Abstract
INDONESIA:
Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah perusahaan makanan dan minuman melakukan manajemen laba pada tahun 2011-2013, setelah adanya penurunan tarif pajak pada tahun 2010 yaitu insentif pajak sebesar 25% dan prinsip konservatisme akuntansi. Sampel penelitian ini adalah 30 perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, yang telah mempublikasikan laporan keuangannya dari tahun 2011-2013. Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini menggunakan purposive sampling dengan menggunakan kriteria-kriteria yang telah ditentukan.
Metode analisis pada penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda dan uji beda t-test dengan menggunakan paired sample t-test sebagai alat uji beda tersebut. Analisis berganda digunakan untuk mengetahui mengenai bagaimana perilaku manajemen laba pada tahun 2011-2013 setelah satu tahun periode penurunan tarif pajak tahun 2010 serta penerapan prinsip konservatisme akuntansi sedangkan uji beda t-test digunakan untuk menguji apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara manajemen laba pada insentif pajak dan prinsip konservatisme akuntansi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan makanan dan minuman tidak dipengaruhi oleh insentif pajak (perencanaan pajak) setelah satu tahun periode penurunan tarif pajak; (2) manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan makanan dan minuman dipengaruhi oleh prinsip konservatisme akuntansi.
ENGLISH:
This study aims to examine whether the food and beverage companies perform earnings management in 2011-2013 or not after a tax rate reduction in 2010, which is a 25% tax incentive, and implement the principle of accounting conservatism. The research samples are 30 food and beverage companies listed in Indonesia Stock Exchange which have published their financial reports for 2011-2013. The sampling technique used in this study is purposive sampling using determined criteria.
The method of analysis is multiple regression and t-test using paired samples t-test as a means of testing these differences. Multiple regression analysis is employed to test the companies’ earning management performance in 2011-2013 after a year of tax rate reduction in 2010 and to test the implementation of the principle of conservatism accounting. T-test is used to test the level of discretionary accruals between earnings management on tax incentive and the principle of accounting conservatism.
The result of this study proves that: (1) earnings management performed by food and beverage companies is not affected by tax incentive (tax plan) after tax rate reduction occurred in a year; (2) earnings management performed by food and beverage companies is affected by the principle of accounting conservatism.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Hampir setiap negara memperoleh pendapatan yang berasal dari pajak.
Demikian juga, Indonesia yang pendapatannya berasal dari pajak. Indonesia
adalah negara yang pendapatannya berasal dari penerimaan pajak, penerimaan
bukan pajak dan hibah sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2003 pasal 11 angka 3.
Sumber penerimaan terbesar negara diperoleh dari penerimaan pajak. Pajak
memberikan kontribusi pendapatan negara yang paling utama untuk penyelenggaraan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Penerimaan terbesar negara yang
berasal dari pajak menyebabkan perbedaan kepentingan antara pemerintah dan
Wajib Pajak. Pemerintah mengharapkan wajib pajak dapat membayar pajak
terutangnya sebagai sumber pendapatan negara yang digunakan untuk membiayai
pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan.
Sebaliknya, Wajib Pajak berusaha untuk membayar pajak sekecil mungkin karena
bagi Wajib Pajak pajak merupakan beban yang akan mengurangi laba bersih. Pajak
menjadi salah satu alasan perusahaan mengurangi laba bersih yang dilaporkan
untuk memperkecil pembebanan pajak penghasilan yang tinggi. Perilaku manajemen
yang seperti inilah yang dikenal dengan istilah earnings management, di mana
perusahaan mengatur laporan keuangan untuk meminimalkan laba bersih yang
dilaporkan agar beban pajak menjadi relatif 2 rendah. Sehingga perusahaan tetap
dapat bertanggungjawab untuk membayar kewajibannya kepada negara, karena
mengingat pajak adalah pendapatan utama yang memberi kontribusi tinggi untuk
membiayai pembangunan negara. Sektor perpajakan mempunyai proporsi lebih dari
50% dari penerimaan APBN. Hal ini memicu berbagai kebijakan dilakukan oleh
pemerintah untuk selalu meningkatkan penerimaan dalam sektor pajak secara
optimal, salah satunya dengan melakukan perubahan undang-undang perpajakan
(Widyawanti, 2014). Pada tahun 2008 pemerintah melakukan perubahan terhadap
undangundang pajak penghasilan yaitu dengan diterbitkan UU Nomor 36 tahun 2008.
Undang- undang tersebut
memberikan insentif dan kemudahan untuk wajib pajak. Salah satu insentif
tersebut adalah penurunan tarif pajak, dimana tarif pajak badan mengalami
penurunan dari tarif progresif menjadi tarif tunggal, yaitu (1) pada tahun 2009
menggunakan tarif sebesar 28% dan tahun 2010 menggunakan tarif 25%, (2) 5% dari
tarif nomor (1) untuk perusahaan yang telah go public dan minimal 40% sahamnya
diperdagangkan di bursa efek dan (3) sesuai dengan UU PPh No. 36 Tahun 2008
pasal 31E Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan
Rp.50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa
pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif nomor (1) atas
Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp.
4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) (Ristiyanti dan
Syafruddin, 2012). Salah satu upaya yang dilakukan manajemen untuk memperoleh
keuntungan dari adanya perubahan tarif pajak badan ini adalah tax shifting
yaitu 3 dengan memindahkan laba tahun sebelum perubahan tarif pajak badan ke
tahun sesudah perubahan tarif pajak. Menurut akuntansi hal ini dapat diterima
karena akuntansi menganut prinsip accrual basis dimana pada dasarnya basis
akrual digunakan untuk pengakuan pendapatan (revenue) dan beban (expense) yang
dilakukan pada periode dimana seharusnya pendapatan dan beban tersebut terjadi
tanpa memperhatikan waktu penerimaan/pengeluaran kas dari pendapatan/beban yang
bersangkutan (Wijaya dan Martani, 2011). Sitorus dan Handayani (2010) meneliti
adanya indikasi manajemen laba sebelum dan sesudah perubahan tarif pajak
penghasilan badan tahun 2008. Hasil penelitian ini tidak mengindikasikan bahwa
perusahaan berusaha melakukan rekayasa akrual untuk meminimalkan laba periode
sebelum perubahan tarif pajak tahun 2008.
Di samping itu dengan adanya perubahan undang-undang perpajakan,
praktik manajemen laba tidak dilakukan. Wijaya dan Martani (2011) meneliti
praktik manajemen laba perusahaan dalam menanggapi penurunan tarif pajak sesuai
UU No. 36 tahun 2008. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa perusahaan
melakukan manajemen laba dalam menanggapi penurunan tarif pajak badan di
Indonesia. Ristiyanti dan Syafruddin (2012) meneliti manajemen laba sebagai respon
perubahan tarif pajak penghasilan badan. Hasil penelitian ini mengindikasikan
bahwa pada tahun 2007, 2008, 2009 dan 2010 perusahaan laba terbukti melakukan
manajemen laba dalam merespon perubahan tarif pajak, sedangkan pada perusahaan
rugi hanya pada tahun 2008 terbukti melakukan manajemen laba. Dan pada tahun
2007, 2009 dan 2010 perusahaan rugi tidak 4 terbukti melakukan manajemen laba .
Jadi, dalam merespon perubahan tarif pajak, perusahaan melakukan manajemen laba
sebelum dan setelah perubahan tarif pajak. Selain faktor perubahan tarif pajak
penghasilan badan yang dapat berpengaruh terhadap manajemen laba, yang dirujuk
dari beberapa penelitian di atas. Penelitian ini menambahkan variabel
konservatisma sebagai variabel tambahan untuk menguji pengaruh konservatisma
terhadap manajemen laba. Konservatisma merupakan salah satu dari prinsip
akuntansi.
Pada prinsipnya konservatisma (conservatism) adalah suatu prinsip
yang menunda pengakuan pendapatan atau laba sebelum ada bukti-bukti yang
mendukung dan sebaliknya mengakui biaya atau rugi secepat mungkin. Hal ini
menyebabkan prinsip konservatisma mengurangi tingkat keandalan dan relevansi
informasi akuntansi. Konservatisma adalah reaksi yang hati-hati (prudent
reaction) dalam menghadapi ketidakpastian yang melekat pada perusahaan untuk
mencoba memastikan bahwa ketidakpastian dan risiko yang inherent dalam
lingkungan bisnis sudah cukup dipertimbangkan. Konservatisma merupakan praktik
akuntansi dengan mengurangi laba dan menurunkan nilai aktiva bersih ketika menghadapi
bad news akan tetapi tidak meningkatkan laba dan menaikkan nilai aktiva bersih
ketika menghadapi good news (Jamaluddin, 2011). Umumnya perusahaan di Indonesia
memilih akuntansi konservatif. Kenyataannya, konservatisma merupakan konsep
yang kontroversial. Para pengkritik konservatisma menyatakan bahwa konsep
konservatisma menyebabkan 5 laporan keuangan yang bias karena menyebabkan
kualitas laba yang dihasilkan menjadi lebih rendah dan kurang relevan, sehingga
tidak dapat dijadikan sebagai alat oleh pengguna laporan keuangan untuk
mengevaluasi risiko perusahaan (Anggraini dan Trisnawati, 2008). Penelitian
Feltham-Ohison (1996) dalam Raharja dan Sandra (2013) membuktikan bahwa
akuntansi yang konservatif dapat membantu para pengguna laporan keuangan dalam menganalisis
laporan keuangan suatu perusahaan dengan nilai laba dan aktiva yang dilaporkan
tidak overstate atau dilebih-lebihkan. Penelitian Givoly dan Hayn (2002) dalam
Raharja dan Sandra (2013) menemukan bahwa penerapan prinsip konservatisme
semakin meningkat dalam beberapa dekade terakhir dan laporan keuangan
perusahaan menjadi semakin konservatif. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan
prinsip konservatisme dalam pelaporan keuangan semakin meluas.
Kecenderungan penyimpangan penggunaan akuntansi konservatif oleh
perusahaan dalam kaitannya dengan pajak penghasilan tinggi. Manajer perusahaan
mungkin saja dengan sengaja menurunkan labanya dengan aturan yang diperbolehkan
dalam prinsip akuntansi konservatif untuk tujuan tertentu seperti, untuk
menekan kewajiban pembayaran pajak penghasilan badan yang harus ditanggungnya
(Putri dan Noviari, 2013). Menurut Penman dan Zhang (2002) dalam Wicaksono
(2012) menyatakan bahwa konservatisme akuntansi dapat menurunkan kualitas
labanya, yaitu ketika perusahaan mempraktikkan konservatisma kemudian
menurunkan jumlah investasinya, maka perusahaan tersebut melakukan realisasi
cadangan.
Hal tersebut bukan merupakan indikator yang baik untuk laba
mendatang, karena pada periode tersebut laba meningkat. Sedangkan pada
perusahaan yang mempraktikkan konservatisme dan mengalami pertumbuhan dalam
investasi akan menurunkan laba dilaporkan dan menciptakan cadangan. Dalam
kaitan pajak penghasilan, hal ini diduga dapat mengarahkan terjadinya sengketa
karena menyebabkan semakin besar perbedaan perhitungan pajak penghasilan
menurut perusahaan dan perhitungan menurut fiskal. Implikasi dari metode
konservatisma yaitu pilihan metode akuntansi pada metode yang mengarahkan untuk
melaporkan laba dan aset yang lebih rendah atau melaporkan biaya dan utang yang
lebih tinggi. Praktik Konservatisma dapat terjadi karena Standar Akuntansi yang
berlaku di Indonesia memperbolehkan perusahaan untuk memilih salah satu metode
akuntansi dari kumpulan metode pengukuran yang di perbolehkan pada situasi yang
sama (Soraya dan Harto, 2014). Hikmah (2013) fenomena konservatisme akuntansi
di Indonesia telah banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan khususnya yang
bergerak di bidang manufaktur. Hal ini disebabkan oleh pemahaman mengenai
pentingnya peran konservatisme. Basu (1997) dalam Soraya dan Harto (2014) hasil
penelitiannya konsisten dengan manipulasi manajemen terhadap laba. Menajemen
mencatat aset lebih rendah untuk meningkatkan laba pada tahun berikutnya.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan kompensasi dan menyesatkan
pasar modal. Hendrikson dan Breda (1992) dalam Suprianto dan Dewi (2014)
menyatakan bahwa penggunaan konsep konservatisma juga didasarkan pada alasan
dalam pembayaran pajak.
Konsep konservatisma yang merupakan konsep kehati-hatian dalam mengurangi risiko, konsep
ini menunda pangakuan pendapatan. Jika pendapatan mengalami penundaan, maka
secara otomatis pengakuan laba yang dilaporkan akan semakin kecil. Oleh karena
itu jika laba semakin kecil, maka pembayaran pajak akan semakin rendah.
Mayangsari dan Wilopo (2001) meneliti konservatisme akuntansi, value relevance,
dan discretionary accruals: implikasi empiris model Feltham-Ohlson (1996).
Hasil penelitian ini, memberikan bukti bahwa terdapat hubungan antara manajemen
laba dengan konservatisma akuntansi. Pemilihan metode akuntansi yang
konservatif tidak terlepas dari kepentingan pihak manajemen untuk memaksimalkan
kepentingannya dengan mengorbankan kesejahteraan pemegang saham. Soraya dan
Harto (2014) meneliti pengaruh konservatisma akuntansi terhadap manajemen laba.
Hasil penelitian ini
mengindikasikan bahwa konservatisma akuntansi berpengaruh terhadap manajamen
laba secara signifikan dengan arah negatif. Perusahaan dengan konservatisma
akuntansi yang besar memiliki manajemen laba yang lebih besar dengan cara
melaporkan labanya lebih rendah. Penelitian ini mengacu dari penelitian Soraya
dan Harto (2014) Pengaruh Konservatisma Akuntansi Terhadap Manajemen Laba
Dengan Kepemilikan Manajerial Sebagai Variabel Pemoderasi dan penelitian
Widyawanti (2014) Analisis Pengaruh Perubahan Tarif Pajak Penghasilan Sesuai UU
NO. 36 Tahun 2008 Terhadap Praktik Earnings Management Sebagai Motivasi
Penghematan PPh Badan. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan insentif pajak
yang yang 8 merupakan perubahan tarif pajak penghasilan dan prinsip
konservatisma akuntansi yang dapat mempengaruhi manajemen laba. Dari uraian
latar belakang di atas melatarbelakangi peneliti mengambil judul skripsi
“Pengaruh Insentif Pajak Terhadap Praktik Manajemen Laba Dengan Prinsip
Konservatisme Akuntansi (Studi Empiris pada Perusahaan Makanan dan Minuman yang
Listimg di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2013)”.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka
rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Apakah insentif pajak berpengaruh terhadap
manajamen laba yang di lakukan oleh perusahaan?
2.
Apakah prinsip konservatisme akuntansi berpengaruh terhadap manajemen laba yang
dilakukan oleh perusahaan?
1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1
Tujuan Penelitian Sesuai dengan latar belakang dan perumusan rmasalah di atas,
maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui bukti empiris mengenai pengaruh
insentif pajak terhadap manajamen laba.
2.
Mengetahui bukti empiris mengenai pengaruh prinsip konsevatisme akuntansi
terhadap manajemen laba.
1.3.2
Manfaat Penelitian
Hasil
penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan pada umumnya dan ilmu ekonomi pada khususnya, terutama mengenai
studi tentang manajemen laba, insentif pajak dan prinsip akuntansi konservatisme.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi regulator sebagai
pertimbangan dalam penyusunan standar akuntansi keuangan dan akuntansi
perpajakan.
1.3
Batasan
Penelitian
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini terbatas pada perusahaan
manufaktur yang bergerak di subsektor makanan dan minuman selama 3 tahun
berturut-turut dari tahun 2011 hingga 2013 yang listing di BEI, menerbitkan
annual report (audit), dan sahamnya listing di BEI dari awal IPO sampai tahun
2013.
2. Perusahaan
yang listing di BEI sebelum tahun 2010, sehingga perusahaan dapat menerapkan
insentif pajak yang mulai diterapkan tahun 2010 sebesar 25%.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Akutansi : Pengaruh insentif pajak terhadap praktik manajemen laba dengan prinsip konservatisme akuntansi: Studi empiris pada perusahaan makanan dan minuman yang listing di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2013. Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment