Abstract
INDONESIA:
Praktik corporate social responsibility berlandaskan pada konsep triple bottom line yaitu people, profit dan planet untuk menjaga eksistensi perusahaan agar diterima dengan baik dalam rantai bisnisnya. Tujuan pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) harus mampu memaksimalkan laba perusahaan, mensejahterakan stakeholder sekaligus meningkatkan kualitas lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) pengaruh corporate social responsibiity terhadap nilai perusahaan, 2) pengaruh corporate social responsibity terhadap nilai perusahaan dengan kinerja lingkungan sebagai variabel pemoderasi, 3) pengaruh corporate social responsibiity terhadap nilai perusahaan dengan struktur kepemilikan saham asing sebagai variabel pemoderasi.
Fokus penelitian ini adalah 12 perusahaan pertambangan, perkebunan dan kehutanan yang terdaftar di BEI tahun 2011-2013 dan berpartisipasi dalam program PROPER (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup) yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungn Hidup. Data yang digunakan adalah data sekunder dengan teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Analisis data menggunakan Partial Least Square / PLS dengan software SmartPLS 2.0.
Hasil analisis menunjukkan bahwa pengungkapan CSR berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Struktur kepemilikan modal asing berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Kineja lingkungan tidak berpengaruh terhadap nilai peruasahaan. Kinerja lingkungan dan struktur kepemilikan modal asing sebagai variable moderating diindikasikan tidak mempengaruhi hubungan pengungkapan CSR terhadap nilai perusahaan.
ENGLISH:
Practice of corporate social responsibility is based on the concept of the triple bottom line is people, profit and planet to maintain the existence of the company and received in the business chain. The purpose of Corporate Social Responsibility (CSR) disclosure should be able to maximize the profit of the company, the welfare of stakeholders as well as enhancing environmental quality The aims of this research are to know: (1) The influence of CSR to firm value, (2) The influence of CSR to firm value with environmental performance as the moderating variable, (3) The influence of CSR to firm value with foreign ownership as the moderating variable.
Focus of this research is 12 companies of Mining, Plantation, and Forestry listed in Indonesian Stock Exchange from 2011-2013 and participated in PROPER (The Performance Ranking Program for Environmental Management) from The Minister of Environmental Affairs. The secondary data is used and sample derive using purposive sampling. The analysis of the data used partial least square (PLS) with software SmartPLS 2.0.
The results indicated that the effect of CSR has a positive and significant influence to firm value. Foreign ownership was significantly effected firm value. meanwhile environmental performance was not significantly effect on firm value. Meanwhile, environmental performance and foreign ownership as the moderating variable in relation between CSR and firm value were not significant.
BAB I
PENDAHULAN
1.1
Latar
Belakang
Saat ini Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai sebuah
gagasan dan kewajiban untuk menjaga eksistensi perusahaan agar diterima dengan
baik dalam rantai bisnisnya. Perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung
jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate
value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya (financial) saja. Akan
tetapi tanggung jawab perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines.
Konsep tripple bottom line yaitu sebuah konsep pembangunan berkelanjutan
(sustainable development) pada aspek keuangan, aspek sosial dan aspek
lingkungan yaitu people, profit dan planet (Rachman, Efendi dan Wicaksana 2011:
12).
Keberlanjutan perusahaan hanya akan terjamin apabila perusahaan
memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan hidup. Sudah menjadi fakta
bagaimana resistensi masyarakat sekitar muncul ke permukaan terhadap perusahaan
yang dianggap tidak memperhatikan aspek-aspek sosial, ekonomi dan lingkungan
hidupnya (Nurlela dan Islahudin, 2008: 12 ). Wilayah daratan Indonesia telah
dikuasai oleh perusahaan ekstraktif, kehutanan dan perkebunan lebih dari 62%
dari wilayahnya. Hal ini mengakibatkan selama 2 dekade terakhir mulai tahun
1950-2000, dengan total 40% hutan di 2 Indonesia mengalami kerusakan. Berkaitan
dengan semakin meningkatnya tingkat kerusakan hutan dan lahan, tentunya tidak
lepas dari semakin banyaknya perusahaan-perusahaan bidang kehutanan,
pertambangan dan perkebunan yang menanamkan modal di Indonesia. Hal inilah yang
menimbulkan beberapa kasus yang berhubungan antara masyarakat dengan perusahaan
(Sarker, 2013). Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) merilis
Catatan Akhir Tahun 2013 tentang kerusakan hutan di Riau. Sepanjang tahun 2013,
hutan alam kembali ditebang oleh korporasi berbasis tanaman industri dan
korporasi perkebunan kelapa sawit. Data Jikalahari menunjukkan tiga tahun
belakangan (2009-2012), Riau kehilangan tutupan hutan alam sebesar 565.197.8
hektar (0,5 juta hektar), dengan laju deforestasi pertahun sebesar 188 ribu
hektar pertahun atau setara dengan hilangnya 10 ribu kali lapangan futsal per
hari. Dan 73,5 persen kehancuran itu terjadi pada Hutan Alam Gambut yang
seharusnya dilindungi.
Hal ini diakibatkan oleh buruknya tata kelola kehutanan di Riau
karena pemerintah Indonesia membiarkan korporasi menebang hutan alam, merampas
hutan tanah rakyat, melakukan praktek korupsi, illegal logging dan perusakan
ekologis (Tempo, 2014). Selain itu kerusakan lingkungan akibat penambangan
batubara adalah yang paling parah diakibatkan oleh teknik penambangan open pit
mining yaitu dengan menghilangkan vegetasi penutup tanah, mengupas lapisan atas
tanah yang relatif subur. Teknik ini dipakai biasanya ketika cadangan batubara
relatif dekat dengan permukaan tanah dan biasa diterapkan oleh perusahaan yang
relatif bermodal kecil 3 sehingga hanya mampu menggunakan teknologi rendah yang
bersifat tidak ramah lingkungan. Teknik ini sangat memungkinkan merusak alam
antara lain perubahan sifat tanah, munculnya lapisan bahan induk
berproduktivitas rendah, lahan menjadi masam dan garam meracuni tanaman, dan
terjadinya erosi dan sedimentasi (Agustin, 2008: 9). Menurut Dianto Bachriadi
selaku perwakilan dari Komnas HAM, mengatakan bahwa pelanggran HAM di sektor
Sumber Daya Alam (SDA) juga mengalami peningkatan. Adapun bentuk pelanggaran
yang dipicu oleh perusahaan besar, diantaranya konflik agraria, pencemaran
lingkungan dan konflik perburuhan.
Berkaitan dengan pencemaran lingkungan khususnya sungai dan Daerah
Aliran Sungai lainnya, Laporan Badan Lingkungan Hidup (BLH) menyebutkan
beberapa kasus pencemaran yang berhubungan dengan ketidakpatuhan pihak
perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Kegiatan penambangan batubara
PT. Kideco Jaya Agung di Kalimantan Timur menyebabkan anak sungai Salang,
sungai Lolo dan lahan serta kebun kelapa sawit masyarakat mengalami pencemaran
dan kerusakan. Pabrik minyak kelapa sawit PT. Harapan Sawit Sejahtera (PT. HSS)
yang mencemari sungai Pekasau (Kaltim) yang menyebabkan penurunan kualitas air.
Dalam konflik perburuhan juga terdapat pelanggaran HAM, seperti pelanggaran HAM
untuk bekerja yang layak, pelanggaran hak untuk berserikat dan pelanggaran hak
kesehatan (WALHI (Wahana Lingkungan Hidup), 2013). 4 Pemerintah Indonesia telah
mewajibkan pengungkapan corporate social responsibility yang dilakukan
perusahaan di dalam mempertanggungjawabkan kegiatan perusahaannya dalam bentuk
tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility). Hal ini
diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UU
PT). Pasal 74 Undang-Undang Perseroan Terbatas menyatakan: (1) Perseroan yang
menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya
alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. (2) Tanggung
Jawab Sosial Lingkungan merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan
diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan
memperhatikan kepatutan dan kewajaran. (3) Perseroan yang tidak melaksanakan
kewajiban dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Lebih lanjut lagi untuk ini melaksanakan ketentuan Pasal 74 Undang-Undang Nomor
40 Tahun 2007 ini adalah telah ditetapkannya PP No 47 tahun 2012 yang secara
spesifik mengatur tentang kewajiban, implementasi dan sanksi bagi perusahaan
perkebunan, kehutanan dan pertambangan dalam mengungkapkan CSR. Peraturan
Pemerintah ini mengatur tentang pengungkapan tanggung jawab sosial dan
lingkungan yang bertujuan mewujudkan pembangunan ekonomi berkelanjutan guna
meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat bagi komunitas
setempat dan masyarakat pada umumnya maupun perseroan itu sendiri dalam rangka
terjalinnya hubungan perseroan yang serasi, 5 seimbang, dan sesuai dengan
lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat (Sarker, 2013).
Pemilihan perusahaan pertambangan, perkebunan dan kehutanan dalam
penelitian ini berdasarkan bahwa perusahaan dengan jenis ini mengambil langsung
bahan mentah dari alam untuk kegiatan operasional. Perusahaan jenis ini adalah
perusahaan yang memiliki dampak langsung terhadap kerusakan lingkungan hidup
dan sosial masyarakat sekitar. Oleh karena itu, perusahaan dalam jenis ini
diwajibkan dalam mengungkapkan bentuk tanggung jawab sosial perusahaan kepada
stakeholder yang telah diatur dalam UU PT. Hal ini dilakukan untuk menjaga
reputasi perusahaan atau agar perusahaan bisa tetap berkelanjutan (going
concern) dan terhindar dari berbagai bentuk penolakan masyarakat. Penjelasan
ini didukung oleh teori legitimasi (legitimacy theory) yang memberikan
alternatif jawaban atas pertanyaan mengapa perusahaan harus mengungkapkan
akuntansi lingkungan dan corporate social responsibility. Secara teoritis,
semakin banyaknya aktivitas CSR yang diungkapkan oleh perusahaan, maka nilai
perusahaan akan semakin meningkat karena pasar akan memberikan apresiasi
positif kepada perusahaan yang melakukan CSR yang ditunjukkan dengan
peningkatan harga saham perusahaan. Investor mengapresiasi praktik CSR dan
melihat aktivitas CSR sebagai pedoman untuk menilai potensi keberlanjutan suatu
perusahaan. Oleh sebab itu, dalam mengambil keputusan investasi, banyak
investor yang cukup memperhatikan CSR yang diungkapkan oleh perusahaan (Ghoul
et al., 2011 dalam Rosiana, Juliarsa dan Sari: 2013). 6 Adanya kesadaran dari
perusahaan akan arti penting merk dan reputasi perusahaan dalam membawa
perusahaan menuju bisnis berkelanjutan juga menjadi alasan sebuah perusahaan
dalam pegungkapan aktivitas CSRnya (Nurlela dan Islahudin, 2008: 8).
Beberapa penelitian tentang pengaruh pengungkapan corporate social
responsibility (CSR) terhadap nilai perusahaan tidak selalu mendapatkan hasil
yang konsisten, seperti penelitian yang dilakukan oleh Suhartati, Warsini dan
Sixpria (2011) yang berjudul “Pengaruh Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial dan
Praktik Tata Kelola Perusahaan Terhadap Nilai Perusahaa” menunjukkan bahwa
pengungkapan CSR tidak berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Sedangkan
dalam penelitian yang dilakukan oleh Nurlela dan Islahudin (2008: 27) “Pengaruh
Corporate Social Responsibility terhadap Nilai Perusahaan dengan Prosentase
Kepemilikan Manajemen sebagai Variabel Moderating” menyatakan bahwa secara
simultan pengungkapan CSR berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan
dengan prosentase kepemilikan manjemen berpegaruh terhadap CSR sebagai variabel
moderating. Akan tetapi secara parsial pengungkapan CSR tidak berpengaruh
signifikan terhadap nilai perusahaan. Oleh sebab itu penelitian ini menggunakan
struktur kepemilikan modal asing dan kinerja lingkungan sebagai variabel
moderating yang diduga turut memperkuat atau bahkan memperlemah hubungan antara
CSR terhadap nilai perusahaan. Data tentang prosentase kepemilikan asing, dan
pengungkapan CSR dapat diambil dari laporan tahunan perusahaan, sustainability
report dan juga 7 website masing-masing perusahaan. Sedangkan variabel
lingkungan dapat dilihat dari kinerja lingkungan perusahaan berdasarkan hasil
penilaian PROPER (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan) yang
dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Kementerian Lingkungan Hidup
sendiri telah melaksanakan program lingkungan yang diberi nama PROPER dalam
Pengelolaan Lingkungan Hidup sejak tahun 2002.
PROPER didesain untuk mendorong penataan perusahaan dalam
pengelolaan lingkungan melalui instrumen insentif dan disinsentif. Insentif
dalam bentuk penyebarluasan kepada publik tentang reputasi atau citra baik bagi
perusahaan tambang yang mempunyai kinerja pengelolaan lingkungan yang baik. Ini
ditandai dengan label Biru, Hijau dan Emas. Disinsentif dalam bentuk
penyebarluasan reputasi atau citra buruk bagi perusahaan yang mempunyai kinerja
pengelolaan lingkungan yang tidak baik. Ini ditandai dengan label Merah dan
Hitam (www.mnhl.go.id). Penggunaan variabel struktur kepemilikan modal asing
dalam penelitian ini mengacu pada Rustiarini (2010: 9) yang menyatakan bahwa
selama ini kepemilikan asing merupakan pihak yang dianggap concern terhadap
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Seperti diketahui, negara-negara
di Eropa sangat memperhatikan isu sosial misalnya hak asasi manusia,
pendidikan, tenaga kerja, dan lingkungan seperti efek rumah kaca, pembalakan
liar, serta pencemaran air. Hal ini menjadikan perusahaan multinasional mulai
mengubah 8 perilaku mereka dalam beroperasi demi menjaga legitimasi dan
reputasi perusahaan. Perusahaan multinasional dengan kepemilikan asing utamanya
melihat keuntungan legitimasi berasal dari para stakeholdernya yang biasanya
berdasarkan atas home market (pasar tempat beroperasi) sehingga dapat
memberikan eksistensi yang tinggi dalam jangka panjang. Pengungkapan tanggung
jawab sosial merupakan salah satu media yang dipilih untuk memperlihatkan
kepedulian perusahaan terhadap masyarakat di sekitarnya.
Dengan kata lain, apabila
perusahaan memiliki kontrak dengan foreign stakeholders baik dalam ownership
dan trade, maka perusahaan akan lebih didukung dalam melakukan pengungkapan
tanggung jawab sosial (Barkemeyer, 2007 dalam Rustiarini, 2010: 9). Berdasarkan
hasil uraian yang telah dijabarkan di atas, maka penelitian ini akan meneliti
kembali pengaruh pengungkapan CSR terhadap nilai perusahaan yang berjudul
“Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap Nilai
Perusahaan dengan Kinerja Lingkungan dan Struktur Kepemilikan Modal Asing
sebagai Variabel Moderating”. 1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah corporate social
responsibility berpengaruh terhadap nilai perusahaan?
2. Apakah kinerja lingkungan berpengaruh terhadap nilai perusahaan
sebagai variabel independen maupun sebagai variabel pemoderasi?
3. Apakah struktur kepemilikan modal asing berpengaruh terhadap
nilai perusahaan baik sebagai variabel independen maupun sebagai variabel
pemoderasi?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengaruh corporate social responsibiity terhadap
nilai perusahaan.
2. Mengetahui pengaruh kinerja lingkungan terhadap nilai perusahaan
baik sebagai variabel independen maupun sebagai variabel pemoderasi.
3. Mengetahui pengaruh struktur kepemilikan modal asing terhadap
nilai perusahaan baik sebagai variabel independen maupun sebagai variabel pemoderasi.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan manfaat kepada
berbagai pihak, diantaranya perusahaan, akademisi, pemerintah dan masyarakat
luas mengenai hubungan positif antara ketiga variabel di atas. 2. Memberikan
implikasi bahwa pengungkapan CSR digunakan oleh perusahaan khususnya kehutanan,
pertambangan dan industri untuk membenarkan (legitimize) aktifitas-aktifitas
perusahaan yang berdampak buruk terhadap lingkungan.
1.4 Batasan Penelitian
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1.
Penelitian
ini terbatas pada perusahaan pertambangan, perkebunan dan kehutanan yang selama
3 tahun mulai berturut-turut dari tahun 2011 hingga 2013 yang listing di BEI,
menerbitkan annual report dan mengikuti program PROPER.
2.
Sebagian
besar PROPER melakukan pengujian secara sektoral, sehingga untuk perusahaan
yang besar, yang memiliki anak perusahaan, cabang ataupun pabrik, kadangkala
tidak memiliki peringkat yang sama, sehingga pada akhirnya peneliti memberikan
kesimpulan peringkat perusahaan secara keseluruhan berdasarkan banyaknya jumlah
perusahaan anak/ cabang yang menduduki peringkat tertentu.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Akutansi : Pengaruh pengungkapan corporate social resposibility (CSR) terhadap nilai perusahaan dengan kinerja lingkungan dan struktur kepemilikan modal asing sebagai variabel moderating: Studi empiris pada perusahaan pertambangan, perkebunan dan kehutanan yang terdaftar di BEI 2011-2013. Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment