Abstract
INDONESIA:
Fenomena yang terjadi pada instansi sektor publik dewasa ini adalah revitalisasi tata kelola pemerintahan (good governance). Salah satu penyebab revitalisasi adalah tuntutan pertanggungjawaban terhadap publik (accountability). Melalui peningkatan pertanggungjawaban maka keterbukaan informasi kepada masyarakat akan semakin luas. Dimana sebagai principal, masyarakat berhak mengetahui informasi terkait kinerja instansi sektor publik untuk bahan evaluasi dan kontrol terhadap pengelolaan sumber daya yang telah diamanahkan. Kini peningkatan akuntabilitas tidak hanya dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah saja. Pemerintah desa juga turut serta dalam mewujudkan pemerintahan yang bertanggungjawab (accountable), terutama atas pengelolaan keuangan desa agar tidak terjadi penyelewengan dana. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan undang-undang nomor 6 tahun 2014 dalam mewujudkan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa dari sisi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, pembinaan dan pengawasan keuangan desa.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif komparatif yaitu mendiskripsikan pengelolaan keuangan desa di Desa Toyomarto kemudian membandingkan dengan undang-undang nomor 6 tahun 2014 dan aturan penunjangnya, sehingga dapat ditarik sebuah kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan undang-undang nomor 6 tahun 2014 secara garis besar pengelolaan keuangan Desa Toyomarto telah accountable, namun secara teknis masih banyak kendala. Kendala tersebut seperti perencanaan desa yang tidak tepat waktu, keterlambatan pencairan dana dari pemerintah daerah ke desa, keterlambatan pelaporan kepada bupati, laporan pertanggungjawaban belum terpublikasi kepada masyarakat, dan pembinaan serta pengawasan dari pemerintah daerah yang kurang maksimal. Sehingga perlu adanya pendampingan yang intensif untuk memperbaiki pengelolaan keuangan desa di Desa Toyomarto.
ENGLISH:
The phenomenon that occurs in the public sector agencies today is the revitalization of governance (good governance). One cause is the revitalization of the public demands for accountability. Through the improvement of accountability, the disclosure of information to the public will be more extensive in which as the principal, the society is entitled to know the information related to the performance of public sector agencies for the evaluation and control on the management of resources that have been mandated. Today, accountability development is not only done by the central government and local governments alone. The village government also contributes to the realization of government responsible (accountable), especially on the financial management of the village in order to avoid misappropriation of funds. The purpose of this study is to investigate the implementation of law number 6 of 2014 in realizing the accountability of village financial management within the planning side, implementation, administration, reporting, accountability, guidance and supervision of village finances.
This research uses descriptive qualitative comparative method which is to describe the financial management of the village Toyomarto and then compare to the law number 6 of 2014 and its supporting rules, so a conclusion can be drawn.
The results showed that based on law number 6 of 2014 outlines, the financial management of the Village Toyomarto had been accountable, but technically there were still many obstacles. For example, the village planning is not timely, delay in release of funds from the local government to the village, delay in reporting to the regents, the accountability report had not been published to the public, and the supervision and oversight of local government less maximum. Thus, it is a need for intensive assistance to improve financial management in the village Toyomarto.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Fenomena yang terjadi dalam perkembangan sektor publik di Indonesia
dewasa ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas oleh masyarakat, baik di
pemerintahan pusat maupun daerah. Tuntutan akuntanbilitas tersebut memberikan
dorongan bagi instansi terkait agar senantiasa melakukan perbaikan tata kelola
pemerintahan (good governance). Peraturan Pemerintah nomor 71 tahun 2010
tentang standar akuntansi pemerintahan menjelaskan “akuntabilitas adalah
mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang
dipercayai kepada entitas pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan
secara periodik”. Seiring dengan menguatnya tuntutan akuntabilitas, maka akan
meningkat pula transparansi informasi kepada masyarakat sebagai bentuk
pemenuhan hak publik. Wujud transparansi berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor
71 tahun 2010 yaitu: “Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur
kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk
mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah
dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada
peraturan perundang-undangan”. Tingkat akuntabilitas pada sektor publik
beberapa tahun terakhir menunjukkan kualitas laporan keuangan yang kurang
konsististen. Hal ini terlihat pada table 1.1 daftar opini Badan Pengawas
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) 11 atas Laporan Keuangan Kementrian/Lembaga
(LKKL) dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN).
Sementara LKKL dan LKBUN yang memperoleh opini Tidak Memberikan
Pendapat (TMP) untuk tahun 2010 dan 2011 tidak ada peningkatan maupun
penurunan, tetapi tahun 2011 sampai tahun 2014 mengalami peningkatan. Kualitas
laporan keuangan sektor publik yang kurang konsisten, menjadi alasan bagi
masyarakat selaku principal untuk meminta pertanggungjawaban agen dalam
menjalankan amanah. Adapun salah satu bentuk pelaksanaan akuntabilitas oleh
pemerintah yaitu dengan mempublikasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) 2010 2011 2012 2013 2014 Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) 50 61 62 65 62
Wajar Dengan Pengecualian (WDP) 25 17 22 19 18 Tidak Memberikan Pendapat (TMP)
2 2 3 3 7 Tidak Wajar (TW) 0 0 0 0 0 Jumlah Entitas Pelapor 77 80 87 87 87
Tahun Opini 12 kepada masyarakat melalui media. Tercatat selama enam periode
terakhir data APBN sebagai berikut: Tabel 1.2 Data Anggaran dan Pendapatan
Belanja Negara Tahun 2010 - 2015 No Tahun Anggaran Pendapatan Belanja Surplus (Defisit)
1 2010 992,3 1.126,1 (113,7) 2 2011 1.086,4 1.202,0 (115,6) 3 2012 1.344,4
1.534,5 (190,1) 4 2013 1.529,7 1.683,0 (153,3) 5 2014 1.667,1 1.842,5 (175,4) 6
2015 1.793,6 2.039,5 (245,9) Sumber :http://www.kemenkeu.go.id Berdasarkan pada
tabel 1.2 sejak tahun 2010 sampai tahun 2015 posisi keuangan negara mengalami
defisit, maka principal dapat menarik kesimpulan terhadap kinerja agen dalam
mengelola sumber daya.
Dewasa ini tuntutan akuntabilitas tidak hanya pada pemerintahan
pusat maupun daerah, tetapi pemerintah desa memiliki kewajiban yang sama dalam
mewujudkan pemerintahan yang accountable. Sejak Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono mengesahkan undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa
(selanjutnya disebut undang-undang desa) pembangunan negara difokuskan pada
pembangunan kesejahteraan desa. Berdasarkan undang-undang nomor 6 tahun 2014
desa memiliki kewenangan dalam bidang penyelenggaraan pemerintahan,
pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan desa. Sehingga
berdasarkan wewenang tersebut desa merupakan wujud bangsa yang paling kongkrit
sebagai miniatur suatu negara. Akan tetapi dalam melaksanakan kewenangan
tersebut 13 pemerintah desa masih mengalami kendala, khususnya dalam hal
keuangan seperti sumber pendapatan desa yang rendah, baik dari Pendapatan Asli
Desa (PAD) maupun bantuan pemerintah. Program pemerintah untuk mengatasi
permasalahan tersebut yaitu dengan membuat program bantuan dana berupa dana
desa yang disalurkan ke setiap desa. Keperuntukan dana tersebut berdasarkan
peraturan pemerintah nomor 47 tahun 2015 adalah untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintahan desa, pembangunan desa, pemberdayaan masyarakat desa dan
kegiatan-kegiatan kemasyarakatan. Bantuan dana desa bersumber dari dana APBN
yang besarnya 10% dari total APBN.
Tercatat pada APBN-P tahun 2015 dana desa sebesar 20.766,2 milliar
dialokasikan ke 415 kabupaten/kota, 7.094 kecamatan, 8.412 kelurahan, dan
74.093 desa, maka rata-rata setiap desa memperoleh dana desa sebesar 749,4
juta. Sementara pada tahun 2016 anggaran dana desa naik menjadi 47.684,7
milliar. (www.djpk.kemenkeu.go.id). Pelaksanaan program bantuan dana desa di
Kabupaten Malang untuk tahun 2015 diatur berdasarkan peraturan Bupati Malang.
Peraturan tersebut diantaranya: Peraturan Bupati Malang nomor 10 tahun 2015
tentang tata cara pengalokasian dana desa, Peraturan Bupati Malang nomor 12
tahun 2015 tentang tata cara pembagian dan penetapan besaran dana desa setiap
desa di Kabupaten Malang tahun anggaran 2015, dan Keputusan Bupati Malang nomor
188.45/416/KEP/421.013/2015 tentang besaran dana desa setiap desa di Kabupaten
Malang tahun anggaran 2015. 14 Peraturan pemerintah nomor 60 tahun 2014 yang
telah diubah dengan peraturan pemerintah nomor 22 tahun 2015 menjelaskan bahwa
“dana desa dialokasikan secara berkeadilan berdasarakan alokasi dasar dan
alokasi yang dihitung dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan,
luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis desa setiap kabupaten/kota”.
Dengan demikian pemerintah desa terutama kepala desa harus memiliki kemampuan
tata kelola keuangan yang baik dan sesuai dengan peraturan agar tidak terjadi
penyelewengan.
Salah satu desa di Kecamatan Singosari Kabupaten Malang yang
memperoleh piagam penghargaan nomor 414.2/421.208/2010 dari Bupati Malang
terkait tata kelola administrasi yang baik adalah Desa Toyomarto. Piagam
penghargaan tersebut merupakan bentuk keberhasilan desa dalam melaksanakan
kegiatan pemerintahan dan pembangunan desa tingkat kabupaten pada tahun 2010,
sehingga Desa Toyomarto menjadi desa percontohan (Lampiran 9). Selain
penghargaan Pak Mohammad Nari selaku Kepala Desa Toyomarto mengungkapkan bahwa:
“Sering ada tamu perangkat desa yang berasal dari desa lain untuk melakukan
studi banding ke kantor melihat tata kelola keuangan desa. Perangkat desa yang melakukan
studi banding seperti Desa Sentol Kabupaten Pasuruan dan desa-desa yang
jaraknya dekat dengan Desa Toyomarto”(Kepala Desa Toyomarto, Selasa 02 Februari
2016). Tata kelola keuangan desa atau pengelolaan keuangan desa berdasarkan
Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor 113 tahun 2014 terdapat enam
komponen pengelolaan keuangan desa. Keenam komponen pengelolaan 15 keuangan
tersebut yaitu: perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,
pertanggungjawaban, pembinaan dan pengawasan. Setiap pelaksanaan komponen
pengelolaan keuangan harus didasari adanya akuntabilitas atau
pertanggungjawaban. Hal ini menarik untuk diteliti karena tidak terpenuhinya
prinsip pertanggungjawaban menimbulkan implikasi yang luas di lingkup desa
seperti: penyelewengan pengelolaan dana desa dan terkendalanya penyaluran dana
desa periode selanjutnya. Hasil penelitian (Supriadi: 2015) menyebutkan bahwa
untuk menekan penyelewengan yang dilakukan oleh pemerintah desa maka setiap
penyusunan anggaran kepala desa harus meminta persetujuan BPD, dan dalam
pelaksanaan juga harus diawasi oleh BPD sehingga BPD memiliki hak menolak atau
menyetujui anggaran yang dibuat. Namun faktanya BPD hanya mempertimbangkan saja
tanpa memiliki hak menyetujui atau menolak. Selain tuntutan pertanggungjawaban,
kepala desa juga harus mampu mengimplementasikan segala kegiatan pengelolaan
sumber daya desa berdasarkan undang-undang. Pada penelitian (Rahmawati: 2015)
menunjukkan bahwa kedelapan desa yang menjadi objek penelitian telah siap
mengimplementasikan undang-undang desa, akan tetapi keterbatasan waktu
administrasi dan sumber daya manusia yang kurang memadai menjadi hambatan dalam
mengimplementasikan undang-undang desa. Berdasarakan latar belakang dan paparan
hasil penelitian terdahulu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang
berjudul Pelaksanaan UndangUndang Nomor 6 Tahun 2012 Untuk Mewujudkan
Akuntabilitas 16 Pengelolaan Keuangan Desa (Studi di Desa Toyomarto Kecamatan
Singosari Kabupaten Malang). 1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar
belakang, maka rumusan masalah pada penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana perencanaan pengelolaan keuangan Desa Toyomarto
Kecamatan Singosari Kabupaten Malang berdasarkan undang-undang nomor 6 tahun
2014?
2. Bagaimana pelaksanaan pengelolaan keuangan Desa Toyomarto
Kecamatan Singosari Kabupaten Malang berdasarkan undang-undang nomor 6 tahun
2014?
3. Bagaimana penatausahaan pengelolaan keuangan Desa Toyomarto
Kecamatan Singosari Kabupaten Malang berdasarkan undang-undang nomor 6 tahun
2014?
4. Bagaimana pelaporan pengelolaan keuangan Desa Toyomarto
Kecamatan Singosari Kabupaten Malang berdasarkan undang-undang nomor 6 tahun
2014?
5. Bagaimana pertanggungjawaban pengelolaan keuangan Desa Toyomarto
Kecamatan Singosari Kabupaten Malang berdasarkan undang-undang nomor 6 tahun
2014?
6. Bagaimana pembinaan dan
pengawasan pengelolaan keuangan Desa Toyomarto Kecamatan Singosari Kabupaten
Malang berdasarkan undangundang nomor 6 tahun 2014?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah,
maka tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui perencanaan pengelolaan keuangan Desa Toyomarto
Kecamatan Singosari Kabupaten Malang berdasarkan undang-undang nomor 6 tahun
2014.
2. Untuk mengetahui pelaksanaan pengelolaan keuangan Desa Toyomarto
Kecamatan Singosari Kabupaten Malang berdasarkan undang-undang nomor 6 tahun
2014.
3. Untuk mengetahui penatausahaan pengelolaan keuangan Desa
Toyomarto Kecamatan Singosari Kabupaten Malang berdasarkan undang-undang nomor
6 tahun 2014.
4. Untuk mengetahui pelaporan pengelolaan keuangan Desa Toyomarto
Kecamatan Singosari Kabupaten Malang berdasarkan undang-undang nomor 6 tahun
2014.
5. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pengelolaan keuangan Desa
Toyomarto Kecamatan Singosari Kabupaten Malang berdasarkan undangundang nomor 6
tahun 2014.
6. Untuk mengetahui pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan
Desa Toyomarto Kecamatan Singosari Kabupaten Malang berdasarkan undangundang
nomor 6 tahun 2014. 18
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis penelitian ini adalah bertambahnya wawasan
keilmuan terkait pelaksanaan undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa,
sehingga dapat menilai kesesuaian antara yang seharusnya dilaksanakan
berdasarkan undang-undang dan aplikasi yang ada di lapangan.
1.4.2 Manfaat Praktis
Manfaat praktis penelitian ini yaitu sebagai
bahan evaluasi instansi terkait untuk melakukan perbaikan. Selain itu juga
sebagai bahan referensi bagi seluruh instansi pemerintah desa terkait
pengelolaan keuangan desa yang sesuai dengan undang-undang nomor 6 tahun 2014
tentang desa.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Akutansi : Pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 untuk mewujudkan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa: Studi di Desa Toyomarto Kecamatan Singosari Kabupaten Malang. .Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment