Abstract
INDONESIA:
Pengukuran properti dilakukan untuk mengetahui nilai properti investasi. Terdapat metode nilai wajar dan metode biaya yang berdasarkan PSAK 13 (Adopsi IAS 40) dan metode nilai historis berdasarkan US GAAP untuk mengukur properti investasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan penerapan metode pengukuran properti investasi berdasarkan PSAK 13 (Adopsi IAS 40) dan US GAAP dan untuk mengetahui dampak dari perbedaan perbandingan penerapan metode pengukuran properti investasi berdasarkan PSAK 13 (Adopsi IAS 40) dan US GAAP terhadap laba operasi PT Lippo General
Insurance, Tbk pada tahun 2013.
Insurance, Tbk pada tahun 2013.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Data dikumpulkan dengan metode dokumetasi. Analisis data dilakukan dengan cara mengukur properti dengan semua metode, baik metode nilai wajar, metode biaya maupun metode biaya historis. Setelah diukur, hasil pengukuran dibandingkan dan disimpulkan penerapan metode mana yang paling menguntungkan PT Lippo General Insurance, Tbk.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara metode biaya dan nilai wajar berdasarkan PSAK 13 (Adopsi IAS 40) dan metode biaya historis berdasarkan US GAAP. Penerapan metode nilai wajar adalah dengan melakukan pengukuran ulang tanpa mendepresiasi properti investasi setiap tahunnya. Penerapan metode biaya dalam melakukan pengukuran adalah dengan melakukan revaluasi dan mendepresiasi properti investasi setiap tahunnya. Sedangkan dalam penerapan metode biaya historis adalah dengan cara mendepresiasi properti investasi tanpa direvaluasi setiap tahunnya. Dengan menerapkan metode pengukuran yang berbeda, hal tersebut berdampak terhadap nilai properti investasi, jumlah laba operasi dan kinerja PT Lippo General Insurance, Tbk. Berdasarkan pengukuran properti investasi dengan semua metode, metode pengukuran properti investasi yang memberikan dampak terbesar terhadap nilai properti investasi, jumlah laba operasi dan kinerja perusahaan adalah dengan menerapkan metode nilai wajar.
ENGLISH:
The measurement of property held to find out the value of property investment. There is a fair value method and cost method which based on PSAK 13 (adoption of IAS 40) and historical cost which based on US GAAP to measure investment property. The purpose of this research is to know the difference in the application of method of measurement of investment property based on PSAK 13 (adoption of IAS 40) and US GAAP and to know the impact of the differences in comparison the application of the method of measurement based on property investment PSAK 13 (adoption IAS 40) and US GAAP against operating profit PT Lippo General Insurance, Tbk in 2013.
This research using descriptive qualitative approach. Data collected using document methods. Data analysis was done by means of measuring the property with all methods, both fair value method, cost method and historical cost method. After measured, measurement results are compared and summed up the application of the method where the most profitable PT Lippo General Insurance, Tbk.
The results showed that there is a difference between fair value and cost method based on PSAK 13 (adoption of IAS 40) and the historical cost method based on US GAAP. Application of fair value method is to do repeated measurements without depreciate investment properties each year. Application of cost method is to do a revaluation and depreciate investment properties each year. While in application of the historical cost method is to depreciate the investment property without the ways are re-evaluated every year. By applying different measurement methods, it would have an impact on the value of investment properties, the number of operating profit and performance of PT Lippo General Insurance, Tbk. Based on the measurement of property investment with all those methods, method of measurement of investment properties that provide the greatest impact against the value of investment properties, the number of operating profit and the company's performance is by applying fair value method.
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Di dunia internasional, terdapat dua standar akuntansi keuangan
yang telah dikenal, yaitu US GAAP (produk dari FASB) dan IFRS/ IAS (produk dari
IASB). Para praktisi di Amerika beranggapan bahwa US GAAP adalah standar
akuntansi keuangan yang memadai dan lengkap. Tetapi anggapan itu mulai memudar
sejak terjadinya mega skandal yang melibatkan korporasi-korporasi raksasa. Dengan
adanya mega skandal tersebut mengindikasikan bahwa standar akuntansi keungan di
Amerika lemah. IFRS (IAS) dianggap lebih principle based dan hal-hal cukup
diatur dengan interpretasi atas laporan pokoknya. Hal ini membuat IFRS (IAS)
lebih supel dan menyeluruh, walaupun rawan terhadap interpretasi (Purba: 2010).
Untuk di Indonesia sendiri,
penggunaan standar akuntansi internasional di Indonesia sudah berlangsung sejak
tahun 1973 dan Indonesia telah mengalami beberapa perubahan aturan diantaranya:
pertama, menggunakan aturan Belanda, kedua menggunakan aturan Generally
Accepted Accounting Principles (GAAP) dari Amerika Serikat dan kemudian yang
ketiga atau hingga saat ini menggunakan International Accounting Standards
(IAS) atau yang saat ini lebih dikenal dengan IFRS (Nunik: 2010). Menurut
Belkaoui (2001), dalam penerapan standar akuntansi internasional di Indonesia
memiliki beberapa kendala. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan antara
praktik-praktik pelaporan keuangan dari satu Negara dengan Negara yang 2 lain.
Sala satu perbedaan yang mendasar antara US GAAP dengan PSAK yang mengadopsi
IAS (IFRS) adalah penilaian aset tetap. Metode yang digunakan dalam US GAAP
(standar yang ada di Amerika) adalah historical cost yang didepresiasi dengan
metode garis lurus. Hal ini berbeda dengan metode yang digunakan oleh PSAK yang
mengadopsi IAS (IFRS) karena menggunakan metode revaluasi historical cost
terhadap sejumlah bentuk fair value. Hal ini akan mempengaruhi tampilan dari
laporan keuangan, karena akan berpengaruh terhadap nilai aset dan mempengaruhi
laba perusahaan karena akan adanya keuntungan karena kenaikan nilai/ kerugian
karena penurunan nilai terhadap aset, selain itu jumlah depresiasi (penyusutan)
terhadap aset juga akan terpengaruh. Dalam artikel Pricewaterhouse Coopers
(2005) menyatakan bahwa perubahan standar akuntansi tersebut akan berdampak
pada berbagai area antara lain: product viability, capital instruments,
derivatives dan hedging, employee benefits, fair valuations, capital
allocation, leasing, segment reporting, revenue recognition, impairment
reviews, deferred taxation, cash flows, disclosures, borrowing arrangements and
banking covenants. Pengadopsian standar akuntansi internasional sangatlah
penting. Hal ini dikarenakan Indonesia perlu mengadopsi standar akuntansi
internasional untuk memudahkan perusahaan asing yang akan menjual saham di
negara ini atau sebaliknya. Namun demikian, untuk mengadopsi standar
internasional itu bukan perkara mudah karena memerlukan pemahaman dan biaya
sosialisasi yang mahal. Adopsi standar akuntansi internasional tersebut
terutama untuk perusahaan publik.
Hal ini dikarenakan
perusahaan publik merupakan perusahaan yang melakukan 3 transaksi bukan hanya
nasional tetapi juga secara internasional. Jika ada perusahaan dari luar negeri
ingin menjual saham di Indonesia atau sebaliknya, tidak akan lagi dipersoalkan
perbedaan standar akuntansi yang dipergunakan dalam menyusun laporan (Gamayuni:
2009). Salah satu standar akuntansi keuangan di Indonesia yang diadopsi dari
standar akuntansi internasional adalah PSAK 13 tentang properti investasi.
Standar akuntansi tentang properti investasi menjadi penting untuk diadopsi
karena pasar properti di Indonesia telah mengalami peningkatan harga yang
sangat cepat, harga rumah tinggal secara nasional seperti diukur dengan indeks
14 kota oleh Bank Indonesia ternyata hanya menunjukkan peningkatan yang relatif
kecil, dengan rata-rata sebesar 4 persen sejak awal tahun 2010. Secara riil,
harga rumah tinggal (menggunakan penyesuaian dengan inflasi berjalan)
sesungguhnya mencatat pertumbuhan yang datar pada tiga tahun terakhir. Beberapa
bulan terakhir memang memperlihatkan peningkatan harga rumah tinggal di
tengahtengah tanda-tanda bahwa pembatasan laju kredit perumahan akan
mempengaruhi permintaan pokok rumah tinggal; peningkatan harga rumah tinggal
melaju ke 7 persen tahun-ke-tahun pada bulan Desember 2012, laju tercepatnya
selama setidaknya sepuluh tahun terakhir. Dengan meningkatnya permintaan,
membuat industri properti harus melakukan penyajian dan pengungkapan secara
memadai. Dalam melakukan penyajian dan pengungkapan properti investasi dalam
laporan keuangan diperlukan sebuah standar yang berlaku umum sebagai dasar
dalam melaporkan dalam laporan keuangan (World Bank: 2013). 4 Untuk saat ini,
properti investasi diatur dalam PSAK No. 13 tentang “Properti Investasi” yang
diadopsi secara penuh dari International Accounting Standard (IAS) 40 tentang
“Investment Property”. Standar ini secara khusus membahas tentang properti
investasi. Standar ini belum terlalu lama dipraktikkan di Indonesia, sehingga
memicu perusahaan-perusahaan melakukan pengungkapan atas properti investasi
secara bervariasi, sehingga mempersulit pihak-pihak terkait dalam pengambilan
keputusan. Berbeda dengan US GAAP yang tidak membahas secara khusus mengenai
properti investasi (investment property). US GAAP sendiri mengklasifikasikan
investasi properti seperti dengan aset yang lain dan diatur dalam US GAAP
tentang “Property, Plant and Equipment”. Dengan adanya perbedaan antara PSAK 13
yang mengadopsi IAS 40 dengan US GAAP tentang properti investasi, terdapat
perbedaan yang signifikan tentang metode pengukuran properti investasi. Apabila
metode pengukuran yang berbeda, maka hal tersebut juga akan berpengaruh
terhadap nilai properti investasi dan laba operasi perusahaan.
Hal inilah yang mendorong untuk dilakukan perbandingan penerapan
metode pengukuran mana yang paling menguntungkan untuk perusahaan, baik metode
pengukuran properti investasi menurut PSAK 13 (Adopsi IAS 40) dan US GAAP, atas
properti investasi yang ada di Indonesia. Sehingga selain tercipta penyajian
atas properti investasi dalam laporan keuangan yang baik dan relevan,
perusahaan dapat menyajikan laba operasi yang baik. Dalam penelitian ini, objek
penelitiannya adalah sebuah perusahaan yang memiliki properti investasi, yaitu
PT Lippo General Insurance, Tbk. PT Lippo General Insurance, Tbk saat ini
menerapkan metode pengukuran dengan metode 5 nilai wajar, walaupun pada saat
awal kepemilikan properti investasi, perusahaan menerapkan metode biaya
historis. Sehingga dapat diketahui perbandingan dalam penerapan metode
pengukuran properti investasi berdasarkan PSAK 13 (yang diadopsi dari IAS 40)
dengan US GAAP terhadap laba operasi apabila disajikan dalam laporan keuangan.
Perbandingan ini dilakukan untuk mengetahui metode yang berdampak laba operasi
yang lebih besar apabila disajikan dalam laporan keuangan.
Dari penjelasan tersebut,
maka penelitian ini dibuat dengan judul “Analisis Perbandingan Penerapan Metode
Pengukuran Properti Investasi Berdasarkan PSAK Nomor 13 (Adopsi IAS 40) dengan
US GAAP Terhadap Laba Operasi PT Lippo General Insurance, Tbk”.
1.2
Rumusan
Masalah
Dengan
tujuan agar pembahasan tidak terlalu meluas dan memberikan pemahaman yang
sesuai dengan permasalah yang ada, rumusan masalah tulisan ini adalah:
1.
Apa
perbedaan metode pengukuran properti investasi berdasarkan PSAK Nomor 13 (Adopsi
IAS 40) dan US GAAP?
2.
Apa
dampak dari perbedaan penerapan metode pengukuran properti investasi
berdasarkan PSAK Nomor 13 (Adopsi IAS 40) dan US GAAP terhadap laba operasi PT
Lippo General Insurance, Tbk tahun 2013?
1.3
Tujuan
Penelitian
Tujuan
penulisan skripsi adalah sebagai berikut:
1.
Untuk
mengetahui perbedaan metode pengukuran properti investasi berdasarkan PSAK
Nomor 13 (Adopsi IAS 40) dan US GAAP.
2.
Untuk
mengetahui dampak dari perbedaan perbandingan penerapan metode pengukuran
properti investasi berdasarkan PSAK Nomor 13 (Adopsi IAS 40) dan US GAAP
terhadap laba operasi PT Lippo General Insurance, Tbk tahun 2013.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi
penulis sebagai wahana penerapan pengetahuan yang telah didapat selama kuliah.
2. Memberikan
kontribusi kepada masyarakat luas pemahaman tentang metode pengukuran properti
investasi berdasarkan PSAK Nomor 13 (Adopsi IAS 40) Dengan US GAAP terhadap
laba operasi.
3. Bagi
pihak lain dapat dijadikan sebagai bahan referensi dan bahan perbandingan untuk
melakukan penelitian selanjutnya.
4. .
Bagi Perusahaan sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam menetapkan
kebijakan akuntansi, khususnya pada properti investasi, dalam penyusunan
laporan keuangan yang baik dan relevan serta dapat menyajikan laba operasi yang
baik.
1.5 Batasan Masalah
Penelitian ini
memiliki keterbatasan yaitu hanya diterapkan dalam laporan keuangan PT. Lippo
General Insurance, Tbk tahun 2013. Dan tidak diterapkan pada laporan keuangan
di tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan, dengan diterapkannya penelitian
ini dalam laporan keuangan 2013, dapat diketahui perbedaan terbaru tentang
perbedaan penerapan perlakuan akuntansi terhadap properti investasi milik PT.
Lippo General Insurance, Tbk.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Akutansi : Analisis perbandingan penerapan metode pengukuran properti investasi berdasarkan PSAK nomor 13 (adopsi IAS 40) dengan US GAAP terhadap laba operasi PT Lippo General Insurance, Tbk.." silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment