Abstract
INDONESIA:
Audit judgment adalah kebijakan auditor dalam menentukan pendapat mengenai hasil auditnya yang mengacu pada pembentukan suatu gagasan, pendapat atau perkiraan tentang suatu objek, peristiwa, status, atau jenis peristiwa lainnya. Proses judgment tergantung pada kedatangan informasi yang terus menerus, sehingga dapat mempengaruhi pilihan dan cara pilihan tersebut dibuat. Setiap langkah dalam proses incremental judgment, jika informasi terus menerus datang akan muncul pertimbangan baru dan keputusan atau pilihan baru. faktor-faktor yang penting perannya dalam pengambilan judgment adalah gender, tekanan ketaatan dan keahlian audit.Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh yang terjadi dalam pengambilan judgment yang diambil oleh seorang auditor dengan variabel gender, tekanan ketaatan dan keahlian audit.
Penelitian ini mengambil populasi auditor dalam KAP yang berada di Kota malang yang memiliki jumlah 8 KAP dan yang bersedia mengisi kuesioner ada 6 KAP. Dari Kuesioner yang telah disebarkan sebanyak 39 kuesioner dan yang kembali sebanyak 37 kuesioner. Analisis data menggunakan metode regresi linier berganda dengan bantuan program SPSS (Statistical Product and Service Solution)16.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa gender tidak berpengaruh terhadap judgment yang di ambil auditor, tekanan ketaatan tidak berpngaruh terhadap judgment yang diambil oleh auditor dan keahlian audit berpengaruh terhadap judgment yang diambil oleh seorang auditor.
ENGLISH:
Audit auditor's judgment is in determining the policies of opinion regarding the results of the audit, which refers to the formation of an idea, opinions or estimates about an object, event, status, or other types of events. The process of judgment depending on the arrival of the information continuously, so as to influence the choice and how that choice is made. Each step in the process of incremental judgment, if the information is constantly coming would emerge a new consideration and decision or a new option. factors crucial role in making judgment is gender, obedience pressure and auditing expertise.The research was aimed to examine to influences that happen in deasion to judgment taken by auditor, with variable gender, obedience pressure and audit expertise.
This research to have population are auditors in public accounting firm who was in Malang city to have amount 8 public accounting firm and who are willing to fill out the questionnaires there are 6 public accounting firm. Of the questionnaires that was distributed 39 questionnaires and which returned a total of 37 questionnaires. Data analysis used multiple linear regression method with SPSS (Statistical Product and Service Solution) 16.
The result of this research showed that gender is not significantly affect audit judgment taken by auditor, obedience pressure is not significantly affect audit judgment taken by auditor and audit expertise significantly affect audit judgment taken by auditor.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Masalah Dalam era reformasi ini, penggunaan laporan keuangan dalam
perusahaan menuntut adanya kebutuhan jasa auditor sebagai pihak yang dianggap
independen yang berarti para auditor harus memiliki sikap mental yang bebas
dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang
lain karena jasa tersebut menjadi kebutuhan bagi para pengguna laporan keuangan
untuk pengambilan keputusan laporan keuangan yang disusun oleh manajemen
digunakan pihak-pihak yang berkepentingan, baik pemegang saham, investor,
kreditor, pemerintah serta pemegang kepentingan lainnya untuk membuat keputusan
ekonomi sehingga informasi yang ada di dalamnya harus relevan, handal, dan
bebas dari salah saji yang material. Oleh sebab itu, diperlukan jasa penjaminan
dari pihak ketiga yang independen untuk memberikan keyakinan bahwa laporan
keuangan yang disajikan pihak manajemen bebas dari salah saji yang material dan
menyesatkan sehingga dapat dipercaya dan diandalkan sebagai dasar dalam
pembuatan keputusan bisnis (Wijayatri,2010:13). Secara umum auditing merupakan
suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif
mengenai pernyataanpernyataan tentang kegiatan dan kejadian-kejadian ekonomi,
dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan tersebut
dengan kriteria yang telah ditetapkan (Idris,2012:22).
Menurut Elder,dkk.(2011:4 ) audit merupakan pengumpulan dan
evaluasi bukti mengenai informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat
kesesuaian antara informasi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Audit harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen. Auditing
bersifat analitikal (mempertanyakan), investigatif (menyelidik) terhadap bentuk
asersi. Auditing berhubungan dengan verifikasi dan pengujian atas data keuangan
atau asersi lainnya dengan tujuan memberikan penilaian atas kejujuran penyajian
kejadian, kondisi atau asersi. Auditing berakar pada prinsip logika yang
mendasari ide dan metodenya (Idris,2012:22). Oleh karena itu judgment dalam
pemberian opini suatu proses yang penting dan tidak dapat dilepaskan dalam
auditing. Judgment merupakan aktivitas pusat dalam melaksanakan pekerjaan
audit. Hal ini berarti ketetapan judgment yang dihasilkan oleh auditor dalam
menyelesaikan pekerjaan auditnya akan memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap kesimpulan akhir yang akan dihasilkan sehingga secara tidak langsung
juga akan mempengaruhi tepat atau tidaknya keputusan yang diambil oleh pihak
luar perusahaan (Wijayatri,2010:14). Auditor dalam proses pemberian opininya
dengan judgement didasarkan pada kejadian masa lalu, masa sekarang dan masa
depan. Banyak jumlah informasi yang harus diproses dan tahapan pekerjaan yang
harus dilakukan untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan mengidikasikan tingkat
pekerjaan seorang auditor. Seorang auditor dituntut untuk memiliki keahlian
yang terdiri dari pengalaman dan pengetahuan baik yang bersifat umum ataupun
khusus yang berfungsi untuk menggali informasi yang meliputi pengetahuan
tentang audit, akuntansi, sosial, dan cara berbicara yang tepat dengan para
narasumber ataupun klien.
Hal ini sudah dijelaskan dalam Standar Profesional Akuntan Publik
(SPAP) SA Seksi 210 (PSA No. 04) menegaskan perlunya pendidikan dan pengalaman
memadai dalam bidang auditing sebagai syarat utama untuk melakukan audit.
Sebagaimana dinyatakan dalam Standar Umum yang pertama bahwa audit harus
dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan
teknis yang cukup sebagai auditor. Dalam paragraf 3 SPAP SA Seksi 210
dinyatakan antara lain bahwa dalam melaksanakan audit untuk sampai pada suatu
pernyataan pendapat, auditor harus senantiasa bertindak sebagai seorang ahli
dalam bidang akuntansi dan bidang auditing. Pencapaian keahlian seorang auditor
tersebut dimulai dengan pendidikan formalnya, yang diperluas melalui
pengalamanpengalaman selanjutnya dalam praktik audit untuk memenuhi persyaratan
sebagai seorang auditor yang dapat melaksanakan pekerjaan audit dengan baik,
tidak cukup hanya dengan bekal pendidikan formal semata tetapi juga harus
ditunjang oleh pengalaman praktek di lapangan dengan jam kerja yang memadai
(Cheng,2008). Keahlian yang dimiliki oleh seorang auditor pada hakekatnya didasari
oleh pendidikan dan pengalaman seorang auditor itu sendiri, pengalaman yang
banyak telah dilakukan oleh seorang auditor banyak menambah wawasan dan ilmu
yang dulu belum didapat di pendidikan formal. Pengalaman audit adalah
pengalaman yang dimiliki oleh seorang auditor dalam melakukan audit atas
laporan keuangan suatu entitas (Praditianingrum,2012). Pengalaman merupakan
cara pembelajaran yang baik bagi auditor internal untuk menjadikan auditor kaya
akan teknik audit. Semakin tinggi pengalaman auditor, maka semakin mampu dan
mahir auditor menguasai tugasnya sendiri maupun aktivitas yang diauditnya
(Ayuningtyas,2012). Kemahiran profesional menuntut auditor untuk bertanggung
jawab dengan segala tugas yang diberikan dengan tekun dan seksama.Ketelitian
dalam memeriksa bukti audit, dan tersedianya semua bukti audit yang diperlukan
sangat membantu dalam pelaksanaan audit.
Dalam melaksanakan audit seorang auditor pasti akan mengalami
tekanan ketaatan yang berasal dari atasan maupun dari entitas yang diperiksanya.
Tekanan ketaatan ini timbul akibat adanya kesenjangan ekspektasi yang terjadi
antara entitas yang diperiksa dengan auditor telah menimbulkan suatu konflik
tersendiri bagi auditor. Dalam suatu audit umum (general audit atau opinion
audit), auditor dituntut untuk memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan
keuangan entitas untuk menghindari adanya pergantian auditor. Pemberian opini
wajar tanpa pengecualian tanpa bukti-bukti audit yang memadai, dapat berubah
dari masalah standar audit (khususnya masalah standar pelaporan) ke masalah
kode etik (Independensi dan benturan kepentingan). Pemenuhan tuntutan entitas
merupakan pelanggaran terhadap standar. Dan auditor yang tidak memenuhi
tuntutan klien dianggap termotivasi untuk menetapkan standar audit Theorodus
(2007) dalam Idris (2012). Auditor dalam memeriksa bukti audit haruslah
berpegang teguh pada etika profesi dan standar auditing yang berlaku. Namun
terkadang akan terjadi konflik dimana seorang auditor ingin memenuhi
tanggungjawab profesionalnya tapi harus pula menaati perintah dari atasan dan
entitas yang sedang diperiksa. Berdasarkan teori ketaatan dapat dijelaskan
bahwa individu yang memiliki kekuasaan merupakan suatu sumber yang dapat
mempengaruhi perilaku orang lain dengan perintah yang diberikan (Jamilah,dkk,2007).
Hal ini dapat disebabkan oleh keberadaan kekuasaan atau otoritas yang merupakan
bentuk dari legitimate power.
Tekanan dari atasan atau klien juga dapat memberikan pengaruh yang
buruk seperti hilangnya profesionalisme, hilangnya kepercayaan publik dan
kredibilitas sosial.Tekanan dari atasan dapat mengalami perubahan psikologis
dari seseorang yang berperilaku autonomis, dimana dia yang biasanya berperilaku
mandiri, menjadi perilaku agen, perubahan perilaku ini terjadi karena bawahan
tersebut merasa menjadi agen dari sumber kekuasaan, dan dirinya terlepas dari
tanggung jawab atas apa yang dilakukan Milgram (1974) dalam Jamilah,dkk,
(2012). Perubahan dapat terjadi dikarenakan seseorang tersebut ingin menaati
keputusan yang diambil oleh atasan akan mengakibatkan kehilangan kebebasan
sebagai manusia dalam pengambilan keputusan sesuai dalam hati nuraninya.
Sejalan dengan prakteknya hal lain yang mungkin menjadi faktor auditor dalam
pembuatan judgment yaitu gender, yang akan dilihat dari perbedaannya laki-laki
dengan perempuan. Beberapa hasil penelitian dalam bidang audit menunjukkan
bahwa perilaku individual adalah faktor yang mempengaruhi pembuatan judgment
dalam melaksanakan review selama proses audit. Dari literatur
cognitivepsychology dan literatur marketing dinyatakan bahwa gender sebagai
faktor individual dapat berpengaruh terhadap kinerja yang memerlukan judgment
dalam berbagai kompleksitas tugas (Zulaikha,2006).Dalam literatur itu juga
dinyatakan bahwa wanita lebih efisien dan efektif dalam memproses informasi
pada saat ada kompleksitas tugas dalam pengambilan keputusan dibandingkan
dengan pria. Konsep Gender itu sendiri merupakan sifat yang melekat pada kaum
laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun budaya,
sehingga lahir beberapa anggapan tentang peran sosial dan budaya laki-laki dan
perempuan.
Bentuk sosial atas laki-laki dan perempuan itu antara lain kalau
perempuan dikenal sebagai makhluk yang lemah lembut, cantik, emosional, atau
keibuan. Sedangkan laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, dan
perkasa.Sifat-sifat di atas dapat dipertukarkan dan berubah dari waktu ke waktu
(Handayani dan Sugiarti, 2008:5). Fenomena stereotype pada perempuan dalam
suatu pelatihan gender mainstreaming (pengarusutamaan gender = PUG) untuk
peserta pemula pertanyaan tentang sifat seorang perempuan dan laki-laki
diberikan oleh fasilitator atau trainer kepada peserta pelatihan. Secara
spontan jawaban yang muncul untuk pertanyaan sifat perempuan adalah : sopan,
rapi, lembut, emosional, cerewet, cengeng. Sedangkan sifat laki-laki adalah :
tegas, kurang rapi, kasar, rasionalitas, tidak cerewet, pantang menangis
(Relawati,2011:11). Hal pembagian kerja banyak menunjukkan bahwa prosentase
perempuan yang bekerja disektor publik berada di bawah laki-laki (Handayani dan
Sugiarti ,2006:12). Di lain pihak perempuan yang bekerja untuk menopang
penghasilan keluarga memiliki beban kerja yang sangat berat, karena selain
bekerja di sektor formal maupun non formal masih harus menyelesaikan pekerjaan
domestik tanpa bantuan dan campur tangan lelaki. Hal ini menunjukkan konsepsi
gender dalam pembagian kerja belum sepenuhnya tercapai. Gender yang
dikonstruksikan secara sosial telah mengakibatkan berbagai ketidaksetaraan
antara perempuan dan laki-laki dalam masyarakat. Ketidaksetaraan tersebut pada
akhirnya melahirkan ketidakadilan yang merugikan salah satu pihak, kebetulan
terutama perempuan. Ketidaksetaraan gender antara lain disebabkan oleh mitos
yang berlangsung turun temurun dimasyarakat. Mitos tersebut pada masyarakat
jawa misalnya dikuatkan dengan ungkapan yang seolah sudah merupakan rumus umum
dimasyarakat misalnya: perempuan (istri) adalah “kanca wingking” (baca :konco
wingking), yang diartikan perempuan adalah teman di belakang. Bagian belakang
dalam struktur bangunan rumah tradisional jawa adalah dapur.
Kata teman dibagian belakang mempunyai makna jika di dalam rumah
urusan perempuan adalah di sekitar dapur dan berbagai urusan pekerjaan rumah
tangga lainnya. Ungkapan lain yang menguatkan mitos tersebut adalah “wong wadun
nggone nang pawon” (perempuan tempatnya didapur). Ungkapan ini seringkali
digunakan sebagai alasan orang tua tidak mau menyekolahkan anak perempuannya
tinggi-tinggi, karena pada akhirnya ketika mereka menikah hanya akan berada di
dapur (Relawati,2011:4) . Faktor lain yang ikut membentuk ketidaksetaraan
gender adalah system kapitalis yang berlaku, yaitu siapa yang mempunyai modal
besar itulah yang menang. Implikasi dari system kapitalis ini telah diperluas
tidak hanya terkait bisnis tetapi juga dalam ranah kehidupan lainnya. Laki-laki
secara fisik lebih kuat dari pada perempuan sehingga akan mempunyai peran dan
fungsi yang lebih besar dalam berbagai aspek kehidupan. Lihat saja dalam hal
politik praktis misalnya, meskipun caleg perempuan sudah diberi kuota 30% sejak
pemilu tahun 2004, namun dalam persaingan kalah dengan laki-laki yang mempunya
uang lebih banyak, karena lelaki selama ini sudah berada di peran publik dan
berkesempatan memperoleh banyak uang (Relawati,2011:4). Hogarth (1992) dalam
Jamilah,dkk.(2007) mengartikan judgment sebagai proses kognitif yang merupakan
perilaku pemilihan keputusan. Judgment merupakan suatu proses yang terus
menerus dalam perolehan informasi (termasuk umpan balik dari tindakan
sebelumnya), pilihan untuk bertindak atau tidak bertindak, penerimaan informasi
lebih lanjut. Proses judgment tergantung pada kedatangan informasi sebagai
suatu proses unfolds. Kedatangan informasi bukan hanya mempengaruhi pilihan,
tetapi juga mempengaruhi cara pilihan tersebut dibuat. Setiap langkah, di dalam
proses incremental judgment jika informasi terus menerus datang, akan muncul
pertimbangan baru dan keputusan/pilihan baru. Sebagai gambaran, akuntan publik
mempunyai 3 sumber informasi yang potensial untuk membuat suatu pilihan : (1)
teknik manual, (2) referensi yang lebih detail dan (3) tekknik keahlian.
Berdasarkan proses informasi dari tiga sumber tersebut, akuntan akan melihat
sumber yang pertama, bergantung pada keadaan perlu tidaknya diperluas dengan
sumber informasi kedua, atau dengan sumber informasi yang ketiga, tetapi jarang
memakai keduanya Gibbin (1984) dalam Jamilah,dkk.(2007) Siegel dan Marconi
(1989:301) dalam Susetyo(2009) mengemukakan bahwa pertimbangan auditor (audit
judgment) sangat tergantung dari persepsi suatu situasi. Judgment yang
merupakan dasar dari sikap profesional adalah hasil dari beberapa faktor
seperti pendidikan, budaya, dan sebagainya yang paling signifikan dan tampak
mengendalikan semua unsur seperti pengalaman adalah perasaan auditor dalam
menghadapi siturasi dengan mengingat keberhasilan dari situasi sebelumnya.
Judgment adalah perilaku yang paling berpengaruh dalam mempresepsikan situasi.
Faktor utama yang mempengaruhi adalah materialitas dan apa yang
kita yakini sebagai kebenaran. Auditor sebagai pelaksanaan dari jasa atestasi
tentu saja memiliki risiko terhadap kegagalan audit (audit failure) dalam
mendeteksi salah saji dari suatu asersi. Auditor bukankah sesosok sempurna yang
dapat menemukan kesalahan saji dengan tingkat akurasi 100%. Auditor bekerja
dengan batasan-batasan tertentu yang membuat pekerjaannya tidak dapat
mendeteksi salah saji dengan keakuratan 100 % Huakanala dan Shinneke (2004)
dalam Hansari (2009). Ketika melaksanakan tugas pemeriksaan, seseorang auditor
setidaknya harus memperhatikan tujuh elemen, yaitu proses yang sistematik,
mengumpulkan dan mengevaluasi bukti secara objektif, asersi-asersi tentang
berbagai tindakan dan kejadian ekonomi, menentukan tingkat kesesuaian, kriteria
yang ditentukan, menyampaikan hasil-hasilnya, dan para pemakai yang
berkepentingan Djadang dan Parnomo(2002) dalam Wijayarti(2010:15). Dalam
melaksanakan tugas audit, auditor harus bersikap profesional dan juga
berpedoman pada standar audit, yaitu standar umum, standar pekerjaan lapangan,
dan standar pelaporan. Standar umum bersifat pribadi dan berkaitan dengan
persyaratan auditor dan mutu pekerjaannya mencerminkan kualitas pribadi yang
harus dimiliki auditor yang mengharuskan memiliki keahlian dan pelatihan teknis
yang cukup dalam melaksanakan prosedur audit. Standar pekerja lapangan dan
standar pelaporan mengatur auditor dalam pengumpulan data dan kegiatan lain
yang berkaitan dengan tugas auditnya, serta mewajibkan auditor untuk menyusun
laporan keuangan yang diaudit secara keseluruhan (Nirmala,2013:6:7).
Kriteria untuk mengevaluasi
informasi juga bervariasi, tergantung pada informasi yang sedang di audit.
Dalam audit atas laporan keuangan histori oleh Kantor Akuntan Publik (KAP),
Kriteria yang berlaku biasanya adalah prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum
di Indonesia (generally accepted accounting principles-GAAP) Penelitian
mengenai audit judgment telah banyak dilakukan. Banyak hasil penelitian
memberikan hasil yang berbeda. Disini peneliti ingin menambah tentang bukti
empiris baru untuk menambah wawasan dalam mendukung bukti empiris yang akan
dihasilkan oleh penelitian ini. Dalam penelitian mengenai gender yang dilakukan
oleh Jamilah,dkk.(2007) menjelaskan bahwa variabel gender tidak berpengaruh
signifikan terhadap audit judgment. Dalam penelitian selanjutnya ditemukan hal
yang sama yang diteliti oleh Prasinta (2010) dalam penelitiannya menyimpulkan
bahwa gender tidak berpengaruh secara signifikan terhadap audit judgment dan
penelitian terakhir oleh Praditianingrum (2012) berpengaruh signifikan terhadap
audit judgment. Adanya ketidak konsistenan dari penelitian tersebut maka
dibutuhkan bukti empris baru tentang adakah pengaruh gender saat pengambilan
judgment yang dilakukan oleh laki-laki ataupun wanita. Penelitian selanjutnya
dengan variable tekanan ketaatan yang pertama menurut hasil penelitian
Jamilah,dkk.(2007) mengatakan bahwa variabel tekanan ketaatan berpengaruh
secara signifikan terhadap audit judgment. Penelitian Prasinta menyimpulkan
bahwa variabel tekanan ketaatan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
audit judgment. Wijayati (2010) mengatakan dalam penelitiannya bahwa tekanan
ketaatan berpengaruh secara signifikan terhadap audit judgment. Praditianingrum
(2012) bahwa tekanan kepatuhan mempengaruhi audit judgment.Sama dengan variable
gender bahwa tekanan ketaatan masih harus membutuhkan bukti empiris baru
tentang adanya pengaruh tekanan ketaatan terhadap audit judgment. Keahlian juga
merupakan unsur penting yang harus dimiliki oleh seorang auditor independen
untuk bekerja sebagai tenaga profesional.Beberapa penelitian memberikan hasil
dalam penelitiannya. Wijayatri (2010) menyatakan bahwa keahlian berpengaruh
signifikan terhadap audit judgment. Keahlian auditor dalam melakukan audit
menunjukkan tingkat kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki oleh auditor.
Dengan semakin banyaknya sertifikat dan semakin sering mengikuti pelatihan atau
seminar, auditor diharapkan akan semakin cakap dalam melaksanakan tugasnya.
Praditianingrum (2012) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa keahlian audit
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap audit judgment. Dari kedua
penelitian tersebut peneliti ingin membuktikan di sampel yang berbeda akankah
ada perbedaan hasil yang akan di peroleh mengenai pengaruh keahlian audit
terhadap audit judgment. Dari penelitian tersebut masih terdapat ketidakpastian
hasil dalam pemberian judgment yang sangat bergantung kepada presepsi seorang
auditor mengenai suatu pendapat yang akan dikeluarkan. Sehingga masih
membutuhkan penelitian empiris untuk mendukung penelitian yang sudah ada.
Oleh karena itu peneliti akan mengambil judul tentang pengaruh
gender, tekanan ketaatan, dan keahlian audit terhadap audit judgment. Peneliti
mengambil kerangka penelitian yang dikembangkan oleh Praditianingrum (2012)
yang meneliti tentang faktor gender, tekanan ketaatan, pengalaman audit,
keahlian audit dan kompleksitas tugas. Disini peneliti hanya menggunakan 3
variabel yang dikembangkan oleh praditianingrum(2012) yaitu gender, tekanan
ketaatan dan keahlian audit. Alasan peneliti mengambil kerangka yang
dikembangkan oleh praditianingrum (2012) adalah perbedaan sampel dan obyek yang
diteliti, perbedaan sampel akan memungkinkan perbedaan hasil penelitian yang
akan didapat. Peneliti mengambil sampel KAP di Malang karena menurut peneliti
tekanan, persaingan, kemampuan seorang auditor memang mungkin terjadi di KAP,
mulai dari mempertahankan klien dan pemberian keputusan yang pasti akan sangat
berpengaruh pada para pembaca laporan keuangan.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, penulis
merumuskan masalah penelitian sebagai berikut.
1.Apakah Gender berpengaruh terhadap judgment yang di ambil oleh
auditor ?
2. Apakahh Tekanan Ketaatan
berpengaruh terhadap judgment yang di ambil oleh auditor ?
3. Apakah Keahlian Audit berpengaruh terhadap judgment yang diambil
oleh auditor ? 1.3.Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas,
tujuan dilakukannya penelitian adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh gender terhadap judgment yang di ambil
oleh auditor.
2. Untuk mengetahui pengaruh
tekanan ketaatan terhadap judgment yang diambil oleh auditor.
3. Untuk mengetahui pengaruh
keahlian terhadap judgment yang di ambil oleh auditor. 1.4.Manfaat Penelitiaan
1.4.1.Manfaat Teoritis
Adapun Kegunaan teoritis
dalam penelitian ini adalah:
a. Memberikan kontribusi pada pengembangan teori, terutama yang
berkaitan dengan auditing dan akuntansi perilaku.
b. Pengaplikasian ilmu yang di miliki penulis yang di dapat selama
perkuliahan. 1.4.2.Manfaat Praktis
Adapun kegunaan Praktis yang
diharapkan dari penelitian ini adalah :
a. Bagi auditor diharapkan dapat memberikan informasi baru untuk
mengembangkan pengalaman dan profesionalisme.
b. Untuk KAP diharapkan dapat menjadi saran untuk meningkatkan
keahlian audit yang dimiliki oleh auditornya.
1.5.Batasan Penelitian
Untuk membatasi masalah dalam penelitian ini agar bahasanya
terfokus, siklus yang digunakan adalah siklus pemberian judgment dalam audit.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Akutansi : Analisis pengaruh gender, tekanan ketaatan dan keahlian audit terhadap audit judgement di Kota Malang." silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment