Abstract
INDONESIA:
Perusahaan didirikan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan pemegang saham. Untuk tujuan tersebut pemilik perusahaan menggunakan tenaga profesional untuk mengelola perusahaan yang akan memunculkan agency cost yang tidak sedikit. Perbedaan kepentingan antara pemilik perusahaan dan pihak manajerial akan menimbulkan agency conflict yang akan berpengaruh pada pengambilan keputusan, salah satunya adalah keputusan untuk menggunakan hutang. Kebijakan hutang dipengaruhi oleh beberapa faktor yang antara lain adalah kebijakan dividen, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, profitabilitas, dan pertumbuhan perusahaan.
Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan bukti empiris bahwa kebijakan deviden, struktur kepemilikan, profitabilitas, dan pertumbuhan perusahaan berpengaruh terhadap kebijakan hutang perusahaan. Sampel penelitian ini adalah kebijakan hutang pada perusahaan non keuangan yang terdaftar di LQ45 pada tahun 2010-2012 dengan menggunakan metode purposive sampling. Setiap tahunnya terdapat 9 perusahaan, sehingga secara keseluruhan sampel yang diteliti sejumlah 27 perusahaan yang memenuhi kriteria sebagai sampel penelitian. Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda untuk menguji apakah kebijakan dividen, struktur kepemilikan, profitabilitas, dan pertumbuhan perusahaan berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa secara parsial kebijakan dividen, kepemilikan institusional, dan pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang, sedangkan kepemilikan manajerial dan profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang. Secara simultan kelima variabel tersebut berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang. Perhitungan koefisien determinasi R2 mendapatkan hasil sebesar 0,585, artinya bahwa kebijakan hutang sebesar 58,5% ditentukan oleh kebijakan dividen, struktur kepemilikan, profitabilitas, dan pertumbuhan perusahaan, sedangkan sisanya sebesar 41,5% dipengaruhi oleh variabel lainnya.
ENGLISH:
The company was established aiming to increase shareholder wealth. For that purpose, the owner of the company using professionals to manage the company which will bring up the agency cost is not small. The difference between the interests of the owner of the company and will lead to the managerial agency conflict that will affect decision-making, one of which was the decision to use debt. Debt policy is influenced by several factors which include dividend policy, managerial ownership, institutional ownership, profitability, and growth of the company.
This study aims to show empirical evidence that dividend policy, ownership structure, profitability, and growth affect corporate debt policy. The sample was debt policy on non-financial companies listed in LQ45 in 2010-2012 by using purposive sampling method. Each year there are 9 companies, so that the overall number of samples studied 27 companies that meet the criteria as the study sample. This study uses multiple regression analysis to test whether dividend policy, ownership structure, profitability, and growth of the company significant effect on debt policy.
The result showed that partial dividend policy, institutional ownership, and corporate growth no significant effect on debt policy, while managerial ownership and profitability significantly influence debt policy. Simultaneously the five variables significantly influence debt policy. The calculation of the coefficient of determination R2 of 0,585 matches, meaning that the policy of debt of 58.5% determined by the dividend policy, ownership structure, profitability, and growth of the company, while the remaining 41.5% is influenced by other variables.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Tujuan utama perusahaan
adalah untuk meningkatkan kesejahteraan pemegang saham. Menurut Muhammad
(2004:4) perusahaan didirikan dengan berbagai tujuan pokok yaitu memperoleh
laba, meningkatkan harga saham, meninggikan volume penjualan, dan
mempertahankan keberlangsungan hidupnya. Untuk mencapai tujuan pokok tersebut,
para pemegang saham atau prinsipal menggunakan tenaga profesional atau pihak
manajerial untuk mengelola perusahaan. Menurut Larasati (2011: 104), dalam
perjalanannya pihak manajemen yang berfungsi melaksanakan pengelolaan
perusahaan, memunculkan agency cost, karena perusahaan harus membayar tidak
sedikit untuk keprofesionalan mereka mengelola perusahaan. Keputusan yang
diambil pihak manajerial cenderung mementingkan mereka terlebih dahulu daripada
kepentingan pemilik perusahaan. Agen atau pihak manajerial cenderung ingin
memperoleh laba yang tinggi dengan biaya yang rendah. Ketika perusahaan
dihadapkan pada keputusan pendanaan melalui hutang, pemegang saham cenderung
untuk menghindari hal tersebut karena risiko yang akan ditanggung. Sedangkan
pihak manajerial yang hanya bertugas sebagai profesional akan menyukai ini.
Karena adanya ketersediaan dana dan pihak manajerial akan dapat
menggunakan 2 dana tersebut untuk investasi yang menguntungkan manajerial, akan
adanya insentif yang didapat tanpa memikirkan risiko yang pada dasarnya
ditanggung perusahaan. Agency conflict merupakan hal yang merugikan bagi
pencapaian tujuan dari masing-masing pihak. Menurut Kurniati (2007: 2) kondisi
ini menuntut adanya suatu bentuk tindakan berupa suatu mekanisme yang dapat
mensejajarkan kepentingankepentingan dari kedua pihak. Mekanisme ini akan
menimbulkan adanya bentuk biaya baru yang disebut agency cost. Teori keagenan
menyebutkan bahwa agency cost yaitu jumlah biaya yang dikeluarkan untuk
kepentingan struktural, administrasi, dan pelaksanaan kontrol (baik formal
maupun non-formal), ditambah residual loss. (Wahyu, 2011: 3). Untuk mengurangi
agency cost dapat dilakukan dengan meningkatkan kepemilikan manajerial dengan
melibatkan dalam kepemilikan saham perusahaan dengan tujuan untuk memaksimalkan
kinerja pihak manajerial. Dengan keterlibatan kepemilikan saham, manajer akan
bertindak secara hati-hati karena mereka ikut menanggung konsekuensi atas
keputusan yang diambilnya. Menurut Dewi (2008: 48) agency cost juga dapat
dikurangi dengan kepemilikan institusional dengan cara mengaktifkan pengawasan
melalui investor-investor institusional. Dengan kepemilikan institusional akan
mendorong peningkatan pengawasan terhadap kinerja manajerial. Meningkatkan
dividen yang dibayarkan juga akan mengurangi agency cost karena dengan dividen
yang tinggi akan menyebabkan dana untuk aktifitas produksi semakin kecil
sehingga memaksa manajer untuk menggunakan dana dari pihak luar.
Penambahan dana dari pihak luar akan menyebabkan kinerja manajer
dimonitor oleh penyedia dana. Dan 3 dengan cara meningkatkan hutang, dengan
perusahaan menggunakan hutang mengakibatkan perusahaan mempunyai kewajiban
untuk mengembalikan pinjaman dan membayar bunga. Perusahaan lebih memilih untuk
berhutang karena dengan menggunakan hutang untuk operasional perusahaan maka
perusahaan akan mendapatkan keuntungan dari penghematan pajak atas laba yang
didapat. Perusahaan yang menggunakan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan
karena apabila perusahaan berani memutuskan untuk menggunakan hutang,
perusahaan tersebut telah mampu membayar cicilan dan bunga dari hutang tersebut
dengan menggunakan laba yang diperoleh. Namun demikian penggunaan hutang akan
meningkatkan risiko, perusahaan yang menggunakan hutang dalam pendanaannya dan
tidak mampu melunasi kembali hutang tersebut akan terancam likuiditasnya
sehingga pada akhirnya akan mengancam posisi manajer. Dari penelitian-penelitian
yang telah dilakukan, masih terdapat hasil penelitian yang saling bertentangan,
seperti halnya penelitian yang dilakukan oleh Gamatika (2013) yang menunjukkan
bahwa kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional memiliki pengaruh
terhadap kebijakan hutang perusahaan. Akan tetapi, kebijakan dividen tidak
memiliki pengaruh terhadap kebijakan hutang perusahaan. Hal ini bertentangan
dengan penelitian yang dilakukan Larasati (2011), hasil menunjukkan bahwa
kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap kebijakan hutang perusahaan,
kepemilikan institusional memiliki pengaruh positif dan 4 signifikan terhadap
kebijakan hutang, kebijakan deviden memiliki pengaruh negatif dan signifikan
terhadap kebijakan hutang perusahaan. Dari penelitian-penelitian yang telah
dilakukan tersebut, maka penulis berkeinginan mencoba untuk meneliti kembali
adanya hubungan antara kebijakan dividen, kepemilikan manajerial, kepemilikan
institusional, profitabilitas dan pertumbuhan perusahaan terhadap kebijakan
hutang.
Dari pemaparan latar
belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengambil judul “Pengaruh
Kebijakan Dividen, Struktur Kepemilikan, Profitabilitas, Dan Pertumbuhan
Perusahaan Terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan Non Keuangan Di LQ45”.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
1. Apakah kebijakan deviden, struktur
kepemilikan, profitabilitas, dan pertumbuhan perusahaan secara parsial
berpengaruh terhadap kebijakan hutang perusahaan?
2.
Apakah kebijakan deviden, struktur kepemilikan, profitabilitas, dan pertumbuhan
perusahaan secara simultan berpengaruh terhadap kebijakan hutang perusahaan?
1.3
Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah tersebut maka tujuan dari
penelitian ini adalah
1.
Menunjukkan bukti empiris bahwa kebijakan deviden, struktur kepemilikan,
profitabilitas, dan pertumbuhan perusahaan secara parsial berpengaruh terhadap
kebijakan hutang perusahaan.
2.
Menunjukkan bukti empiris bahwa kebijakan deviden, struktur kepemilikan,
profitabilitas, dan pertumbuhan perusahaan secara simultan berpengaruh terhadap
kebijakan hutang perusahaan.
1.4
Manfaat Penelitian
1.
Membantu manajer dalam memutuskan dan membuat kebijakan perusahaan terkait
dengan hutang.
2. Memberikan
informasi kepada investor dalam mempertimbangkan keputusan investasinya. 3.
Menjadi bahan referensi bagi penelitian selanjutnya.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Akutansi : Pengaruh kebijakan dividen, struktur kepemilikan, profitabilitas, dan pertumbuhan perusahaan terhadap kebijakan hutang perusahaan non keuangan di LQ45." silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment