalankan usahanya, sehingga kemampuan 2 untuk memperoleh keuntungan dapat ditingkatkan yang akhirnya dapat menghindari adanya kemungkinan kebangkrutan suatu perusahaan. Kebangkrutan suatu perusahaan akan menimbulkan beberapa permasalahan yang berhubungan dengan pemilik maupun karyawan yang harus kehilangan pekerjaannya. Hal ini sebenarnya tidak akan menimbulkan permasalahan yang lebih besar kalau proses kebangkrutan pada suatu perusahaan dapat diprediksi lebih dini sehingga dapat mengurangi risiko terjadinya kebangkrutan tersebut. Risiko kebangkrutan bagi perusahaan sebenarnya dapat dilihat dan diukur melalui laporan keuangan, dengan cara melakukan analisis terhadap laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahan yang bersangkutan. Analisis laporan keuangan merupakan alat untuk mengetahui posisi keuangan serta hasil-hasil yang telah dicapai perusahaan. Analisis kebangkrutan merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk melihat apakah perusahaan tersebut nantinya akan bangkrut atau tidak. Analisis ini sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk melakukan antisipasi yang diperlukan dari peringatan awal kebangkrutan. Semakin awal tanda-tanda kebangkrutan tersebut ditemukan, semakin baik bagi pihak manajemen, karena dapat melakukan perbaikan sejak awal (Hanafi, 2003:263). Indikator perusahaan bangkrut di pasar modal adalah perusahaan delisting (Fatmawati, 2012). Semua kewajiban perusahaan yang telah dikeluarkan dari bursa sebagai perusahaan tercatat akan terhapus juga, termasuk kewajiban untuk menerbitkan laporan keuangan. Bagi perusahaan go public yang telah mencatatkan sahamnya, delisting ini merupakan suatu kerugian. Hal ini terjadi 3 karena perusahaan tersebut tidak bisa lagi menjual sahamnya untuk mendapatkan dana dari masyarakat. Bagi investor, perusahaan yang sudah delisted adalah identik dengan bangkrut, karena sudah tidak bisa lagi investasi di perusahaan tersebut.(Fatmawati, 2012) Terjadinya delisting beberapa perusahaan go-public di Bursa Efek Indonesia (BEI), yang disebabkan karena kesulitan likuiditas juga merupakan bukti dari fenomena bahwa suatu perusahaan cenderung akan mengalami financial distress bahkan bisa terjadi kebangkrutan. Menurut Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta Nomor : Kep- 308/BEJ/07-2004 tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) Saham di Bursa, “Penghapusan pencatatan (Delisting) adalah penghapusan efek dari daftar efek yang tercatat di bursa sehingga efek tersebut tidak dapat diperdagangkan di bursa”. Delisting atas suatu saham dari daftar Efek yang tercatat di bursa dapat terjadi karena dua hal yaitu permohonan delisting saham yang diajukan sendiri oleh perusahaan tercatat, atau delisting karena efek dihapus pencatatan sahamnya oleh bursa. Salah satu hal yang dipertimbangkan oleh BEI dalam penentuan perusahaan yang didelisting atau tidak adalah laporan keuangan perusahaan tercatat. Laporan keuangan merupakan cerminan keadaan suatu perusahaan. Analisis laporan keuangan merupakan alat yang penting untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan posisi keuangan perusahaan serta hasil yang telah dicapai sehubungan dengan pemilihan strategi perusahaan yang telah diterapkan. Melakukan analisis laporan keuangan dan mengetahui rasio keuangan perusahaan bertujuan untuk mengetahui tingkat kesehatan dan kondisi keuangan 4 perusahaan dari tahun ke tahun apakah mengalami peningkatan atau penurunan kinerja. Analisis diskriminan dilakukan untuk memprediksi kebangkrutan suatu perusahaan dua sampai lima tahun sebelum perusahaan tersebut diprediksi bangkrut. Hal ini yang mendorong perlunya peringatan dini adalah munculnya problematika keuangan yang mengancam operasional perusahaan. Faktor modal dan risiko keuangan mempunyai peranan penting dalam menjelaskan fenomena kepailitan / tekanan keuangan perusahaan tersebut. Penelitian mengenai alat deteksi kebangkrutan telah banyak dilakukan sehingga memunculkan berbagai model dalam menghitung apakah perusahaan tersebut nantinya akan bbangkrut atau tidak yang digunakan sebagai alat untuk memperbaiki kondisi perusahaan sebelum perusahaan mengalami kebangkrutan (Endri, 2009). Seperti yang dinyatakan Nidhi dan Saini (2013) bahwa keadaan keuangan perusahaan dapat dinilai menggunakan rasio keuangan standar. Beberapa alat deteksi kebangkrutan yang dapat digunakan yaitu model Altman Zscore (1968), model Springate (1978), model Zmijewski (1983), model Ohlson (1980) serta model Grover (2003). Altman (1968) menguji manfaat rasio keuangan dalam memprediksi kebangkrutan Altman menggunakan multivariate discriminant analysis dalam menguji manfaat lima rasio keuangan dalam memprediksi financial distress. Menurut Altman teknik pengunaan MDA mempunyai kelebihan dalam mempertimbangkan karakteristik umum dari perusahaan yang relevan, termasuk interaksi antar perusahaan tersebut dan mengkombinasikan berbagai rasio menjadi 5 suatu model prediksi yang berarti dan dapat digunakan untuk seluruh perusahaan, baik perusahaan publik, pribadi, manufaktur, ataupun perusahaan jasa dalam berbagi ukuran. Hasil analisis menunjukkan bahwa rasio keuangan (profitabilitas, likuiditas dan solvabilitas) bermanfaat dalam memprediksi kebangkrutan dengan keakuratan yang cenderung menurun untuk periode waktu yang lebih lama. Hadi dan Anggraeni (2008) melakukan penelitian tentang pemilihan prediktor delisting terbaik (perbandingan antara the zmijewski model, the altman model dan the springate model). Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa model Altman merupakan prediktor terbaik di antara ketiga prediktor yang dianalisa yaitu model Altman Z-score, model Zmijewski dan model Springate. Springate (1978) menghasilkan model penentu kebangkrutan yang dibuat dengan mengikuti prosedur model Altman (Prihanthini dan Sari, 2013). Dengan mengikuti prosedur yang dikembangkan Altman, Springate mengunakan step– wise multiple discriminate analysis untuk memiih empat dari 19 rasio keuangan yang popular sehingga dapat membedakan perusahaan yang berada dalam zona bangkrut atau zona aman, dengan menggunakan 40 perusahaan sebagai sampelnya. Imanzadeh, et.al. (2011) dalam penelitiannya yang berjudul A Study of the Application of Springate and Zmijewski Bankruptcy Prediction Models in Firms Accepted in Tehran Stock Exchange menghasilkan bahwa model Springate lebih konservatif daripada model Zmijewski. Dimana rasio keuangan yang digunakan model Springate lebih mencerminkan keadaan pada saat penelitian dibandingkan dengan rasio keuangan yang digunakan dalam model Zmijewski. 6 Zmijewski (1984), dalam Fatmawati (2012) metode Zmijewski (X-Score) menggunakan analisis rasio yang mengukur kinerja, leverage, dan likuiditas suatu perusahaan untuk model prediksinya. Zmijewski menggunakan probit analisis yang diterapkan pada 40 perusahaan yang telah bangkrut dan 800 perusahaan yang masih bertahan saat ini. Fatmawati (2012) melakukan penelitian tentang tentang penggunaan the zmijewski model, the altman model, dan the springate model sebagai prediktor delisting. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa model Zmijewski merupakan model yang lebih akurat daripada model Altman Zscore dan model Springate. Salah satu Studi Empiris Kebangkrutan Metode MDA adalah metode Ohlson. Ohlson (1980) mendeteksi perusahaan bangkrut dengan menggunakan model analisis logit. Ohlson dalam penelitiannya menggunakan sampel 105 perusahaan bangkrut serta 2058 perusahaan yang tidak bangrut pada periode 1970-1976. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, Ohlson menggunakan analisis logit kondisional untuk menghilangkan analisis MDA. Variabel rasio keuangan yang digunakan adalah size (log (total asssets/GNP Price-level index)), total liabilities/total assets, working capital/total assets, current liabilities/current assets, net income/total assets, funds from operations/total liabilities. Penelitian Ohlson ini menggambarkan model logit secara tepat dan penyampelan yang sesuai dengan populasi antara perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut dengan ketepatan prediksi untuk seluruh variabel rasio keuangan sebesar 96,3%. Wulandari, et al (2014) mendukung penelitian yang dilakukan Ohslon yang menyatakan bahwa 7 model Ohlson adalah model analisis yang paling efektif dan akurat dalam perusahaan Food and Beverages di BEI pada periode 2010-2012. Model Grover (2003) merupakan model yang diciptakan dengan melakukan pendesainan dan penilaian ulang terhadap model Altman Z-Score. Jeffrey S. Grover menggunakan sampel sesuai dengan model Altman Z-score pada tahun 1968, dengan menambahkan tiga belas rasio keuangan baru. Sampel yang digunakan sebanyak 70 perusahaan dengan 35 perusahaan yang bangkrut dan 35 perusahaan yang tidak bangkrut pada tahun 1982 sampai 1996. Prihatini dan Sari (2013) menyatakan hal yang sama bahwa model Grover merupakan model yang paling sesuai diterapkan pada perusahaan Food and Beverage yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) karena model ini memiliki tingkat keakuratan yang paling tinggi dibandingkan dengan model prediksi lainnya yaitu sebesar 100%. Melihat perbedaan hasil penelitian di atas, maka penelitian kali ini mengkaji tentang perbedaan model Altman Z-score, model Springate, model Zmijewski, model Ohlson dan model Grover untuk melakukan analisis kebangkrutan. Karena dari penelitian-penelitian terdahulu, masih belum menemukan model prediksi yang paling tepat. Penelitian tentang kebangkrutan suatu perusahaan telah banyak dilakukan di dunia tak terkecuali di Indonesia.
Akan tetapi penelitian tentang perusahaan delisted serta analisis ketepatan model yang tepat masih sangat terbatas. Padahal apabila kita telaah dengan seksama, perusahaan yang delisted sangatlah tepat apabila dijadikan objek pada penelitian tentang model analisis kebangkrutan. 8 Perusahaan yang delisted dari BEI sudah dapat dipastikan mengalami kesulitan keuangan. Hal ini dapat dicermati dalam Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta Nomor : Kep- 308/BEJ/07-2004 bahwa bursa menghapus pencatatan saham perusahaan tercatat apabila perusahaan tercatat mengalami kondisi salah satunya laporan keuangan memperoleh pendapat disclaimer selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dan laporan keuangan adverse untuk tahun buku terakhir. BEI melakukan pemantauan terhadap perusahaan-perusahaan yang terdaftar sebagai perusahaan efek di Indonesia setiap periodenya (6 bulanan). Pada setiap periodenya apabila ada perusahaan yang mengalami kondisi yang telah ditentukan peraturan diatas, maka BEI akan mendelisting perusahaan tersebut. Tidak setiap periode ada yang didelisting, seperti tahun 2010 tidak ada perusahaan yang didelisting tetapi pada tahun berikutnya yaitu 2011 ada 5 perusahaan yang didelisting. Berikut tabel perusahaan yang didelisting dari BEI selama periode 2010-2014. Tabel 1.1 Jumlah Perusahaan Delisting di BEI Periode 2010-2014 No. Tahun Jumlah Perusahaan Delisting 1 2010 0 perusahaan 2 2011 5 perusahaan 3 2012 4 perusahaan 4 2013 7 perusahaan 5 2014 1 perusahaan Sumber: idx.co.id Selain itu perusahaan yang delisted memenuhi kriteria perusahaan yang akan mengalami kebangkrutan dengan tanda-tanda yaitu penurunan laba secara terus-menerus dan perusahaan mengalami kerugian. Berikut grafik yang 9 menunjukkan bahwa beberapa perusahaan delisted mengalami penurunan bahkan sampai minus. Gambar 1.1 Grafik laba perusahaan tiga tahun sebelum mengalami delisting Sumber: Data diolah peneliti, 2015 Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa perusahaan yang delisting dari Bursa Efek Indonesia terbukti mengalami salah satu gejala kebangkrutan. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Ketepatan Model Altman, Springate, Zmijewski, Ohlson dan Grover Sebagai Detektor Kebangkrutan (Studi Kasus pada Perusahaan yang Delisting di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 2010-2014)”. Th -3 Th -2 Th -1 ASIA -8852 -6387 -804 PTRA -4 -246 -36 SIIP -947 -987 -7389 -10000 -9000 -8000 -7000 -6000 -5000 -4000 -3000 -2000 -1000 0 ASIA PTRA SIIP 10
 1.2 Rumusan Masalah
 Berdasarkan latar belakang di atas dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
 1. Bagaimana implementasi hasil model Altman, Springate, Zmijewski, Ohlson dan Grover sebagai detektor kebangkrutan perusahaan?
2. Manakah diantara model Altman, Springate, Zmijewski, Ohlson dan Grover yang paling tepat sebagai detektor kebangkrutan perusahaan?
 1.3 Tujuan Penelitian
 Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, tujuan penelitian ini adalah:
1.      Mengetahui implementasi hasil model Altman, Springate, Zmijewski, Ohlson dan Grover sebagai detektor kebangkrutan perusahaan
 2. Mengetahui model yang paling tepat diantara model Altman, Springate, Zmijewski, Ohlson dan Grover sebagai detektor kebangkrutan perusahaan.
1.4 Manfaat Penelitian
 1.4.1 Bagi Perusahaan Diharapkan penelitian ini menjadi bahan pertimbangan dalam menggunakan model analisis kebangkrutan yang tepat untuk menilai kondisi keuangan perusahaan yang berpotensi mengalami kebangkrutan dengan didelistingnya perusahaan dari Bursa Efek Indonesia.
 1.4.2 Bagi Investor Diharapkan penelitian ini menjadi bahan pertimbangan dalam menggunakan model yang tepat untuk menilai kondisi keuangan  perusahaan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan investasi di masa yang akan datang. 1.4.3 Bagi Akademisi Diharapkan penelitian ini dapat memberikan tambahan wawasan dan informasi tentang model-model analisis kebangkrutan sebagai detektor kebangkrutan perusahaan serta sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.

1.4.4 Bagi Penulis Penelitian ini dapat memperluas wawasan penulis di bidang keuangan secara khusus dalam analisis menggunakan model analisis kebangkrutan Altman, Springate, Zmijewski, Ohlson dan Grover sebagai detektor kebangkrutan perusahaan yang terancam delisting pada perusahaan yang telah go public
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Manajemen : Analisis ketepatan model altman, springate, zmijewski, ohlson dan grover Sebagai detektor kebangkrutan: Studi kasus pada perusahaan yang delisting di bursa efek Indonesia (BEI) Periode 2010-2014Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini


Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment