Abstract
INDONESIA:
Jumlah wajib Pajak dari tahun ke tahun semakin bertambah. Namun bertambahnya jumlah wajib pajak tersebut belum diimbangi dengan kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak. Masalah kepatuhan tersebut menjadi kendala dalam memaksimalkan penerimaan pajak. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pajak wajib pajak badan pada UMKM di Kota Malang.
Sampel dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak Badan berupa UMKM yang berjumalah 50 (lima puluh) responden. Metode statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis faktor. Metode sampling yang digunakan adalah simple random Sampling.Uji kualitas data yang dugunakan dalam penelitian ini adalah Uji Validitas dan Uji Reliabilitas. Sementara itu, pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) and Barlette’s Test dan Measure of Sampling Adequacy (MSA).
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa berdasarkan hasil Anti-image Matrices, menunjukan bahwa 17 faktor dari variabel yang terdiri modernisasi sistem administrasi pajak, pemahaman akuntansi pajak, taxpayer’s rights, keadilan pajak dan kepercayaan wajib pajak muslim terhadap pajak, merupakan faktor yang mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak UMKM.
Kepercayaan wajib pajak muslim terhadap pajak menjadi faktor yang penting bagi wajib pajak muslim, hal tersebut terlihat dari faktor yang mendominasi dari variabel tersebut merupakan faktor yang memperlihatkan penggunaan pajak secara syariah, yaitu untuk peningkatan pendidikan dan kesehatan.
ENGLISH:
The number of taxpayers from year to year is increasing. But the increase of the number of taxpayers has not been accompanied by taxpayer compliance in paying taxes. The compliance problems become obstacles in maximizing tax revenue. The purpose of this research is to analyze the factors that influence the Agency's taxpayer tax compliance on SMALL MEDIUM ENTERPRISES in the city of Malang.
The sample in this study is the tax payers in the form of SMALL MEDIUM ENTERPRISES Agency of 50 (fifty) respondents. Statistical methods used in this study is the analysis of the factor. The sampling method used is simple random Sampling. Test the quality of the data used in this study is Test validity and Reliability Tests. Meanwhile, hypothesis testing in this research using Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) and Barlette's Test and Measure of Sampling Adequacy (MSA).
Results of this research concluded that based on the results of Anti-image Matrices, showed that 17 (seventeen) from the variable factors of the modernization of tax administration system, understanding tax accounting, taxpayer's rights, tax justice and the Confidence of Taxpayers Muslims, is factor that affecting Taxpayer compliance of SMALL MEDIUM ENTERPRISES.
The Confidence of Taxpayers Muslim against the tax became an important factor for the taxpayers of Muslims, it is apparent from the factors that dominate of the variable is the factor that shows the use of Sharia, which is a tax for the improvement of education and health.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Sasaran utama dari kebijaksanaan keuangan negara di bidang
penerimaan dalam negeri adalah untuk menggali, mendorong, dan mengembangkan
sumbersumber penerimaan dari dalam negeri agar jumlahnya meningkat sesuai
dengan kebutuhan pembangunan (Wijaya, 2011:75). Pajak merupakan sumber penerimaan
utama negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan
pembangunan. Hal ini tertuang dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara
(APBN) dimana penerimaan pajak merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar.
Semakin besarnya pengeluaran pemerintah dalam rangka pembiayaan negara menuntut
peningkatan penerimaan negara yang salah satunya berasal dari penerimaan pajak.
Berikut data penerimaan negara periode 2010-2013 dan data penerimaan APBN 2014
: Tabel 1.1 Data Penerimaan Negara Periode 2010-2013 Dan Data APBN 2014 (Dalam
Miliar Rupiah) Jenis Penerimaan 2010 2011 2012 2013 APBN 2014 Penerimaan Pajak
723.307 873.874 980.500 1. 193.000 1.310.200 Penerimaan SDA 168.825 213.823
225.800 203.700 198.000 Bagian Laba BUMN 30.097 28.184 30.800 30.500 37.000
Penerimaan Non Pajak Lain 59.429 69.361 73.500 75.500 91.100 Pendapatan Badan
layanan Umum 10.591 20.104 21.700 22.500 24.800 (sumber: BPS ,2013 dengan
pengolahan data) 2 Data menunjukkan bahwa dari tahun-ketahun pajak merupakan
sumber pendapatan negara terbesar ( lebih dari 80%).
Pertumbuhan populasi dunia usaha di Indonesia yang pesat merupakan
indikator peningkatan potensi penerimaan pemerintah dari sektor pajak meskipun
belum mencerminkan kondisi yang diinginkan, karena itu kebijaksanaan sektor
perpajakan diarahkan untuk mendorong perekonomian. Penerimaan pajak pada tahun
2013 mencapai Rp 1.193,0 triliun, jumlah ini kurang Rp 44,6 triliun dari target
pemerintah. Padahal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan
2013 mematok target penerimaan negara sebesar Rp 1.148,4 triliun. Dengan
realisasi sementara tersebut, penerimaan pajak sepanjang 2013 hanya mencapai
93,4% dari target. Dengan penerimaan tersebut Pemerintah tercatat hanya bisa
memenuhi tax ratio sebesar 11,47% atau lebih rendah dari target 12,21%.
Penerimaan pajak didominasi oleh Pajak Penghasilan (PPh) Non Migas yang
mencapai Rp 413,9 triliun. Sumber pemasukan terbesar lainnya adalah Pajak
Pertambahan Nilai yang mencapai Rp 383,4 triliun.
Meski meraup penerimaan terbanyak, kedua sektor pajak tersebut
masih lebih rendah dari target yang dipasang pemerintah. Tercatat penerimaan
PPh Non Migas hanya mencapai 89,1% dari target. Sementara PPN hanya tercapai
90,5%. Pemerintah sendiri juga terus melakukan upaya peningkatan penerimaan
dari sektor perpajakan. Namun hal tersebut masih menemui banyak kendala baik
dari pihak internal maupun eksternal. Pajak sendiri bersifat dinamis dan
mengikuti perkembangan kehidupan ekonomi dan sosial sehingga menuntut adanya 3
perbaikan baik secara sistemik maupun operasional. Perbaikan sistem perpajakan
berupa penyempurnaan kebijakan dan sistem administrasi perpajakan diharapkan
dapat mengoptimalkan potensi perpajakan yang tersedia dengan menjunjung asas
keadilan sosial. Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk mendukung
partisipasi masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakanya, antara lain
(Pris, 2010:9) dengan merubah sistem pemungutan pajak dari official assessment
system menjadi self assesssment system yang mulai diterapkan sejak reformasi sistem
perpajakan tahun 1983 yang sangat berpengaruh bagi wajib pajak dengan
memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar, dan
melaporkan sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang. Selanjutnya,
penyempurnaan reformasi perpajakan juga telah dilakukan dengan pengesahan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 yang merupakan perubahan keempat dari
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 yang merupakan awal reformasi perpajakan.
UndangUndang Nomor 36 Tahun 2008 mulai berlaku tanggal 1 Januari 2009. Terdapat
lima perubahan penting dalam peraturan pajak penghasilan yang tercantum dalam
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 yang diantaranya (1) perubahan penghasilan
tidak kena pajak; (2) insentif bagi sumbangan wajib keagamaan; (3) insentif
bagi perusahaan terbuka di bursa efek; (4) insentif bagi usaha mikro, kecil,
dan menengah berupa potongan tarif hingga 50%; serta (5) beberapa poin
penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang dapat menjadi objek pajak. Perubahan
sistem perpajakan tersebut dimaksudkan untuk menjadikan wajib pajak sebagai
subjek mandiri dalam pemenuhan hak untuk turut serta berpartisipasi 4 dalam
pembiayaan pembangunan dan penyederhanaan serta peningkatan efisiensi
administrasi di bidang perpajakan.
Program dan kegiatan penyederhanaan serta peningkatan efisiensi
administrasi perpajakan salah satunya (Rahayu, 2010:121) diwujudkan dalam
penerapan sistem administrasi perpajakan modern yang memiliki ciri khusus
antara lain struktur organisasi berdasarkan fungsi, perbaikan pelayanan bagi
setiap wajib pajak melalui pembentukan account representative dan complaint
center untuk menampung keberatan wajib pajak. Selain itu, sistem administrasi
perpajakan modern juga merangkul kemajuan teknologi terbaru diantaranya melalui
pengembangan Sistem Informasi Perpajakan (SIP) yang semula berdasarkan
pendekatan fungsi menjadi Sistem Administrasi Perpajakan Terpadu (SAPT) yang
dikendalikan oleh case management system dalam workflow system dengan berbagai
modul otomatisasi kantor serta berbagai pelayanan berbasis esystem seperti
e-SPT, e-Filing, e-Payment, Taxpayer’s Account, e-Registration, dan
e-Counceling. Melalui reformasi ini diharapkan mekanisme kontrol menjadi lebih
efektif ditunjang oleh adanya penerapan kode etik pegawai Direktorat Jenderal
Pajak yang mengatur perilaku pegawai dalam melaksanakan tugasnya. Penilaian
keberhasilan penerimaan pajak (Nasucha, 2004:267) perlu diperhatikan pencapaian
sasaran administrasi perpajakan, antara lain: (1) peningkatan kepatuhan para
pembayar pajak, dan (2) pelaksanaan ketentuan perpajakan secara seragam untuk
mendapatkan penerimaan maksimal dengan biaya yang optimal. Sejalan dengan hal
tersebut, Direktorat Jenderal Pajak sejak tahun 2001 telah menggulirkan
Reformasi Administrasi Perpajakan Jangka 5 Menengah (3-5 tahun) sebagai
prioritas reformasi perpajakan dengan tujuan tercapainya: (1) tingkat kepatuhan
sukarela yang tinggi, (2) tingkat kepercayaan terhadap administrasi perpajakan
yang tinggi, dan (3) produktivitas pegawai perpajakan yang tinggi. Salah satu
tolak ukur Pencapaian sasaran reformasi administrasi perpajakan perpajakan
tersebut adalah peningkatan kepatuhan sukarela yang tinggi, namun hal tersebut
tampaknya belum terpenuhi.
Seperti yang diketahui meskipun tingkat penerimaan pajak meningkat
dari tahun sebelumnya, namun peningkatan tersebut belum memenuhi target yang
ada, hal ini juga membuktikan bahwa tingkat kepatuhan wajib pajak juga belum
maksimal. tingkat kepatuhan masyarakat dalam melaksanakan kewajiban
perpajakannya masih rendah. Ditjen Pajak mencatat, Wajib Pajak Orang Pribadi,
baru sekitar 25 juta saja yang telah membayar pajak dari sekitar 60 juta
masyarakat yang seharusnya membayar. Sedangkan untuk Wajib Pajak Badan, Dirjen
Pajak mencatat baru sekitar 520 Wajib Pajak yang membayar pajak dari sekitar 5
juta badan usaha yang memiliki laba. Penyebab utama perilaku ketidakpatuhan
dalam melaksanakan kewajiban perpajakan ini disebabkan masyarakat atau WP
mengalami kesulitan dalam memahami administrasi perpajakan. Supaya masyarakat
dan WP mudah melaksanakan kewajiban perpajakannya, maka diciptakanlah
penyederhanaan aturan perpajakan dalam bentuk Pengenaan Pajak Penghasilan (PPh)
Penghasilan dari Usaha dengan Peredaran Bruto (omset) tertentu sebagaimana
diatur dalam PP 46 Tahun 2013. “Dengan PP 46 Tahun 2013 ini, selain masyarakat
diberikan 6 kemudahan dan kesederhanaan dalam melaksanakan kewajiban
perpajakan, diharapkan pengetahuan perpajakan masyarakat meningkat sehingga
kepatuhan sukarela akan tercipta. Namun Implementasi pemberlakuan Pajak
Penghasilan (PPh) UKM yakni, final sebesar 1 persen bagi Wajib Pajak (WP) yang
mempunyai omset maksimal Rp 4,8 miliar juga masih rendah. Hal ini karena
pengenaan 1 persen itu sendiri dirasa sangat memberatkan bagi pelaku usaha
karena dasar pengenaannya dari omset. Beberapa kendala yang menyebabkan
kurangnya kepatuhan wajib pajak terutama wajib pajak badan antara lain adalah
keterbatasan SDM dan infrastruktur. Jumlah Account Representative (AR) yang
menangani wajib pajak masih kurang, padahal Sebagai ujung tombak pelayanan,
tugas AR adalah mengawasai WP dan membimbing WP dalam melaksanakan kewajiban
perpajakannya. Selain itu masih dianggap rumitnya administrasi pajak membuat
wajib pajak enggan memenuhi kewajiban pajaknya. Rumitnya administrasi pajak di
Indonesia menjadi salah satu unsur ketidakpatuhan wajib pajak di Indonesia, hal
tersebut dikarenakan proses pelaksanaan administrasi pajak yang mudah pasti
akan mempengaruhi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pajaknya. Modernisasi
administrasi pajak yang terus dilakukan oleh pemerintah bertujuan untuk
meningkatkan kepatuhan wajib pajak, namun perubahan administrasi yang terlau
sering akan menimbulkan proses penyesuaian yang lama, sehingga kecenderungan
wajib pajak untuk patuh juga belum bisa maksimal. 7 Administrasi pajak sendiri
berkaitan dengan pelaksanaan perpajakanya, seperti yang diketahui setelah
reformasi perpajakan sistem perpajakan di Indonesia menjadi self assesment
system dimana wajib pajak harus menghitung, menyetorkan dan melaporkan sendiri
pajaknya. Proses perhitungan pajak merupakan proses yang penting dan rumit
dalam pelaksanaanya, meskipun tata cara perhitunganya telah diatur dalam UU
perpajakan. Perhitungan pajak yang rumit tersebut terutama berlaku pada wajib
pajak badan, karena untuk wajib pajak badan harus membuat dua laporan keuangan,
yaitu laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal.
Hal ini membuat faktor pemahaman akuntansi menjadi faktor penting
dalam kepatuhan pajak. Pemahaman akuntansi pajak bukanlah satu-satunya hal
penting yang perlu diketahui wajib pajak untuk lebih meningkatkan kepatuhan,
wajib pajak juga harus paham mengenai hak dan kewajiban wajib pajak (taxpayer’s
rights). Hal ini merupakan hal terpenting karena setiap wajib pajak harus sadar
mengenai hak dan kewajiban perpajakan yang perlu dipenuhinya. Pengetahuan
terhadap hak dan kewajiban perpajakan (taxpayer’s rights) tersebut dapat
menjadi dasar untuk mendapatkan keadilan pajak. pembayar pajak cenderung untuk
menghindari membayar pajak jika mereka menganggap sistem pajak tidak adil, namun
pembayar pajak harus mengerti kewajiban dan hak perpajakan untuk memutuskan
bahwa sistem pajak tersebut tidak adil. Keadilan sistem perpajakan mempengaruhi
persepsi masyarakat, terutama bagi wajib pajak muslim. Pada dasarnya para wajib
pajak muslim masih banyak yang menganggap bahwa membayar pajak tidak
diwajibkan, karena bukan 8 kewajiban dalam agama. Kewajiban terhadap harta para
muslim adalah zakat, karena hanya zakat yang banyak dijelaskan pada Al Quran
dan Hadist. Penting untuk masyarakat muslim mengetahui bahwa ada kewajiban lain
selain zakat, karena pada saat sekarang kebutuhan suatu negara tidak akan
mungkin tercukupi oleh zakat.
Pengetahuan mengenai kewajiban selain zakat pada masyarakat muslim
memang mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak, namun tingkat kepatuhan
wajib muslim pajak dalam memenuhi kewajiban pajaknya juga dipengaruhi oleh
banyaknya stigma negatif yang datang dari pajak, misalnya korupsi dan
penggunaan dana pajak yang tidak semestinya. Tingkat penerimaan pajak yang dari
tahun-ketahun semakin meningkat seharusnya juga mampu mengurangi tingkat
kemiskinan. Namun menurut data Badan Pusat Statistik Jumlah penduduk miskin
sebesar 28,55 juta orang atau 11,47 persen, dibandingkan Maret 2013 dan
meningkat 480 ribu orang,” hal ini belum bisa memenuhi ekspektasi masyarakat
muslim terhadap penggunaan dana pajak dan pastinya bisa menimbulkan masalah
terhadap kepatuhan wajib pajak mengingat subjek pajak terbesar merupakan
masyarakat muslim. Subjek pajak yang mayoritas merupakan masyarakat muslim tersebut
di Indonesia sendiri dibagi menjadi beberapa yaitu subjek pajak orang pribadi
dan badan, selain itu ada wajib pajak orang pribadi yang memiliki usaha. Ketiga
jenis wajib pajak ini memiliki masalah yang hampir sama mengenai kerumitan
administrasi perpajakan, keadilan pajak dan juga mempunyai pandangan tersendiri
terhadap pajak, terutama bagi wajib pajak badan, yang dalam hal ini 9 berupa
UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) yang mempunyai masalah yang sangat kompleks
terhadap pajak. UMKM merupakan suatu salah satu bentuk kepemilikan usaha baik
berupa badan maupun orang pribadi yang memiliki usaha, dengan omset minimum per
tahun sekitar Rp.600 juta. Para pelaku UMKM biasanya masih takut atau ragu-ragu
apabila berhadapan dengan pajak.
Oleh karena itu dari berbagai permasalahan diatas penulis ingin
meneliti mengenai beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib
pajak orang pribadi terutama muslim yang memiliki usaha Penelitian dan analisa
ini dikembangkan dalam bentuk skripsi yang berjudul Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Badan (Studi Kasus Pada UMKM di Kota Malang)
Sesuai dengan judulnya penelitian ini akan menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi kepatuhan wajib pajak terutama berkaitan dengan keadilan terhadap
wajib pajak, pemahaman akuntansi pajak, modernisasi sitem administrasi
perpajakan, taxpayer’s rights dan juga perilaku (sosiologis) masyarakat muslim
terhadap pajak, terutama terhadap aspek kepercayaan terhadap pajak.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan
latar belakang tersebut, pokok permasalahan dari penelitian ini adalah:
1. Apakah Modernisasi Sistem administrasi perpajakan berpengaruh
terhadap kepatuhan wajib pajak badan?
2. Apakah pemahaman akuntansi pajak mempengaruhi kepatuhan wajib
pajak badan?
3. Apakah Taxpayers rights berpengaruh terhadap kepatuhan wajib
pajak badan? 4. Apakah keadilan perpajakan mempengaruhi kepatuhan wajib pajak
badan? 5. Apakah tingkat kepercayaan publik muslim terhadap lembaga pajak
berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak badan dalam melaksanakan kewajiban
perpajakannya?
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui apakah Modernisasi Sistem administrasi
perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak badan.
2. Untuk mengetahui apakah pemahaman akuntansi pajak mempengaruhi
kepatuhan wajib pajak badan.
3. Untuk mengetahui apakah Taxpayer’s rights berpengaruh terhadap
kepatuhan wajib pajak badan.
4. Untuk mengetahui apakah keadilan perpajakan mempengaruhi
kepatuhan wajib pajak badan.
5. Untuk mengetahui apakah tingkat kepercayaan publik muslim
terhadap lembaga pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak badan dalam
melaksanakan kewajiban perpajakannya.
1.3.2.1 Kegunaan teoritis Adapun kegunaan terotis dari penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran guna mendukung
pengembangan teori yang sudah ada dan dapat memperluas khasanah ilmu
pengetahuan di bidang perpajakan, khususnya mengenai faktor yang mempengaruhi
kepatuhan wajib pajak.
2. Sebagai pengembangan ilmu
pengetahuan agar terdapat kesesuaian antara teori dan praktik.
1.3.2.2 Kegunaan praktis Dari penelitian ini diharapkan dapat
berguna dan bermanfaat bagi berbagai pihak,antara lain:
a) Bagi Penulis
1. Untuk menambah pengetahuan dan kemampuan menganalisis tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak dengan pendekatan
sosiologis keislaman.
2. Untuk memperluas cakrawala berfikir terutama yang berhubungan
dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak dengan pendekatan
sosiologis keislaman dan mencoba mempraktekkan teori yang diperoleh selama
pendidikan.
3. Untuk menambah
pengetahuan dan pengalaman dalam bidang perpajakan.
b) Bagi pihak lain Memberikan sumbangan pemikiran dan pengetahuan
kepada masyarakat umum untuk lebih memahami perpajakan, mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak dengan pendekatan sosiologis keislaman,
serta mendorong wajib pajak untuk meningkatkan kepatuhan terhadap kewajiban
perpajakanya.
c) Bagi Instansi Penelitian
ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Kantor Pelayanan Pajak untuk lebih
meningkatkan mutu pelayanan perpajakan dan sebagai bahan acuan untuk mengetahui
sejauh tingkat kepatuhan wajib pajak, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
1.4 Batasan Penelitian
Batasan penelitian dalam penelitian ini bertujuan untuk membatasi
cakupan penelitian. Penelitian ini difokuskan pada faktor-faktor yang
mempengaruhi kepatuhan wajib pajak antara lain adalah sistem administrasi
perpajakan, pemahaman akuntansi pajak, Taxpayer’s rights, keadilan pajak dan
kepercayaan masyarakat Muslim terhadap pajak. Penelitian ini dilakukan pada
Usaha Mikro Kecil Menengah(UMKM) yang ada di kota Malang.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Akutansi : Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak badan: Studi kasus pada UMKM di Kota Malang.." silakan klik link dibawah ini