Abstract
INDONESIA:
UMKM memainkan peranan yang vital dalam perekonomian suatu Negara. Mereka berkontribusi terhadap peningkatan nilai PDB, penambahan tenaga kerja dan peningkatan devisa Negara. Namun, di balik semua kontribusinya tersebut, UMKM mengalami masalah klasik yang dapat menghambat perkembangan usahanya, yaitu masalah permodalan. Tidak sesuainya karakteristik UMKM dengan model pembiayaan yang selama ini disediakan membuat mereka sulit mengembangkan usahanya. Dengan menyediakan model pembiayaan yang tepat dan sesuai dengan keinginan, pelaku UMKM dapat membantu mereka untuk terus berkembang dan lebih berkontribusi pada perkembangan perekonomian Negara. Penelitian ini bertujuan untuk mencari alternatif model pembiayaan berdasarkan persepsi pelaku UMKM yang merupakan nasabah KANINDO Syariah Jawa Timur.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dokumentasi dan triangulasi. Peneliti melakukan wawancara dengan kordinator KANINDO Syariah Jawa Timur Cabang Dau dan beberapa pelaku UMKM yang juga merupakan nasabah mereka. Peneliti juga melakukan triangulasi sebagai proses akhir dari penelitian ini untuk mendapatkan suatu kesimpulan dari tujuan penelitian.
Hasil penelitian mengatakan bahwa konsep Tanggung Renteng-lah yang diminati oleh pelaku UMKM. Mereka menginginkan marjin yang lebih rendah dengan diterapkannya sistem ini, pemilihan anggota untuk kelompok Tanggung Renteng diserahkan sepenuhnya pada nasabah, pencarian dana dilakukan secara bergilir dan diperlukan pengawasan yang intensif dari pihak KANINDO pada masing-masing kelompok Tanggung Renteng ini. ada beberapa syarat dan ketentuan yang harus dipatuhi dan dilaksanakan demi tercapainya keberhasilan sistem pembiayaan ini.
ENGLISH:
SMEs play a vital role in the economy of a country . They contribute increasing the value of GDP and reduce unemployment number which increased every year . However , behind all their contributions , SMEs experiencing classical problems that can hinder their business development, that is the problem of capital . So far , not least SMEs are experiencing difficulties in accessing finance in the formal financial institutions . Loan application procedure is too complicated , incompatibility with funds offer the funds needed to make SMEs prefer non-formal financial institutions such as moneylenders to meet funding needs . Here, the role of microfinance sharia to help SMEs embrace their capital . By providing appropriate financing models their preferences, SMEs can help them to continue to expand and further contribute to the economic development of the State . This study aimed to explore alternative funding models based on the perception of Kanindo Sharia East Java’s customers
This study used a qualitative descriptive approach. Methods of data collection by observation, interviews, documentation and triangulation. Researchers conducted interviews with the coordinator of the East Java branch of Islamic Kanindo Dau and some SMEs are also their customers. Researchers also triangulate the end of the research process to obtain a conclusion of the research objectives.
Research suggests that the concept of collective responsibility was the one preferred by SMEs. They want lower margins with the implementation of this system, the election of members to the group Renteng responsibility rests entirely on the customer, fundraising is done in rotation and required intensive supervision of the Kanindo on each of the joint liability group. there are some terms and conditions that must be adhered to and implemented in order to achieve the success of this financing system.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan nasional bertujuan untuk
mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata secara material dan spiritual
seperti yang tertuang pada Pancasila sebagai landasan dasar Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang merdeka, bersatu dan berkedaulatan rakyat. Dalam rangka
pencapaian tujuan tersebut, pemerintah senantiasa memaksimalkan pemanfaatan
sumber daya serta potensi yang dimiliki oleh Indonesia baik sumber daya alamnya
maupun sumber daya manusianya. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan potensi
ekonomi negara kita. Untuk mengembangkan perekonomian di Indonesia, pemerintah
Indonesia memberikan beberapa program seperti pemberdayaan masyarakat serta
program penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan usaha kecil, yang
dijalankan oleh beberapa elemen baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Sektor industri kecil merupakan salah satu bentuk strategi alternatif untuk
mendukung perkembangan ekonomi dalam pembangunan jangka panjang di Indonesia.
Perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah menarik perhatian yang lebih
serius dari berbagai kalangan baik pemerintah maupun masyarakat umum. Dari
perspektif dunia pun diakui bahwa usaha, mikro, kecil dan menengah (UMKM) 2
memainkan suatu peran yang sangat vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan
ekonomi, tidak hanya di
negara-negara sedang berkembang, tetapi juga di negaranegara maju. Tabel 1.1
Kontribusi UMKM dan Usaha Besar Sumber: Data primer diolah (Kementerian
Koperasi dan UMKM) Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah UMKM jauh
lebih banyak daripada usaha besar yang ada di Indonesia. Jumlah UMKM di
Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun. Terhitung dari 2008 sampai
dengan 2012 peningkatannya mencapai 9%. UMKM juga berhasil menyumbang tenaga
kerja dengan rata-rata 99,6 juta tiap tahunnya dari tahun 2008 sampai dengan
2012. Sedangkan dalam aspek PDB pun, UMKM juga tidak kalah dengan usaha besar
yaitu ia berhasil menyumbang rata-rata sebesar 3.649.181 milyar sedangkan usaha
besar hanya sebesar 2.696.094 milyar. Tambunan (2009:2) mengemukakan bahwa
peranan UMKM sangat penting dibandingkan dengan usaha besar karena
karakteristik-karakteristik utama mereka, 3 yaitu: (1) Jumlah perusahaan sangat
banyak (jauh melebihi usaha besar), dan usahanya tersebar di seluruh pelosok
pedesaan, termasuk di wilayah-wilayah yang relatif terisolasi.
Hal ini berdampak positif terhadap
perekonomian pedesaan yang tidak lain dan tidak bukan juga sangat ditentukan
oleh kemajuan pembangunan UMKM-nya; (2) UMKM termasuk dalam sektor padat karya
yang berarti suatu potensi pertumbuhan kesempatan kerja yang sangat besar,
pertumbuhan UMKM dapat dimasukkan sebagai suatu elemen penting dari
kebijakan-kebijakan nasional untuk meningkatkan kesempatan kerja dan
menciptakan pendapatan, terutama bagi masyarakat miskin; (3) UMKM di negara
berkembang yang berlokasi di pedesaan, kegiatan-kegiatan produksi dari kelompok
usaha ini juga pada umumnya berbasis pertanian; (4) UMKM memakai teknologi yang
lebih ‘cocok’ (jika dibandingkan dengan teknologi-teknologi canggih yang
dipakai oleh perusahaan modern atau usaha besar) terhadap proporsi dari
faktor-faktor produksi dan kondisi lokal yang ada di negara berkembang yakni
SDA (Sumber Daya Alam) dan tenaga kerja berpendidikan rendah yang melimpah; (5)
Banyak UMKM bisa tumbuh dengan pesat. Bahkan, UMKM bisa bertahan pada saat
ekonomi Indonesia dilanda suatu krisis besar pada tahun 1997-1998. Oleh sebab
itu, kelompok usaha ini dianggap sebagai perusahaan yang memiliki fungsi
sebagai basis bagi perkembangan usaha lebih besar; Hadiyati (2009:183) menyatakan
bahwa krisis ekonomi yang pemulihannya berjalan selama tujuh tahun menunjukkan
ekonomi Indonesia tidak hanya mengandalkan peranan usaha besar, tetapi UMKM
terbukti mempunyai ketahanan relatif lebih baik dibandingkan dengan usaha yang
skalanya lebih besar. Tidak 4 mengherankan bahwa UMKM pada waktu krisis
memiliki peranan yang strategis dan penting ditinjau dari berbagai aspek.
Pertama, jumlah industrinya yang besar dan terdapat dalam setiap sektor
ekonomi. Kedua, potensinya yang besar dalam menciptakan lebih banyak kesempatan
kerja bila dibandingkan dengan investasi yang sama pada usaha yang skalanya
lebih besar.
Ketiga, kontribusi UMKM dalam pembentukan PDB
cukup signifikan. Keempat, memiliki sumbangan kepada devisa negara dengan nilai
ekspor yang cukup stabil Pakar ekonomi Islam, Antonio Syafi’i dalam Bincang
Tuntas Bisnis Syariah di TV One tanggal 13 Juli 2013 mengatakan bahwa:
“Penyelamat ekonomi Indonesia pada saat terjadi krisis adalah para pengusaha
kecil yang terkadang pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
sehari-sehari.” Pernyataan tersebut sesuai dengan hadist nabi yaitu “Nabi
Muhammad SAW bersabda: Sesungguhnya engkau ini dibantu, diselamatkan dan dapat
rezeki dari orang-orang kecil.” Mengembangkan UMKM di tiap-tiap provinsi merupakan
salah satu cara terintegrasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jawa
timur merupakan provinsi yang perkembangan pertumbuhan ekonominya selalu
meningkat lima tahun terakhir ini (Kajian Ekonomi Regional Jatim Tri-3, 2012).
Sektor perdagangan, hotel dan restoran berkontribusi sebesar 30% lebih terhadap
PDRB sektoral Jawa Timur pada tahun 2012. Menurut Kepala BPS Jatim, hingga
akhir tahun 2012 jumlah UMKM di Jawa Timur mencapai 6.852. 931 usaha.
Pengoptimalisasian peran 5 UMKM pada masing-masing daerah akan memberikan
dampak positif pada perkembangan UMKM itu sendiri dan perkembangan perekonomian
daerah tersebut. Jumlah UMKM di Jawa Timur berdasarkan survey yang dilakukan
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jatim hingga akhir 2012, mencapai tak
kurang dari 6,8 juta UMKM. Jumlah tersebut lebih banyak daripada UMKM
berdasarkan survey hingga tahun 2006 yang juga dilakukan oleh BPS Jatim yang
hanya mencapai angka 4,2 juta UMKM. Berdasarkan jumlah UMKM di masing-masing
kabupaten dan kota, jumlah terbesar ada di Kabupaten Jember yakni sebanyak
424.151 usaha. Setelah Jember, jumlah terbesar kedua ada di Kabupaten Malang
dan Kabupaten Banyuwangi.
(http://surabaya.tribunnews.com/2013/05/31/jumlah-umkm-di-jatim-mencapai-68-
juta diakses 18 Oktober 2013) Kepala Dinas Koperasi dan UMKM, Bambang Sumantri
menjelaskan, jumlah UMKM di Kabupaten Malang terus berkembang. Data terakhir
menunjukkan UMKM berjumlah 273.091 unit yang bergerak di berbagai sektor usaha
dan mampu menyerap tenaga kerja sebesar 469.274 orang
(www.memoarema.com/30525/273-091-umkmserap-469-274-pekerja.html diakses 12
November 2013). Melihat begitu besarnya kontribusi UMKM pada PDB, pengentasan
kemiskinan dan pengurangan pengangguran, di lain pihak UMKM menghadapi berbagai
masalah yang belum terselesaikan yang berhubungan dengan iklim usaha. Hasil
kajian dari tim Fakultas Ekonomi USU tahun 2006 dalam Ramdhansyah &
Silalahi (2013:30) menunjukkan bahwa masalah permodalan menempati urutan
pertama dalam upaya peningkatan kapasitas usaha kecil dan menengah di Sumatera
6 Utara. Hasil kajian ini didukung oleh penelitian Syarif dan Budhiningsih
(2009) yang mendapati masalah utama yang dihadapi UMKM adalah masalah
permodalan. Kecilnya omzet yang dimiliki oleh usaha mikro mengakibatkan
peningkatan modal usaha juga berjumlah kecil. Usaha mikro juga jarang yang
memiliki badan hukum sehingga kurang memiliki kekuatan pada aspek kelembagaan.
Dua alasan ini menjadi penghambat serius untuk mengembangkan usaha mikro.
Lembaga-lembaga keuangan formal pada umumnya memperlakukan usaha kecil sama
dengan usaha menengah dan usaha besar. Mereka meminta jaminan dan laporan
kelayakan bisnis ketika usaha kecil mengajukan pembiayaan. Pada lembaga
keuangan formal juga menetapkan nilai minimal peminjaman dana. Misalnya, seorang
peminjam baru bisa mengakses pembiayaan di Bank X ketika ia meminjam dana
sebesar Rp 5.000.000,00 keatas.
Namun kenyataannya, para pengusaha kecil untuk
melanjutkan usahanya sehari-hari hanya membutuhkan dana kurang dari nilai
minimal yang telah ditetapkan Bank tersebut. Pengurusan aplikasi kredit yang
memakan waktu juga dihindari oleh pihak usaha kecil karena meninggalkan usaha
untuk pengajuan aplikasi berarti harus meninggalkan peluang untuk mendapatkan
pembeli. Dengan model pembiayaan seperti diatas kurang cocok dengan kondisi
pengusaha kecil sehingga solusi yang mereka ambil adalah dengan cara kredit
dari rentenir karena kendala-kendala pengajuan kredit relatif tidak ditemui dan
berbeda dengan lembaga-lembaga keuangan formal. Namun, bunga yang diterapkan
oleh para rentenir sangat tinggi dan memberatkan pihak peminjam dana. Sehingga,
tidak jarang hal tersebut malah membuat usaha yang dijalankan oleh pelaku usaha
kecil 7 mengalami kesulitan. Seringkali pelaku UMKM dianggap tidak memenuhi
persyaratan teknis (tidak bankable) oleh perbankan, mereka beralih pada BMT
yang telah memperbesar akses pembiayaan bagi mereka dan memberikan
fleksibilitas persyaratan dan pembayaran yang lebih baik dibandingkan dengan
bank komersial. Di Indonesia sendiri setelah berdirinya Bank Muamalat Indonesia
(BMI) pada tahun 1992 timbul peluang untuk mendirikan bank-bank yang berprinsip
syariah (Soemitra, 2009:64). Operasionalisasi BMI kurang menjangkau usaha
masyarakat kecil dan menengah, maka muncullah usaha untuk mendirikan bank dan
lembaga keuangan mikro seperti BPR syariah dan BMT (Baitul Mal Wat Tamwil) yang
bertujuan untuk mengatasi hambatan pembiayaan pelaku UMKM. BMT merupakan
lembaga perekonomian rakyat kecil yang bertujuan meningkatkan dan menumbuh
kembangkan kegiatan ekonomi pengusaha makro dan kecil yang berkualitas dengan
mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan perekonomiannya
berdasarkan prinsip syariah dan koperasi (Rodoni & Hamid, 2008:62). BMT
jika berkembang akan menjadi koperasi yang berlandaskan syariah. Seperti yang
dikutip dalam buku karya Rodoni dan Hamid (2008:69), BMT memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan dengan lembagalembaga keuangan lainnya, yaitu: (1)
Adanya jaminan pelayanan jasa keuangan berdasarkan prinsip syariah dan bebas
praktik riba; (2) Menggunakan prinsip bagi hasil; (3) Masing-masing pihak
antara BMT dan nasabah dapat berbagi risiko karena masing-masing memiliki hak
dan kewajiban yang sama sesuai dengan proporsinya; (4) Terhindarnya
praktik-praktik manipulasi dan monopoli keuangan; (5) Adanya 8 pemerataan dan
keseimbangan dalam perolehan keuntungan; (6) Adanya rasa kekeluargaan antara
BMT dengan nasabah. Hubungan nasabah tidak hanya sebagai peminjam dana atau
kredit namun sebagai satu keluarga besar yang saling peduli dan membantu.
KANINDO Syariah Jawa Timur memiliki anggota
yang tersebar di wilayah Malang Raya. Untuk menunjang pelayanan anggota dan
calon anggota agar lebih optimal KANINDO Syariah Jawa Timur telah membuka 12
Kantor Cabang/Layanan yang tersebar di Kabupaten Malang 10 kantor, Kota Malang
1 kantor dan Kota Batu 1 kantor. KANINDO menyediakan pembiayaan untuk para
usaha kecil di sekitar wilayah masing-masing kantor layanan. Dengan begitu,
KANINDO bisa mendekat pada nasabah sehingga nasabah tidak perlu datang lagi ke
kantor untuk melakukan cicilan pembayaran. Penelitian ini dilakukan pada
nasabah yang tergabung pada KANINDO Syariah Jawa Timur Cabang Dau karena kantor
pusat dari KANINDO terletak disini dan dilihat dari jumlah UMKM yang banyak
memberikan kontribusi salah satunya adalah mengurangi pengangguran. Kurang
lebih sebanyak 14.558 tenaga kerja terserap oleh aktivitas UMKM di kecamatan
Dau ini. Setelah dilakukan analisis data ditemukan bahwa model pembiayaan yang
ada di KANINDO selama ini adalah pembiayaan individu dimana para nasabah datang
pada Account Officer dengan membawa persyaratan yang dibutuhkan. Namun tidak
sedikit nasabah yang tidak memiliki waktu untuk datang langsung ke kantor dan
melakukan panggilan pada salah satu pegawai di KANINDO untuk melakukan pembiayaan.
Namun, hal tersebut hanya berlaku untuk nasabah lama. Sedangkan, 9 untuk
nasabah baru kurang mendapatkan perlakuan yang sama. Sehingga, dengan
memunculkan dan mendeskripsikan model pembiayaan yang diinginkan oleh nasabah
diharapkan agar dapat memberikan manfaat dan membantu dalam setiap aspek usaha
mereka. Sehingga judul penelitian yang penulis lakukan adalah “MODEL ALTERNATIF
PEMBIAYAAN MICROFINANCE SYARIAH BERDASARKAN PERSEPSI UMKM (Studi Kasus Pada
Nasabah Kanindo Syariah Jawa Timur Cabang Dau)”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah
dikemukakan sebelumnya, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan dalam
penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana model pembiayaan yang
selama ini diterapkan oleh KANINDO Syariah Jawa Timur Cabang Dau untuk
nasabahnya yang merupakan pelaku UMKM?
2. Bagaimana alternatif model pembiayaan
microfinance syariah berdasarkan persepsi UMKM yang menjadi nasabah KANINDO
Syariah Jawa Timur Cabang Dau?
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian Adapun
tujuan dari penelitian ini merupakan sasaran yang ingin dicapai setelah
melakukan penelitian, yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mendeskripsikan model pembiayaan yang
selama ini diterapkan oleh KANINDO Syariah Jawa Timur Cabang Dau untuk para
nasabahnya yang merupakan pelaku UMKM.
2. Untuk menemukan alternatif model
pembiayaan microfinance berdasarkan persepsi para pelaku UMKM yang menjadi
nasabah Kanindo Syariah Jawa Timur Cabang Dau. 1.3.2 Kegunaan Penelitian Adapun
kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Bagi peneliti untuk
memperluas wawasan, pengetahuan dan pengalaman peneliti untuk berpikir secara
kritis dan sistematis dalam menghadapi permasalahan yang terjadi serta
pengaplikasian dari ilmu yang diperoleh di bangku perkuliahan selama menjadi
mahasiswa di Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
2. Bagi lembaga kampus, hasil ini diharapkan
dapat menambah keilmuan dan sebagai bahan masukan bagi fakultas untuk
mengevaluasi sejauh mana kurikulum yang diberikan mampu memenuhi tuntutan
perkembangan dunia perekonomian dewasa ini.
3. Penelitian ini juga diharapkan dapat
memberikan masukan bagi pihak microfinance dalam menerapkan model pendanaan
yang unggul, professional dan juga sesuai yang diinginkan oleh para pelaku
usaha kecil.
4. Bagi peneliti lain
diharapkan penelitian ini dapat digunakan
sebagai referensi dalam melakukan penelitian yang serupa pada bidang kajian
yang sama.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Manajemen :Model alternatif pembiayaan microfinance syariah berdasarkan persepsi UMKM: Studi kasus pada nasabah Kanindo Syariah Jawa Timur Cabang Dau. Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment