Abstract
INDONESIA:
Manajemen wakaf produktif dewasa ini menjadi paradigma dunia internasional yang terus diwujudkan untuk menciptakan manfaat wakaf yang lebih besar. Dompet Dhuafa Republika (DDR) melalui jejaringnya Tabung Wakaf Indonesia (TWI), dikenal sebagai organisasi pioneer di Indonesia dalam pengelolaan wakaf, mencoba membuat sistem terpadu manajemen wakaf produktif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana manajemen wakaf produktif serta kendala yang dihadapi dan solusi yang diberikan pada Dompet Dhuafa Republika.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Setelah diperoleh, data diproses, dan dibandingkan dengan teori-teori dan kemudian dievaluasi, kemudian ditarik kesimpulan untuk menjawab permasalahan. Sedangkan teknik pengumpulan datanya menggunakan metode observasi, dokumentasi, dan wawancara dengan 4 orang nara sumber terkait nadzir wakaf di DDR.
Dari penelitian diketahui (1) a. TWI selaku nadzir DDR ialah pihak pengelola wakaf, b. TWI melakukan manajemen wakaf secara professional. Merujuk pada surplus dan penggunaanya; 50% sosial, 40% perawatan dan investasi, 10% nadzir, c. Ketiadaan SOP bagi staff hingga hilangnya beberapa fungsi manajemen, d. Terpusatnya pengelolaan wakaf produktif. Adapun kendala yang dihadapi pihak TWI (2) a. Banyaknya donatur yang berwakaf sekali waktu, b. Petugas TWI mendapatkan sambutan yang kurang baik dari masyarakat, c. SDM yang kurang optimal, d. SDM yang sedikit, e. Lokasi harta wakaf yang sulit dijangkau, f. Birokrasi pemerintah yang berbelit-belit, g. Program tidak berjalan karena kurangnya anggaran. Adapun solusi yang diberikan untuk dua kendala pertama adalah sosialisasi berkelanjutan terkait wakaf produktif, untuk permasalahan ketiga dan keempat solusinya adalah pelatihan kekaryawanan secara berkala dan pembagian wewenang yang besar. Sedangkan solusi berikutnya adalah penjualan aset yang sulit diberdayakan serta prioritas progam dalam proker untuk mengefektifkan anggaran.
ENGLISH:
Productive waqf management today is an international paradigm that continues to be made to create a larger waqf benefits. tried Dompet Dhuafa Republika (DDR) through its network Tabung Waqf Indonesian (TWI), known as the pioneer organization in the management of waqf in Indonesia, to make an integrated system of productive waqf management. This study aims to determine how to manage productive waqf, encounter constraints and give the solutions in the Dompet Dhuafa Republika
This research is a qualitative descriptive approach. After the data is retrieved, processed and compared with the theories it is then evaluated and drawn the conclusions to answer the problems. While it`s the data collection techniques using methods of observation, documentation, and interviews with 4 person related with endowments in DDR.
The study found (1) a. TWI as nadzir DDR is the manager of the endowment, b. TWI did waqf management in a professional manner. Referring to the surplus and its use; 50% social, 40% maintenance andINVESTMENT, 10% nadzir, c. absence SOPs for staff make loss of some management functions, d. Centralized management of productive waqf. The constraints faced by the TWI (2) a. Many donors who make waqf once time, b. TWI officers get poor reception from the public, c. HR is less than optimal, d. HR is little bit, e. Waqf property location is hard to reach, f. Government bureaucracy is convoluted, g. The program does not run due to lack of budget. The solutions were given for the first and second problems are ongoing socialization of productive waqqf, for the third and fourth problems the solution is the employment training regularly and a large authority. While the next solution is salling a difficult asset to be empowered and making a priorities in work program to streamline the budget.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Kemiskinan disertai
ketimpangan ekonomi yang terjadi, juga tingginya tingkat pengangguran menjadi
persoalan rumit yang dihadapi setiap negara, termasuk Indonesia. Menjadi rumit
karena sifatnya yang struktural dan menyeluruh terjadi pada setiap lapisan
masyarakat. Berdasarkan data BPS per maret 2012, sebanyak 29,13 juta dari
259.940.857 jiwa atau sekitar 11,96 % penduduk di negara ini hidup dalam kemiskinan,
dan sebanyak 7,61 juta jiwa penduduk negara ini merupakan pengangguran
(www.bps.go.id diakses tanggal 20 September 2012 pukul 18.00 WIB). Pertumbuhan
tingkat ekonomi negara setiap tahunnya tidak diikuti dengan pemerataan ekonomi
bagi setiap wilayah. Tingginya tingkat investasi dalam negeri, belum mampu
menyerap tenaga kerja dan diwaktu yang sama jumlah penduduk semakin bertambah.
Hal tersebut dikemudian yang menyebabkan terakumulasinya tingkat penduduk
miskin di Indonesia (Huda, 2010:1). Tingkat ketimpangan pun dapat terlihat dari
perbedaan taraf hidup yang dimiliki oleh segelintir orang yang mampu hidup
dalam kemewahan disaat banyak masyarakat yang hidup dalam kemiskinan.
Kesenjangan ini lebih dikarenakan banyaknya sektor ekonomi strategis Indonesia
yang dikuasai kalangan modern kapitalis dengan sistem ekonomi ribawi (Djunaidi
dan Al-Asyhar, 2007:6). 2 Sebagai alternatif dalam menghadapi persoalan diatas,
partisipasi aktif dari masyarakat adalah harapan bagi pemerintah. Potensi yang
dimiliki oleh masyarakat yang kaya tentunya dapat membantu negara dalam
meringankan beban masyarakat miskin. Di Bangladesh misalnya, partisipasi dari
masyarakat sebagai upaya dalam mengurangi angka kemiskinan terwujud dengan
berdirinya sebuah lembaga sosial dengan nama Sosial Investment Bank Limited
(SIBL) yang bergerak dalam penghimpunan dana wakaf produktif untuk kemudian
dikelola dan hasil yang didapat digunakan untuk pemberdayaan masyarakat miskin.
Sebagai basis komunitas muslim terbesar di dunia, secara kultural, sudah
sepatutnya Indonesia mampu menciptakan kekuatan ekonomi tersendiri, sebagaimana
yang terjadi pada kawasan asia timur. Hal tersebut tentunya akan senada dengan
filsafat hidup yang dianut oleh mayoritas masyarakat Indonesia yang diajarkan
Islam. Sehingga program pemberdayaan masyarakat dalam rangka pemerataan ekonomi
yang disusun, dapat berjalan selaras dan mendapat dukungan dari setaiap pihak
terkait. Dalam konsep kesejahteraan hidup, Islam mengajarkan umatnya untuk
menjadi umat yang kuat dalam setiap dimensi. Pentingnya kesejahteraan individu
setara dengan kesejateraan sosial masyarakat. Islam tidak melarang umatnya
mencari nafkah untuk bisa berpenghidupan layak, akan tetapi juga mengajarkan
untuk tidak lupa mendermakan sebagian harta yang diperoleh bagi kepentingan
umat. Pada konsep yang lain, penganut Islam diajarkan agar mereka bekerja
keras, saling membagi dan berorientasi dalam pengembangan harta yang didapat
bukan menimbunnya. 3 Filsafat hidup diatas sangat bertolak belakang dengan
relita yang terjadi dalam kehidupan masyarakat muslim, sehingga masyarakat yang
sebenarnya berperan besar membantu negara dalam mengurangi tingkat kemiskinan
dan pengangguran menjadi tidak berfungsi. Fakta tersebut tidak terlepas dari
minimnya kesadaran masyarakat muslim dalam memanfaatkan kekuatan ekonomi umat,
ditambah lagi dengan ketidakmampuan lembaga-lembaga ekonomi islam dalam
memaksimalkan instrumen ekonomi umat sebagai sarana meningkatkan taraf hidup
masyarakat menjadi lebih baik. Dalam penelitian Aminullah (2006) dan Nurul Huda
(2008) misalnya, dari hasil penelitian tersebut terlihat jelas bahwa
lembaga-lembaga pengelola zakat, infak, shadaqoh dan wakaf, yang merupakan
bagian dari instrumen ekonomi umat, masih sangat lemah terkait sistem,
prosedur, manajemen bahkan hingga kualitas SDM yang dimiliki. Kekurangan
internal ini juga ditambah dengan minimnya kesadaran masyarakat serta rendahnya
kerja sama semua elemen terkait dalam manajemen wakaf. Diantara banyaknya
instrumen ekonomi tersebut, wakaf merupakan potensi ekonomi dengan
karakteristik khas, yaitu berupa terjaganya eksistensi harta serta keselarasan
niat wakaf dari wakif. Akan tetapi hingga saat ini, wakaf merupakan salah satu
instrumen ekonomi umat yang belum dikelola dan termanfaatkan dengan baik.
Secara historis, manajemen pengelolaan zakat, infak, shadaqoh dan wakaf telah
mampu menjadikannya sumber kekuatan ekonomi kekhalifahan Islam selama tujuh
abad lamanya. Pada masa Abbasiyah misalnya, wakaf telah mampu 4 dikembangkan
sehingga menjadi sumber pendapatan negara. Wakaf yang pada awalnya berupa
masjid, sekolah, kebun, pabrik roti, gedung pertemuan, tempat perniagaan,
pasar, gudang, tempat pemandian dan lain-lain pada akhirnya dapat diambil
manfaatnya sebagai sumber pendapatan negara untuk dialokasikan kemudian dalam
program pemerataan keadilan ekonomi diantara warga negara (Djunaidi dan
Al-Asyhar, 2007:31). Kemampuan dalam pengelolaan potensi ekonomi wakaf
sebagaimana tersebut tetap ada dan berlanjut pada beberapa Negara hingga saat
ini, dimana kita bisa melihat bahwa lembaga-lembaga pengelola wakaf berkembang
pesat pada beberapa negara seperti Malaysia, Turki, Kuwait, Bangladesh, Mesir.
Manfaat yang dihasilkan pun tidak terbatas pada bangsa di negara itu, karena
ternyata manfaat wakaf yang ada mampu menjadi solusi dalam persoalan
pemberdayaan ekonomi sebagai upaya peningkatan kesejahteraan ekonomi umat.
Seperti pemberian beasiswa, pelestarian kebudayaan dan peninggalan Islam,
penyediaan fasilitas kesehatan dan pendidikan dan lain-lain. Di Indonesia, Pada
mulanya pelaksanaan wakaf berjalan sesuai dengan paham keagamaan dan adat
kebiasaan yang berlaku. Cara pandang masyarakat disertai dengan tingginya sikap
jujur dan saling percaya melahirkan kebiasaan pelaksanaan wakaf hanya sebatas
pada lisan tanpa melalui prosedur administratif. Wakaf dipandang sebagai amal
sholeh di hadirat tuhan tanpa perlu adanya prosedur legalitas hukum, melainkan
cukup dengan ucapan ikrar yang sah menurut ajaran agama. 5 Seiring
berkembangnya zaman, kebiasaan diatas memunculkan polemik dikemudian hari
terkait legalitas harta wakaf yang berujung pada persengketaan, dikarenakan
tiadanya bukti tertulis yang sah secara hukum sebagai bukti perwakafan.
Persoalan wakaf juga terjadi karena peraturan pemerintah yang
dibuat tahun 1997 No: 28, hanya menyangkut perwakafan benda tidak bergerak.
Sehingga pada akhirnya aset wakaf yang ada hanya dimanfaatkan untuk kepentingan
tidak produktif dan kurang bisa dimanfaatkan secara optimal. Berangkat dari
permasalahan tersebut, pada tanggal 27 Oktober 2004 Pemerintah mengesahkan UU
wakaf No. 41 Tahun 2004. Undang-undang ini mengatur tentang pengelolaan dan
pengembangan harta benda wakaf sebagaimana tertuang dalam Bab V pasal 42-43
yang berbunyi : Pasal 42 : Nazhir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda
wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya. Pasal 43 : 1. Pengelolaan
dan pengembangan harta benda wakaf oleh nazhir sebagaimana dimaksud dalam pasal
42 dilaksanakan dengan prinsip syariah. 2. Pengelolaan dan pengembangan harta
benda wakaf sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara produktif.
Sayangnya kejelasan payung hukum ini belum mampu berdampak secara signifikan
dalam proses pengelolaan dan pengembangan wakaf di lapangan. Menurut Huda dalam
Irfan Abu bakar (2009:4) sistem pengelolaan harta wakaf 6 untuk saat ini masih
belum efektif. Dan akibatnya, masyarakat umum tidak akan bisa memanfaatkan
potensi wakaf secara menyeluruh. Saat ini Potensi wakaf nasional sangatlah
besar sebagaimana terlihat pada tabel berikut : Tabel 1.1 Data Harta Wakaf di
Indonesia Jenis Wakaf Potensi Wakaf Jumlah Harta Wakaf Lokasi Nominal Wakaf
Tanah Pertumbuhan 8% 300.000 Ha 416.999 + Rp 660 trilyun Wakaf Tunai Rp 20
trilyun/tahun + Rp 8,03 milyar _ _ Sumber : Diolah 2011 dari bw_indonesia.net,
http://kemenag.go.id dan www.tabungwakaf.com Jika melihat data yang terungkap
diatas, potensi wakaf di Indonesia adalah yang terbesar di dunia. Dengan jumlah
harta wakaf sebanyak itu, maksimalisasi pengelolaan dan pengembangan harta
wakaf pastinya akan mampu menjadikan wakaf sebagai solusi keadilan sosial
ekonomi dengan manfaat yang lebih besar daripada yang terjadi saat ini Dalam
upaya mengembangkan dan memanfaatkan harta wakaf secara maksimal, maka
diperlukan kebijakan bagi setiap lembaga pengelola wakaf untuk bersinergi dengan
pemerintah, sehingga peran wakaf secara nasional dapat tercapai. Sejak
diterbitkannya peraturan yang mengatur otonomi daerah berupa UU No. 22 Tahun
1999, peluang bagi lembaga pengelola wakaf untuk bekerja sama dengan pemerintah
daerah dalam pemberdayaan wakaf bagi masyarakat semakin besar. 7 Dalam
praktiknya, langkah awal dapat diawali dengan pembuatan proyekproyek
percontohan dalam rangka pemberdayaan harta wakaf secara produktif yang mampu
memberikan dampak nyata bagi peningkatan taraf hidup masyarakat. Hal diatas
senada dengan Achmad Tohirin (2010:16) tentang pentingnya menggandeng instansi
pemerintah dalam pengembangan harta wakaf. Sehingga pada perkembangannya
program dan kebijakan pemerintah akan mampu membantu jalannya manajemen wakaf
produktif Sejak lahirnya peraturan terkait pengelolaan wakaf secara produktif,
pemerintah, dalam hal ini melalui Departemen Agama, telah berusaha semampu
mungkin untuk mendorong lembaga-lembaga pengelola wakaf untuk mampu mewujudkan
manajemen pengelolahan wakaf menjadi lebih produktif dan bersifat jangka
panjang. Dalam perkembangannya pengelolaan wakaf produktif telah dilakukan
beberapa yayasan, akan tetapi pos pengembangan wakaf produktif lebih
didayagunakan untuk menopang dunia pendidikan yang dinaungi yayasan. Sebagaimana
pada penelitian Maisyaroh (2010) menemukan bahwa alokasi terbesar hasil wakaf
pada Baitul Maal Hidayatullah ditujukan bagi pengembangan lembaga pendidikan Ar
Rohmah Putri yang terletak di Dau Malang. Selain BMH, ada pula yayasan wakaf
yang sering menjadi percontohan di Indonesia yakni Pondok Modern Darussalam
Gontor, akan tetapi tidak jauh berbeda dengan BMH. Yayasan ini juga
mengalokasikan sebagian besar hasil wakaf untuk kemajuan lembaga pendidikan
yang dikelola ( http://edukasi.kompasiana.com diakses tanggal 25 September 2012
pukul 01.35) 8 Dari beberapa lembaga pengelola wakaf yang ada di Indonesia,
Dompet Dhuafa Republika merupakan salah satu lembaga pelopor dalam pemberdayaan
wakaf secara produktif, Lembaga yang telah berdiri sejak tahun 1993 dan dikenal
luas oleh masyarakat sebagai lembaga pengelola Zakat, Infak, Shodaqoh dan Wakaf
yang mandiri dan independen. Dalam perkembangannya, lembaga ini dinilai publik
sebagai lembaga yang memepelopori sistem pengelolahan dana sosial umat secara
professional. Hal tersebut dapat terlihat dari jumlah penerimaan zakat, infak,
shodaqoh dan wakaf yang terus bertambah dan berkembang setiap tahunnya, Untuk
donasi wakaf yang terkumpul telah terlampir dalam tabel berikut : Tabel 1.2
Perkembangan Harta Wakaf DDR No Periode Akumulasi Harta Wakaf 1 Tahun 2010 Rp
4.563.493.068 2 Tahun 2011 Rp 8.034.492.437 Sumber : Data diolah 2012 dari
http://www.dompetdhuafa.org Namun ada hal berbeda dari pengelolaan wakaf
produktif yang ada pada Dompet Dhuafa Republika, dimana donasi wakaf yang ada
banyak yang digunakan pada sektor properti dan perdagangan sehingga
menghasilkan surplus untuk kemudian dialokasikan pada pos-pos yang telah
ditentukan bagi kesejahteraan umat. Sayangnya dampak dari wakaf tersebut
terbatas pada beberapa wilayah saja hal ini melihat pada data DDR yang memiliki
aset sosial yang banyak terdapat diwilayah Jawa Barat. 9 Tabel 1.3 Pos Alokasi
Harta Wakaf DDR No Wakaf Produktif Lokasi Wakaf Konsumtif Lokasi 1. Peternakan
Purwokerto Wisma Muallaf Jakarta 2. Pertanian Bogor Perpustakaan Jakarta, Bogor
3. Perkebunan Sukabumi Pendidikan Bogor 4. Sarana Niaga Depok, Bekasi Layanan
Kesehatan Bogor 5. Perdagangan Jakarta, Bekasi Sumber : Data diolah 2012 dari
http://www.dompetdhuafa.org Sejauh ini Dompet Dhuafa Republika telah memiliki
kantor perwakilan di setiap propinsi. Dompet Dhuafa Republika juga berhasil
mengembangkan wakaf produktif dengan memanfaatkan potensi ekonomi wilayah
sekitar di setiap provinsi di Indonesia.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin menelaah secara mendalam
terkait model pengelolaan dan pemanfaatan sumber donasi wakaf untuk kemudian
menjadi sebuah harta benda wakaf yang produktif dan berguna bagi kemaslahatan
umat secara terus menerus. Dan berpijak pada beragam masalah yang meliputi
wakaf, maka fokus kajian ini adalah “Manajemen Wakaf Produktif : Studi
Pendayagunaan Donasi Wakaf Bagi Pemberdayaan Ekonomi Umat Pada Dompet Dhuafa
Republika”
1.2.
Rumusan
Masalah
Berpijak pada uraian dalam
latar belakang, maka disusunlah rumusan masalah pada penelitian ini yakni
1. Bagaimana model manajemen harta wakaf produktif pada Dompet
Dhuafa Republika? 2. Apa saja
problematika yang dihadapi serta solusi yang ditawarkan dalam pengelolaan wakaf
produktif?
1.3. Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah yang ada, maka yang
menjadi tujuan dari penilitian ini adalah
1. Mendeskripsikan model
manajemen harta wakaf produktif pada Dompet Dhuafa Republika.
2. Mengidentifikasi dan mengkaji problematika yang dihadapi serta
solusi yang ditawarkan dalam pengelolaan wakaf produktif.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti Penelitian ini berguna untuk menelaah lebih dalam
terkait upaya dalam pengelolaan harta wakaf secara produktif dengan tujuan
maksimalisasi fungsi wakaf bagi perekonomian umat serta problematika ataupun
persoalan yang dihadapi oleh lembaga pengelola wakaf dalam pengelolaan sumber
donasi wakaf. Khususnya hal ini pada Dompet Dhuafa Republika .
2. Bagi Akademisi Manajemen harta wakaf secara produktif yang
bersumber dari donasi umat, baik berbentuk benda yang bergerak dan yang tidak
bergerak, secara teoritis adalah hal yang baru. Dalam tataran praktis, model
ini pernah diterapkan berabad-abad lamanya, akan tetapi karena keterbatasan
literatur menjadikannya kurang mendapat perhatian.
Diharapkan dengan penelitian ini, terdapat sebuah gambaran umum
terkait praktek manajemen wakaf produktif yang ada beserta problematika yang
dihadapi. Sehingga diharapkan kemudian dapat memberikan kontribusi bagi
pengembangan ilmu pengetahuan juga dapat menjadi tambahan rujukan terkait manajaemen
produktif khususnya dalam tataran praktisnya.
2.
Bagi
lembaga pengelola wakaf
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan hasil yang menjadi
sebuah kesimpulan terkait manajemen harta wakaf secara produktif. Dan dalam
perkembangannya diharapkan mampu menjadi bahan acuan dan pembelajaran dalam
pengelolaan wakaf produktif yang lebih efektif dan efisien. Sehingga pada masa
berikutnya perkembangan pengelolaan harta wakaf pada lembaga pengelola harta
wakaf semakin lebih baik dan terus berkembang.
4. Bagi pemerintah
Hasil
penelitian ini diharapkan juga mampu menjadi bahan pertimbangan dan masukan
bagi aturan dan regulasi yang akan dibuat pemerintah dikemudian hari terkait
manajemen harta wakaf. Sehingga peran pemerintah sebagai fasilitator
pendayagunaan wakaf dapat terlaksana dengan lebih baik dan berjalan optimal.
Dan sinergi kerja dalam peningkatan taraf hidup masyarakat dapat tercapai.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Manajemen : Manajemen wakaf produktif: Studi pendayagunaan donasi wakaf bagi pemberdayaan ekonomi umat pada Dompet Dhuafa Republika Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment