Abstract
INDONESIA:
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui rasio keuangan dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur kinerja keuangan Pemda Kabupaten Lamongan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif, yang mengukur kinerja keuangan dengan mengunaka Rasio Kemandirian, Rasio Efektivitas, Rasio Efesiensi, dan Rasio Pertumbuhan.
Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Rasio Kemandirian Pemda Kabupaten Lamongan bersifat instruktif artinya sangat rendah sekali karena peranan Pemerintah Pusat lebih dominan dari pada Kemandirian Pemerintah Daerah dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah untuk membayar pajak dan retrebusi daerah tergolong sangat rendah. Dilihat dari Rasio Efektivitas pada tahun 2009-2011kemampuan pemda Lamongan dalam merealisasikan PAD yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan riil daerah kuraang efektif karena prosentase Rasio Efektifitas kurang dari seratus persen dan mengambarkan kemampuan Pemda Kabupaten Lamongan kurang baik atau tidak efektif sedangkan pada tahun 2012-2013 kemampuan Pemda Kabupaten Lamongan dalam merealisasikan PAD dikatakan efektif karena prosentse yang diperoleh diatas seratus persen. Dilihat dari Rasio Efesiensi dari tahun 2009-2013semakin rendah rasio efesiensi dan prosentasi yang dicapai kurang dari seratus persen, maka kemampuan daerah dikatakan efesien atau semakin baik untuk pertumbuhan Kabupaten Lamongan. Rasio pertumbuhan menunjukkan bahwa kinerja pertumbuhan PAD yang dialokasikan untuk sarana dan prasarana publik tidak dapat dipertahankan peningkatannya dan cenderung mengalami penurunan.
ENGLISH:
The purpose of this research is to find out that the financial ratios can be used as a tool to measure financial performance in Lamongan. This research is a descriptive qualitative study, which measures financial performance using ratio of Independence ratio, effectiveness ratio, Efficiency Ratios and growth ratio.
From the results of this study indicate that the Independence ratio of Lamongan local government is instructive meaning very low because of the role of the Central Government is more dominant than the independence of local governments and community participation in local development to pay the taxes and regions retribution is very low. Judging from the ratio of Effectiveness in 2009-2011 local government capability in realizing the Lamongan PAD planned compared with targets set according to real area is less effective because a percentage ratio of effectiveness is less than one hundred percent and describes the capaability of the local Government District of Lamongan is less well or not effective whereas in 2012-2013 Lamongan local government capability in the realisation of the PAD is said to be effective because percentage obtained above one hundred percent. Judging from the ratio of the efficient use of the years 2009-2013 the lower the efficiency ratio and percentage which is less than one hundred percent, then the region's capabilities are said to be efficient or better for the growth of Lamongan. The ratio of growth shows that the growth performance of the PAD that is allocated for the public facilities and infrastructure cannot be sustained its increase and are likely to decline..
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Kinerja merupakan kualitas
dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam
suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan
yang diperoleh dari proses belajar serta keinginan untuk berprestasi lebih
baik. Kinerja adalah semua tindakan atau prilaku yang dikontrol oleh individu
dan memberikan kontribusi sebagai pencapaian tujuan-tujuan. Kinerja terbagi dua
jenis yaitu kinerja tugas merupakan peran pekerjaan yang digambarkan dalam
bentuk kualitas dan kuantitas hasil dari pekerjaan tersebut. Kinerja
kontekstual memberikan sumbangan pada keefektifan organisasi dengan mendukung
keadaan organisasional, sosial dan psikologis (Puspita Sari, dkk, 2009: 4).
Sejalan dengan perkembangan era globalisasi dalam sektor publik, setiap
organisasi publik dituntut untuk terus melakukan pengukuran kinerja. Perhatian
publik saat ini yang mengarah kepada aspek akuntabilitas menuntut adanya
pengukuran kinerja pada sektor publik. Menurut Mardiasmo (2002: 121) menyatakan
bahwa pengukuran kinerja merupakan komponen yang penting karena akan memberikan
umpan balik atas rencana yang telah diimplementasikan. Fungsi dari pengukuran
kinerja bagi sektor publik antara lain: (1) membantu memperbaiki kinerja
pemerintah agar dapat berfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja yang
pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas sektor publik dalam
memberikan layanan kepada masyarakat; (2) 2 ukuran kinerja sektor publik
digunakan untuk pengalokasian sumber daya dan pembuat keputusan; (3) untuk
mewujudkan tanggung jawab publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa pengukuran
kinerja keuangan pemerintah daerah sangat penting untuk dilakukan mengingat
pengaruhnya terhadap publik.
Pengukuran kinerja keuangan penting dilakukan untuk dapat menilai
akuntabilitas pemerintah daerah dalam pengelolaan keuangan daerah dan
dituangkan dalam bentuk laporan keuangan yang bertujuan untuk menyajikan
informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, serta kinerja keuangan
pemerintah daerah yang berguna dalam pengambilan keputusan dan untuk
menunjukkan akuntabilitas pelaporan atas sumber daya yang dikelola pemerintah.
Bentuk dari penilaian kinerja tersebut berupa analisis rasio keuangan yang
berasal dari Laporan Pertanggungjawaban Kepala Daerah berupa perhitungan APBD
(Puspita Sari, dkk, 2009: 6). Selanjutnya hasil rasio keuangan yang telah
dianalisis tersebut digunakan sebagai media pengukuran dalam menilai
kemandirian keuangan pemerintah daerah dalam membiayai penyelenggaraan otonomi
daerah, mengukur efektivitas dalam merealisasikan pendapatan daerahnya,
mengukur sejauh mana kemampuan aktivitas Pemda dalam membelanjakan pendapatan
daerahnya, melihat pertumbuhan dan perkembangan perolehan pendapatan dan
pengeluaran yang dilakukan selama periode waktu tertentu. Adanya desentralisasi
keuangan merupakan konsekuensi dari adanya kewenangan untuk mengelola keuangan
secara mandiri.
Dengan dikeluarkannya Undang-undang No.33 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah, maka daerah diberikan otonomi atau kewenangan kepada daerah
untuk mengurus urusan rumah 3 tangganya sendiri. Apabila Pemerintah Daerah
melaksanakan fungsinya secara efektif dan mendapat kebebasan dalam pengambilan
keputusan pengeluaran disektor publik maka mereka harus mendapat dukungan
sumber-sumber keuangan yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana
Perimbangan, Pinjaman Daerah, dan lain-lain dari pendapatan yang sah (Halim,
2007: 72). Adanya Undang-Undang tersebut telah memberi kewenangan yang lebih
luas kepada Pemda tingkat kabupaten untuk menyelenggarakan semua urusan
pemerintah mulai dari perencanaan, pengendalian dan evaluasi, sehingga
mendorong Pemda untuk lebih memberdayakan semua potensi yang dimiliki dalam
rangka membangun dan mengembangkan daerahnya. Sebenarnya pertimbangan mendasar
terselenggaranya otoda adalah perkembangan dari dalam negeri yang
mengindikasikan bahwa rakyat menghendaki keterbukaan dan kemandirian (desentralisasi).
Hal tersebut akan tercapai dengan peningkatan kemandirian Pemda melalui program
otoda. Tujuan program otoda adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan
perkembangan daerah dan meningkatkan kualitas pelayanan publik agar lebih
efisien dan responsif terhadap kebutuhan, potensi maupun karakteristik di
daerah masing-masing. Salah satu aspek dari Pemda yang harus diatur secara
hati-hati adalah pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah suatu
rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah.
(Nordiawan dkk, 2007: 39).
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang
berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Optimalisasi penerimaan Pendapatan
Asli Daerah hendaknya didukung upaya Pemerintah Daerah dengan 4 meningkatkan
kualitas layanan publik (Mardiasmo, 2002: 132). Pendapatan Asli Daerah (PAD)
setiap daerah berbeda-beda. Daerah yang memiliki kemajuan dibidang industri dan
memiliki kekayaan alam yang melimpah cenderung memiliki PAD jauh lebih besar
dibanding daerah lainnya, begitu juga sebaliknya. Karena itu terjadi
ketimpangan Pendapatan Asli Daerah. Disatu sisi ada daerah yang sangat kaya
karena memiliki PAD yang tinggi dan disisi lain ada daerah yang tertinggal
karena memiliki PAD yang rendah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
merupakan rencana kegiatan Pemerintah Daerah yang dituangkan dalam bentuk angka
dan batas maksimal untuk periode anggaran (Halim, 2007: 70). APBD juga
diartikan sebagai rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang disetujui
oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (PP No.24 Tahun 2005). Sedangkan menurut PP
Nomor 58 Tahun 2005 dalam Warsito Kawedar, dkk (2008), Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang dibahas
dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan
Peraturan Daerah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan
instrumen kebijakan yang utama bagi Pemda. Sebagai instrumen kebijakan, APBD
mendukung posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas
Pemda. APBD dapat digunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya pendapatan
dan pengeluaran, membantu pengambilan keputusan dan pencapaian pembangunan,
otoritas pengeluaran di masa-masa yang akan datang, sumber pengernbangan
ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja, alat untuk memotivasi para
pegawai dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit kerja. 5
Penggunaan analisis rasio pada sektor publik, khususnya terhadap APBD dan
realisasinya belum banyak dilakukan sehingga secara teori belum ada kesepakatan
secara bulat mengenai nama dan kaidah peraturannya. Namun, analisis rasio
terhadap realisasi APBD harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan
keuangan daerah. Di samping meningkatkan kuantitas pengelolaan keuangan daerah,
analisis rasio terhadap realisasi APBD juga dapat digunakan sebagai alat untuk
menilai efektivitas otoda sebab kebijakan ini yang memberikan keleluasaan bagi
Pemda untuk mengelola keuangan daerahnya seharusnya bisa meningkatkan kinerja
keuangan daerah yang bersangkutan. Maraknya pembahasan mengenai keuangan
daerah, terutama hubungannya dengan otoda yang sementara berlangsung menjadikan
hal ini menarik untuk dibahas. Target Pendapatan Asli Daerah (PAD) Lamongan
2011 tidak tercapai, dimana hanya terealisasi Rp. 99,5 miliar atau hanya
tercapai 93% dari target Rp. 106 miliar
. Hal ini jelas diakibatkan oleh rendahnya kinerja instansi
pengumpul pendapatan daerah di lingkup Pemkab Lamongan. Di sisi belanja daerah,
hal yang tidak patut di tahun 2011 salah satunya pada belanja honor pegawai
BPKAD. Untuk belanja honorarium, Dinas ini sampai merealisasikan 108,7 persen
dari alokasi belanja. Selain melanggar aturan plafon tertinggi belanja, publik
pasti berpendapat tidak pantas bila melambungnya belanja honorarium DPPKA ini,
tidak diimbangi ketercapaian target Dinas ini dalam pengumpulan PAD.
Berdasarkan uraian di atas Penulis tertarik untuk meneliti lebih
lanjut dan membuktikan kemampuan pemda lamongan dalam mengelola keuangan
daerahnya dengan mengangkat judul tentang “Pengukuran Kinerja Keuangan 6
Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan Dengan Menggunakan Analisis Rasio”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukan, maka pokok permasalahan yang
akan diteliti dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah rasio keuangan digunakan
sebagai alat untuk mengukur kinerja keuangan di pemda Lamongan?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun maksud dan tujuan yang ingin dicapai
dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimanakah rasio keuangan dapat
digunakan sebagai alat untuk mengukur kinerja keuangan di pemda Lamongan.
1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian yang telah
dikemukakan diatas, maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
kepada berbagai pihak antara lain:
a. Bagi Penulis / Peneliti Untuk menambah informasi pengetahuan,
serta pemahaman mengenai analisis pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum
yang berpengaruh terhadap belanja daerah. Juga mengaplikasikan ilmu yang telah
diperoleh selama masa perkuliahan, sehingga dapat dijadikan bekal jika penulis
telah berada dalam dunia kerja. b. Bagi Instansi pemerintah Hasil penelitian
ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi, perbandingan, dan bahan
acuan bagi instansi pemerintahan dalam upaya mengukur kinerja keuangan Pemda
Lamongan.
1.5 Batasan Penilitian
Kinerja pemerintah daerah
bisa dinilai dari aspek finansial dan nonfinansial. Dalam penelitian ini,
penulis hanya mengukur kinerja keuangan berdasarkan aspek finansial saja dengan
mengacu pada rasio keuangan dengan menggunakan data APBD. Permasalahan dalam
penelitan ini akan dibatasi pada pengukuran kinerja keuangan dengan menggunakan
berbagai rasio keuangan pemerintah daerah seperti: Rasio kemandirian, Rasio
efektivitas dan efisisensi, dan Rasio pertumbuhan. Data keuangan yang dipakai
adalah dari tahun 2009-2013.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Akutansi : Pengukuran kinerja keuangan pemerintah daerah Kabupaten Lamongan dengan menggunakan analisis rasio." silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment