Abstract
INDONESIA:
Dalam mencapai pembangunan yang diinginkan oleh bangsa Indonesia, pemerintah membutuhkan pendapatan Negara dari Penerimaan Pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak. Salah satu upaya yang dilakukan oleh DirektoratJenderalPajak (DJP) yaitu memberlakukan Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 2013,dasar pengenaan pajak yang digunakan adalah peredaran bruto setiap bulan dengan tarif PPh final 1%. Munculnya peraturan tersebut adalah memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak dalam menentukan besarnya pajak penghasilan yang terutang, namun berlakunya peraturan tersebut dipertengahan tahun memberikan kesulitan bagi Wajib Pajak dalam penyetoran serta pelaporan pajak untuk tahun 2013. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak perlakuan PP 46 tahun 2013 atas pajak penghasilan pada UMKM industri songkok di Gresik.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan tujuan memperoleh gambaran dengan mudah mengenai obyek yang diteliti dalam bentuk kata-kata tentang fokus penelitian pada dampak berlakunya PP 46 tahun 2013. Adapun obyek penelitian ada 3 UMKM Industri songkok di Gresik. Analisis data bertujuan untuk menyederhanakan hasil olahan data, sehingga mudah untuk dibaca dan diinterpretasikan. Data dikumpulkan dengan cara observasi, wawancara, dokumentasi. Analisa datanya melalui tiga tahap: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa diberlakukannya PP46 tahun
2013 tidak hanya menimbulkan kesulitan dari segi perhitungan dan penyetoran saja karena efektif dipertengahan tahun, melainkan masih ada yang belum mengetahui peraturan pemerintah tersebut baik dari segi telah diberlakukannya peraturan tersebut maupun dari segi mekanisme perhitungannya. Adapun dampak lain dari berlakunya peraturan pemerintah tersebut yaitu besarnya pajak penghasilan yang terutang lebih tinggi jika dibandingkan dengan perhitungan pajak penghasilan menggunakan pembukuan atau norma penghasilan neto.
2013 tidak hanya menimbulkan kesulitan dari segi perhitungan dan penyetoran saja karena efektif dipertengahan tahun, melainkan masih ada yang belum mengetahui peraturan pemerintah tersebut baik dari segi telah diberlakukannya peraturan tersebut maupun dari segi mekanisme perhitungannya. Adapun dampak lain dari berlakunya peraturan pemerintah tersebut yaitu besarnya pajak penghasilan yang terutang lebih tinggi jika dibandingkan dengan perhitungan pajak penghasilan menggunakan pembukuan atau norma penghasilan neto.
ENGLISH:
In achieving the desired development by Indonesia, the government requires revenue from the State Tax Revenue and Non-Tax Revenues . One of the efforts undertaken by the Directorate General of Taxation (DGT) is enacted Government Regulation No. 46 of 2013, the tax base used is the gross turnover of each month at 1 % final income tax rates. The emergence of these regulations is to provide convenience for taxpayers in determining the amount of income tax payable, but enactment of these rules in the middle of giving trouble for taxpayers in the calculation, depositing and reporting taxes for the year 2013. Purpose of this study was to determine the impact of treatment of PP 46 of 2013 on income tax on Micro, Small and Medium Enterprises (SMEs) in Gresik skull cap industry.
This study used a qualitative descriptive approach with the aim of obtaining a picture of the object that is easily observed in the form of words on the focus of research on the impact of the enactment of Regulation 46 of 2013. The 3(three) object of research is no skull cap Industry SMEs in Gresik . Data analysis aims to simplify the data processed, making it easy to read and interpret. Data were collected by means of observation , interviews , documentation . Analysis of the data through three stages : data reduction, data display, and conclusion.
The results showed that the enactment of Regulation 46 of 2013 not only creates difficulties in terms of computation, depositing and reporting just as effective mid- year, but still there who do not know the regulations in terms of both has been the enactment of these regulations and in terms of the calculation mechanism. As for other effects of the government's enactment of legislation, namely the amount of income tax payable is higher than the income tax calculations using norm bookkeeping or net income.
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Pembangunan merupakan suatu proses kegiatan yang
dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mengembangkan dan mengadakan perubahan
ke arah yang lebih baik. Pembangunan yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia
adalah mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Untuk bisa mencapainya
pemerintah membutuhkan pendapatan Negara yang diperoleh dari 2 (dua) sumber
yaitu Penerimaan Pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) seperti
penerimaan dari sumber daya alam, setoran laba dari Badan Usaha Milik Negara
(BUMN). Penerimaan pajak merupakan sumber utama pendapatan Negara, hampir 78%
(tujuh puluh delapan persen) pendapatan Negara diterima dari pajak dan 70%
(tujuh puluh persen) penerimaan pajak mendanai belanja Negara. Oleh karena itu,
Negara mengandalkan penerimaan pajak sebagai penopang APBN yang digunakan untuk
membiayai pelayanan publik, seperti jalan, jembatan dan fasilitas umum lainnya.
Hasil pemanfaatan dari penerimaan
perpajakan dapat dinikmati oleh semua masyarakat. Berikut grafik anggaran
pendapatan dan belanja Negara tahun 2013: 2 Gambar 1.1 APBN tahun 2013 Sumber:
http://www.anggaran.depkeu.go.id/ Dari grafik di atas terlihat sangat jelas,
betapa berpengaruhnya penerimaan pajak untuk membiayai Negara. Besar kecilnya
penerimaan pajak ditentukan oleh kesadaran masyarakat baik Wajib Pajak orang
pribadi, badan, dan BUT untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya, salah satu
jenis penerimaan pajak yaitu pajak penghasilan. Pajak penghasilan merupakan
pajak yang dibebankan pada penghasilan kepada Wajib Pajak baik orang pribadi
maupun badan. Untuk bisa menentukan besarnya Pajak Penghasilan (PPh), Wajib
Pajak terlebih dahulu harus menentukan dasar pengenaan pajaknya. Menurut
Mardiasmo (2011: 143), untuk Wajib Pajak orang pribadi dihitung sebesar
penghasilan neto dikurangi dengan penghasilan tidak kena pajak atau yang lebih
sering dikenal dengan PTKP. Sedangkan untuk Wajib Pajak badan dalam negeri dan
Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah penghasilan
kena pajak sebesar penghasilan neto. Besar kecilnya penghasilan neto sebagai
dasar pengenaan pajak yang terutang bergantung pada omzet yang dihasilkan oleh
Wajib Pajak dalam 1 (satu) tahun kalender.
Dalam Undang-Undang Pajak
Penghasilan pasal 14 ayat (2) 3 menyatakan bahwa Wajib Pajak orang pribadi yang
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, boleh menghitung penghasilan
neto dengan menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan Neto dengan syarat
memberitahukan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam jangka waktu 3
(tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan. Selanjutnya, bagi
Wajib Pajak yang tidak memberitahukan pada DJP untuk menggunakan perhitungan
neto dengan menggunakan norma perhitungan penghasilan neto dianggap memilih
menyelenggarakan pembukuan. Itulah salah satu bentuk keluasan yang diberikan
oleh DJP pada Wajib Pajak untuk memberikan kemudahan dalam menentukan besarnya
pajak terutang. Berbagai alternatif telah diberikan oleh DJP untuk memberikan
kemudahan bagi Wajib Pajak, dengan kemudahan tersebut secara tidak langsung
akan berdampak pada tingkat penerimaan pajak. Mengingat 5 (lima) tahun terakhir
ini potensi penerimaan pajak menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya,
seperti terlihat pada grafik dibawah ini: Gambar 1.2 Pergerakan Penerimaan
Pajak Sumber:http://www.anggaran.depkeu.go.id/ Keterangan : Penerimaan Pajak
PDB 4 Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan
penerimaan pajak yaitu menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 tahun
2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau
Diperoleh Wajib Pajak yang memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Peraturan ini
berlaku bagi Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan tidak termasuk
bentuk usaha tetap yang menerima penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto
tidak melebihi Rp.4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah)
dalam 1 (satu) tahun pajak dengan tarif sebesar 1 % bersifat final. Adapun
dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung Pajak Penghasilan yang
bersifat final ini adalah jumlah peredaran bruto setiap bulan. Peredaran bruto
sebagai dasar pengenaan pajak dalam PP No. 46 ini menimbulkan argumen dalam
menyikapinya. Menurut Priyantarno (2013) yang merupakan salah satu pegawai di
Direktorat Jenderal Pajak dalam tulisannya berjudul PP 46/2013 Pisau yang
Bermata Dua, menyatakan bahwa: “. . . PP 46/2013 jika dilihat dari pihak
“oposisi” adalah hal yang cacat hukum, kenapa? Pertimbangan tarif 1% dari
peredaran usaha (omzet) adalah hal yang aneh, Pajak Penghasilan adalah pajak
yang dikenakan atas tambahan ekonomis, bukan dari peredaran usaha. Begitupun
dikalangan pengusaha, bagi mereka yang dikatakan penghasilan ialah omzet
dikurangi biaya-biaya, dari gambaran sederhana ini maka tidak selamanya
pengusaha beromzet besar otomatis penghasilannya besar, bisa jadi malah
mengalami kerugian” Pendapat serupa juga datang dari Tambunan (2013), seorang
konsultan pajak dalam tulisannya Ketentuan Terbaru Pajak penghasilan atas UMKM:
Sederhana Tapi Tidak Adil menyatakan: “. . . ditinjau dari konsep keadilan
dalam pemajakan (equity principle), pengenaan PPh Final tidak sesuai dengan
keadilan karena tidak mencerminkan kemampuan membayar (ability to pay).
Pemajakan yang 5 adil adalah bahwa semakin
besar penghasilan maka semakin besar pula pajak yang harus dibayar. Ini disebut
dengan keadilan vartikal atau vertical equity (Musgrave & Musgrave, 1976).
Penghasilan yang dimaksud disini adalah penghasilan neto, yaitu setelah
dikurangi dengan biaya-biaya pengurang penghasilan bruto yang diperkenankan
menurut ketentuan perpajakan yang berlaku (Mansury R, 1996). Berhubung PPh
Final dihitung langsung dari peredaran bruto maka pemajakan tersebut tidak
sesuai dengan konsep keadilan dalam pemajakan. Betapa tidak, besar kecilnya
penghasilan neto seorang atau badan usaha tidak akan mempengaruhi besarnya
pajak yang akan dibayar karena pajak dihitung dengan mengalikan tarif langsung
terhadap peredaran bruto. Bahkan dalam keadaan rugi pun, dengan pengenaan PPh
Final seseorang atau badan tetap harus membayar pajak”. Timbulnya argumen
mengenai PP No. 46 ini, berpangkal pada dasar pengenaan pajak yang digunakan
untuk menghitung besarnya pajak terutang. Dimana berdasarkan Pasal 6
Undang-Undang No. 36 tahun 2008 bahwa penghasilan kena pajak bagi Wajib Pajak
dalam negeri ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk
mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan bisa disebut dengan tambahan
ekonomis atau laba. Berbeda dengan peraturan pemerintah terbaru ini, yang
menjadi dasar pengenaan pajak adalah peredaran bruto yaitu penghasilan sebelum
dikurangi biaya-biaya usaha. Atas keluasan yang telah diberikan kepada Wajib
Pajak dalam menentukan besarnya pajak penghasilan yang terutang dengan berbagai
peraturan yang ada, pada nantinya akan menghasilkan jumlah pajak terutang yang
berbeda. Berdasarkan hasil penelitian Nugraheni (2010: 77) bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan dalam perhitungan pajak penghasilan terutang antara
menggunakan pembukuan dengan prosentase norma perhitungan, dimana menghitung
pajak penghasilan dengan menggunakan pembukuan menghasilkan pajak terutang yang
lebih kecil daripada perhitungan menggunakan prosentase 6 norma perhitungan.
Begitu juga dengan munculnya peraturan pemerintah terbaru ini,dari segi dasar
pengenaan pajak yang digunakan terdapat perbedaan antara peraturan lama dengan
peraturan pemerintah. Bahwa laba atau tambahan ekonomis sebagai dasar pengenaan
pajak yang digunakan dalam menghitung besarnya pajak terutang dengan
menggunakan pembukuan, sedangkan prosentase norma dikurangi PTKP sebagai dasar
pengenaan pajak yang digunakan dalam perhitungan pajak penghasilan dengan
menggunakan prosentase norma perhitungan dan peredaran bruto yang digunakan
sebagai dasar pengenaan pajak dalam peraturan pemerintah terbaru yang pada
nantinya akan muncul perbedaan besarnya pajak yang terutang. Industri songkok
merupakan salah satu usaha yang banyak diminati oleh warga masyarakat Kota
Gresik, dengan skala usaha yang berbeda-beda. Dengan banyaknya potensi industri
songkok ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak sebagai pendapatan
Negara dan sudah saatnya mereka sadar akan kewajiban perpajakan sebagai
partisipasi dalam pembangunan Negara.
Menurut Cak Imin salah satu pemilik
industri songkok di Gresik, banyak para UMKM songkok ini yang mempunyai
peredaran bruto kurang dari Rp.4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus ribu
rupiah) dalam 1 (satu) tahun, sehingga sangat memungkinkan untuk memberlakukan
peraturan pemerintah terbaru. Oleh karena itu, penulis memilih UMKM songkok
sebagai obyek penelitian melihat potensi dalam bidang tersebut sangat memadai
yang akan memperlihatkan dampak dari berlakunya peraturan pemerintah nomor 46
tahun 2013 tersebut. 7 Munculnya peraturan pemerintah ini membuat para pemilik
UMKM songkok kesulitan dalam melakukan perhitungan besarnya pajak yang
terutang, mengingat peraturan pemeritah nomor 46 efektif di pertengahan periode
pajak. Di mana, 6 (enam) bulan pertama menggunakan peraturan yang lama
sedangkan 6 (enam) bulan kedua menggunakan peraturan pemerintah yang bersifat
final ini dan akan menghasilkan perbedaan dalam perhitungan, penyetoran serta
pelaporan dibandingkan dengan periode pajak sebelumnya. Selain itu, dengan
efektifnya peraturan pemerintah di pertengahan tahun 2013 ini tidak menutup
kemungkinan adanya ketidaktahuan masyarakat mengenai berlakunya peraturan tersebut
yang bertujuan untuk memberikan kemudahan dalam menentukan besarnya pajak
terutang. Sehingga akan memberikan suatu pemikiran positif bagi mereka, dalam
hal ini para pelaku UMKM untuk lebih taat melaksanakan kewajiban perpajakannya.
Berdasarkan paparan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Dampak Perlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 atas
Pajak Penghasilan Pada UMKM Industri Songkok di Gresik”
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah pokok
yang menjadi fokus penelitian ini adalah bagaimana dampak perlakuan Peraturan
Pemerintah No. 46 tahun 2013 atas pajak penghasilan Pada UMKM Industri Songkok
di Gresik?
1.3
Tujuan
Penelitian
Berdasarkan masalah pokok diatas, maka tujuan yang akan dicapai
dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak perlakuan Peraturan
Pemerintah No. 46 tahun 2013 atas Pajak Penghasilan Pada UMKM Industri Songkok
di Gresik.
1.4
ManfaatPenelitian
Berikut manfaat penelitian
ini, yaitu:
1. Secara Teoritis, penelitian ini diharapkan membawa manfaat dalam
disiplin ilmu pengetahuan di bidang pendidikan dan memberikan pemikiran yang
positif mengenai berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013, bahwa
tidak selamanya peraturan tersebut merugikan bagi Wajib Pajak.
2. Secara Praktis, penelitian ini merupakan pelatihan kemampuan
yang dapat mempertajam daya pikir ilmiah dengan menerapkan teori yang telah
diperoleh selama masa studi dengan mengikuti perkembangan peraturan perpajakan
di Indonesia. Oleh karena itu, diharapkan penelitian ini dapat memberikan
informasi untuk merencanakan besar kecilnya pajak yang terutang dan sebagai
tugas akhir dalam meraih gelar sarjana ekonomi di Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang.
1.5 Batasan Masalah
1. Penelitian ini hanya pada dampak perlakuan Peraturan Pemerintah
No. 46 tahun 2013 pada pajak penghasilan UMKM Industri Songkok di Gresik.
2. Obyek penelitian hanya pada 3 (tiga) UMKM Industri Songkok di
kecamatan Sidayu, Manyar dan Kebungson kabupaten Gresik.
3. Data keuangan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu periode
2013.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Akutansi : Dampak perlakuan peraturan pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 atas pajak penghasilan pada UMKM industri songkok di Gresik." silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment