Abstract
INDONESIA:
Wakaf merupakan salah satu instrument pembangunan ekonomi yang memiliki potensi besar di Indonesia yang akan bias memberikan manfaat yang besar pula bagi rakyat Indonesia bilamana dikelola dengan baik dan professional. Pengelolaan wakaf yang baik dan professional tidak terlepas dari peranan system akuntansi yang baik pula, karena akuntansi ialah alat pertanggungjawaban dan tolak ukur kinerja kepada masyarakat. Akuntansi yang baik tidak terlepas dari standar akuntansi yang mengaturnya. Namun pada kenyataannya sampai sekarang belum ada peraturan yang khusus bagi lembaga pengelola wakaf di Indonesia. Oleh karena itu penulis tertarik melakukan penelitian ini.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses penyusunan laporan keuangan BWI dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan penghitungan persentase champion. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder yang berupaoutput dari observasi, wawancara dan dokumentasi.
Hasilpenelitianmenunjukkan bahwa dalam pengakuan dan pengukuran BWI mengacu pada UU Wakaf, dalam pencatatan BWI mengacupada PSAK ETAP,sedangkan penyajian dan pengungkapan BWI mengacu pada PSAK 45dan PSAP. Dari hasil analisis komposisi penerapan standar akuntansi diketahui bahwa BWI menggunakan standar PSAK 45 sebesar lima puluh lima persen, PSAP tigapuluhpersen PSAK ETAP sebelas persen dan UU Wakaf empatpersen. Secara mayoritas PSAK 45 sudah mengakomodir kebutuhan akuntansi BWI namun masih harus dimodifikasi dengan standar akuntansi lain. Untuk penelitian selanjutnya disarankan menggunakan sampel dari populasi.
ENGLISH:
The Waqf is one of the economic development instruments which has a great potential in Indonesia that would be able to provide great benefits for Indonesian people when managed properly and professional. Management of endowments and a good professional is inseparable from the role of a good accounting system anyway, because accounting is accountability tool and benchmark performance to the community. A good accounting is inseparable from the accounting standards that govern it. But in fact, until now there has been no special regulations for the institution of Waqf Manager in Indonesia. Therefore authors interested in doing this research.
The purpose of his research is to know the financial statements preparation in BWI by using descriptive qualitative method with counting the champion percentage. The data used in this research is the primary data and secondary data from the output of observation, interview and documentation.
The results showed that in the recognition and measurement of BWI refers to endowments legislation, the recording in BWI refers to PSAK ETAP, while the presentation and disclosure of BWI refers to PSAK 45 and PSAP. From the analysis results of the application accounting standards composition note that BWI using standard PSAK 45 of fifty-five percent, PSAP thirty percent, PSAK ETAP eleven percent and Endowments legislation four percent. In the majority of PSAK 45 already accommodate the needs of accounting in BWI, but still should be modified with other accounting standards. Further research is recommended to use a sample of the population.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Masalah Dewasa ini, keberadaan akuntansi syariah dalam Pengelolaan
Transaksi Keuangan mulai tumbuh dan berkembang di kalangan masyarakat. Hal ini
dapat dilihat dari terus meningkatnya perkembangan Ekonomi Syariah di Indonesia
yang tercermin dari laju pertumbuhan aset perbankan syariah yang lebih tinggi
dibandingkan dengan laju pertumbuhan aset perbankan secara nasional pada tahun
2013 dari 4,61% menjadi 4,93% (OJK, 2013). Salah satu komponen dalam Ekonomi
Syariah adalah wakaf. Dalam Islam, wakaf merupakan ibadah yang bercorak sosial
ekonomi yang cukup penting. Menurut sejarah Islam klasik, wakaf telah memainkan
peran yang sangat signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan kaum muslimin,
baik di bidang pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan sosial dan
kepentingan umum, kegiatan keagamaan, pengembangan ilmu pengetahuan serta
peradaban Islam secara umum.
Di Indonesia sendiri,
perkembangan wakaf masih kurang mengarah pada pemberdayaan ekonomi umat dan
pembangunan infrastuktur Negara, wakaf cenderung terbatas hanya untuk
kepentingan kegiatan ibadah, pendidikan, dan pemakaman semata, sehingga kurang
mengarah pada pengelolaan wakaf produktif dan hal tersebut Merujuk pada data
Departemen Agama (Depag) RI, jumlah tanah wakaf di Indonesia mencapai
2.686.536.656,68 meter persegi atau sekitar 268.653,67 hektar (ha) yang
tersebar di 366.595 lokasi di seluruh Indonesia, namun 77% harta wakaf tersebut
masih bersifat pasif / diam dan hanya 23% saja 1 2 yang produktif (Direktorat
Pemberdayaan Wakaf Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI.
2006). Padahal beban sosial ekonomi yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini, seperti
tingginya tingkat kemiskinan dapat dipecahkan secara mendasar dan menyeluruh
melalui pengelolaan wakaf dalam ruang lingkup yang lebih luas yakni pengelolaan
wakaf produktif, hal terebut dikarenakan wakaf produktif yang dalam hal ini
merupakan wakaf uang, memiliki efek pengganda ( Jurnal Dialog Balitbang Kemenag
RI , 2010). Sebagaimana Firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah ayat 261, yang
artinya: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah
melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas
(kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui” (QS 2: 261)
Berdasarkan ayat dalam paragraf sebelumnya, digambarkan bahwa
nafkah yang dikeluarkan di jalan Allah termasuk salah satu di dalamnya adalah
wakaf sebagai salah satu instrumen dalam Islam sebagai instrumen pemberdayaan
masyarakat ternyata mempunyai efek pengganda dalam perekonomian. Dimana hal ini
dinyatakan dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir dan tiaptiap bulir
seratus biji, dalam tataran praktis ekonomi efek pengganda ganjaran dalam ayat
ini tidak hanya dari aspek pahala semata namun memiliki dampak ekonomi.
Sehingga seiring berkembangnya ekonomi syariah dalam skala internasional pada
abad ke 20, mulailah muncul berbagai ide untuk mengimplementasikan berbagai
ide-ide besar Islam dalam bidang ekonomi di berbagai lembaga keuangan, lahir
salah satunya adalah institusi wakaf. Dalam tahapan inilah lahir 3 ide-ide
ulama dan praktisi untuk menjadikan wakaf sebagai instrumen dalam membangun
perkonomian umat. Negara-negara Islam di Timur Tengah, Afrika, dan Asia
Tenggara sendiri memulainya dengan berabagai cara untuk mengelola aset wakaf
baik aset wakaf tetap maupun aset wakaf lancar dengan optimal. Di Indonesia
sendiri, pengelolaan wakaf mengalami perkembangan yang cukup baik.
Hal tersebut dapat dibuktikan dari berdirinya munculnya gagasan
untuk mengimplementasikan wakaf tunai/uang dalam pembangunan ekonomi negara.
Hal ini bisa dilihat dari peraturan yang melandasinya. Fatwa Majelis Ulama’
Indonesia (MUI) pada tanggal 28 Shafar 1423 H / 11 Mei 2002 M, yang
ditandatangani oleh KH. Ma’ruf Amin sebagai ketua Komisi Fatwa dan Drs. Hasanudin,
M.Ag. sebagai sekretaris Komisi Fatwa MUI tersebut merupakan upaya MUI dalam
memberikan pengertian dan pemahaman umat Islam bahwa wakaf uang dapat menjadi
alternatif untuk berwakaf. Lebih-lebih uang merupakan variabel penting dalam
pembangunan ekonomi masyarakat. Perkembangan wakaf di Indonesia juga didukung
dengan adanya Undang-Undang wakaf yang disahkan pada tanggal 27 oktober 2004
oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono (Departemen Agama RI, 2006).
Perkembangan wakaf di Indonesia semakin diperkuat lagi dengan berdirinya
lembaga kenegaraan resmi yang khusus mengurus perwakafan di Indonesia, yaitu
Badan Wakaf Indonesia (BWI). BWI ditunjuk oleh kepala negara untuk mengkordinir
seluruh pengelola wakaf / nadzir yang ada di Indonesia, selain daripada itu juga
BWI bertugas untuk menertibkan administrasi perwakafan 4 termasuk di dalamnya
penyusunan laporan keuangan pengelolaan harta wakaf yang dilakukan oleh para
nazir yang terdapat di Indonesia. Dalam Islam, wakaf merupakan ibadah yang
bercorak sosial ekonomi yang cukup penting. Menurut sejarah Islam klasik, wakaf
telah memainkan peran yang sangat signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan
kaum muslimin, baik di bidang pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan sosial
dan kepentingan umum, kegiatan keagamaan, pengembangan ilmu pengetahuan serta
peradaban Islam secara umum. Dalam perkembangannya, gagasan wakaf tidak hanya
sebatas wakaf aset tetap seperti tanah dan bangunan saja, namun juga meluas
kepada wakaf aset lancar seperti uang, logam mulia, kendaraan bermotor dan lain
sebagainya. Diantara gagasan wakaf aset lancar tersebut, gagasan Wakaf tunai
merupakan suatu produk baru dalam sejarah perekonomian Islam yang di kemukakan
oleh Prof. Dr.M.A. Mannan dari Bangladesh yang telah mempopulerkan istilah
sertifikat wakaf tunai (Cash Waqf Certificate) yaitu dengan mendirikan SIBL
(Social Investment Bank Limited). Instrument financial yang dikenal dalam
perekonomian Islam saat ini berkisar pada murabahah untuk membiayai sektor
perdagangan dan murabahah atau musyarakah untuk membiayai investasi di bidang
industri dan pertanian (Departemen Agama RI, 2006).
Terkait dengan pengelolaan aset wakaf, menurut M.A. Mannan (2006)
pengelolaan aset wakaf yang terstruktur dengan baik melalui sebuah lembaga
dapat berfungsi sebagai badan yang menggalang aset dari orang-orang kaya untuk
dikelola dan keuntungan pengelolaannya disalurkan kepada rakyat miskin yang 5
membutuhkan. salah satunya wakaf uang yang dapat berperan sebagai suplemen bagi
pendanaan berbagai macam proyek investasi sosial yang dikelola oleh bank- bank
Islam, sehingga dapat berubah menjadi bank wakaf. Salah satu komponen
pengelolaan aset wakaf dalam suatu lembaga ialah pencatatan aset wakaf dalam
laporan keuangan. Pencatatan aset wakaf dalam laporan keuangan dinilai penting
karena aset wakaf merupakan aset milik umat yang harus dikelola dengan
professional secara transparan dan akuntabel. Dengan adanya pencatatan aset
wakaf yang transparan melalui laporan keuangan tersebut, diharapkan masyarakat
dapat mengetahui proses pengelolaan aset wakaf yang dilakukan oleh para
penegelola aset wakaf (nadzir). Di Indonesia sendiri, akuntansi lembaga
pengelola wakaf belum memiliki standar baku secara khusus baik di dalam Pedoman
Standar Auntansi Keuangan (PSAK), Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Syariah
(PSAKS), maupun Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa
Akuntabilitas Publik (PSAK-ETAP), melainkan masih menjadi satu dengan PSAKS
Zakat, padahal aset wakaf tunai memiliki sifat dan ciri khas yang berbeda
dengan aset lainnya, yaitu kepemiikannya yang tidak diperuntukkan kepada
perorangan, kebermanfaatannya dirasakan masyarakat umum dan tidak boleh habis
ataupun berkurang dikarenakan diperjualbelikan. Meskipun pencatatan organisasi
pengelola wakaf belum memiliki standar baku secara khusus, namun terdapat
beberapa standar yang dapat dijadikan acuan dalam perlakuan aset wakaf pada
laporan keuangan dikarenakan sifatnya yang 6 menyerupai sifat aset wakaf,
standar tersebut ialah PSAK 45, yaitu PSAK yang menjelaskan bentuk laporan keuangan
lembaga ataupun organisasi nirlaba, yaitu organisasi yang aktivitas
operasionalnya tidak berorientasi kepada keuntungan semata. Dalam PSAK 45
terdapat beberapa istilah yang digunakan menyerupai dengan sifat aset wakaf
yaitu pembatasan sumberdaya permanen, pembatasan sumber daya temporer,
sumberdaya terikat dan sumberdaya tidak terikat. PSAK 45 menjelaskan bentuk
dari laporan keuangan organisasi nirlaba namun tidak menjelaskan secara
mendetil aktivitas-aktivitas akuntansi terkait pengakuan, pengukuran pencatatan
dan penyajian dalam laporan keuangan, sehingga diperlukan standar lain yang
mengatur hal-hal tersebut. Standar lain yang mengatur hal-hal tersebut adalah
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (PSAK
ETAP).
PSAK ETAP dapat dijadikan dasar dalam pencatatan pengelolaan aset
wakaf dkarenakan PSAK ETAP mengatur aktivitas akuntansi lembaga ataupun
organisasi yang tidak memiliki akuntabilitas publik secara signifikan namun
perlu untuk menerbitkan laporan keuangan dengan tujuan umum bagi pihak
eksternal dan lembaga pengelola wakaf/nadzir merupakan jenis organisasi yang
tidak memiliki akuntabilitas publik seara signifikan namun perlu untuk
menerbitkan laporan keuangan dikarenakan aset wakaf tunai yang dikelola merupakan
aset milik umat sehingga umat berhak mengetahui pengelolaan aset wakaf tunai
yang dilakukan nadzir yang tercermin dari laporan keuangannya. BWI merupakan
organisasi pengelola wakaf yang berada dalam naungan pemerintah yang juga
mendapatkan alokasi dari dana APBN. Sehingga selain 7 mengacu kepada PSAK 45
dan PSAK ETAP, BWI juga mengacu kepada Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah
(PSAP) dalam penyusunan laporan keuangannya. Berdasarkan pemaparan di atas,
maka kemudian penulis tertarik untuk melakukan kajian mengenai hal tersebut
lebih mendalam di BWI, dalam sebuah kajian skripsi. Disamping itu juga karena
masih terdapat banyaknya masyarakat maupun pengelola wakaf (nadzir) dibawah
pengawasan BWI yang belum mengetahui secara jelas bagaimana penyusunan laporan
keuangan pengelolaan aset wakaf yang sesuai dengan sifat serta ciri khas wakaf.
Dan agar dapat lebih
komprehensif pembahasan dalam skripsi ini, maka penulis mengadakan spesifikasi
kajian yang memfokuskan pembahasan pada laporan keuangan pengelolaan aset wakaf
tunai dengan judul: “Analisis Penyusunan Laporan Keuangan Pengelolaan Aset
Wakaf di Badan Wakaf Indonesia”.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan
masalah yang di gunakan dalam penelitian ini adalah Bagaimana penyusunan laporan
keuangan pengelolaan aset wakaf yang dilakukan oleh Badan Wakaf Indonesia.
1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses penyusunan laporan keuangan
pengelolaan aset wakaf di Badan Wakaf Indonesia.
1.3.2
Manfaat Penelitian Sedangkan dari Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat untuk berbagai kalangan, baik kalangan akademisi, maupun praktisi.
a.
Bagi kalangan akademisi penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan positif
terhadap ilmu akuntansi syariah khususnya akuntansi perwakafan dan dapat
dijadikan sebagai bahan referensi bagi pihak lain yang melakukan penelitian
lebih lanjut khususnya yang berkaitan dengan objek yang dikaji maupun bidang
yang lainnya.
b. Bagi kalangan praktisi yang dalam hal ini
ialah lembaga pengelola wakaf, khususnya Badan Wakaf Indonesia (BWI) selaku
tempat penelitian, diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat
terkait gambaran penyusunan laporan keuangan pengelolaan aset wakaf berdasarkan
standar yang ada, sehingga nantinya dapat meningkatkan akuntabilitas dan
transparansi pengelolaan aset wakaf tunai yang dilakukan oleh para nadzir. 1.4
Batasan Penelitian
Fokus bahasan penelitian ini adalah analisis
perlakuan aset wakaf di Badan Wakaf Indonesia berdasarkan Undang-Undang No.41
Tahun 2004 tentang wakaf, PSAK 45 tentang akuntansi organisasi nirlaba sebagai
dasar analisis bentuk laporan keuangan yang disajikan BWI, PSAK ETAP tentang
akuntansi organisasi tanpa akuntabilitas publik, serta PSAP sebagai dasar acuan
dari pengakuan, pengukuran serta pencatatan pada laporan keuangannya.
Batasan
penelitian ditentukan dengan pertimbangan bahwa BWI mengacu kepada
standar-satandar tersebut dalam melakukan penyusunan laporan keuangannya,
sehingga dengan demikian penelitian dapat dilakukan dengan lebih efektif dan
efisien.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Akutansi :Analisis penyusunan laporan keuangan pengelolaan aset wakaf di Badan Wakaf Indonesia (BWI) .Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment