Abstract
INDONESIA:
Terdapat dua motivasi dilakukannya transaksi transfer pricing, yaitu motivasi penghindaran pajak dan motivasi oportunistik. Tunneling yang merugikan pemilik saham minoritas tidak jarang terjadi mengingat kepemilikan saham di Indonesia cenderung terkonsentrasi pada sebagian kecil pihak, dimana peraturan dan undang-undang yang dibuat masih belum mampu melindungi kepentingan mereka. Manajemen akan berusaha meningkatkan laba perusahaan guna memperoleh bonus yang dijanjikan oleh pemilik perusahaan yang didasarkan pada laba. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) Pengaruh pajak pada keputusan transfer pricing, 2) Pengaruh tunneling incentive pada keputusan transfer pricing, dan 3) Pengaruh mekanisme bonus pada keputusan transfer pricing.
Fokus penelitian ini adalah 17 perusahaan manufaktur yang listing di BEI periode 2011-2013. Data yang digunakan yaitu data sekunder berupa laporan keuangan tahunan perusahaan yang diperoleh melalui situs resmi IDX dengan menggunakan purposive sampling. Metode analisis data menggunakan regresi logistik dengan bantuan program SPSS 21.
Hasil analisis menunjukkan bahwa secara simultan pajak, tunneling incentive dan mekanisme bonus berpengaruh terhadap transaksi transfer pricing. Secara parsial pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap transaksi transfer pricing. Tunneling incentive berpengaruh positif dan signifikan terhadap transaksi transfer pricing. Dan mekanisme bonus tidak berpengaruh signifikan terhadap transaksi transfer pricing.
ENGLISH:
There are two kinds of motivation in transfer pricing transaction, tax avoidance and opportunistic motivation. Tunneling that disadvantages the minority stockholders often happens since the stockholders in Indonesia tend to concentrate on a minority. Besides, the rules and laws cannot protect them. Management will try to increase the company’s profit in order to get the bonus promised by the company owner. This research aims to know: 1) The effect of tax on transfer pricing decision, 2) The effect of tunneling incentive on transfer pricing decision, and 3) The effect of bonus mechanism on transfer pricing decision.
This research focuses on 17 manufacture companies listed in Indonesia Stock Exchange (BEI) of 2011-2013. The data used is the secondary data that is companies’ financial annual report gathered through the IDX official website by using purposive sampling. The data analysis method is logistic regression using SPSS 21 program.
The result of analysis indicates that tax, tunneling incentive, and bonus mechanism simultaneously affect transfer pricing transaction. Partially, tax gives positive and significant effect on transfer pricing transaction. Meanwhile, tunneling incentive gives positive and significant effect on transfer pricing transaction. On the other hand, bonus mechanism does not give any significant effect on transfer pricing transaction.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Fenomena globalisasi secara
tidak langsung telah mendorong merebaknya konglomerasi dan divisionalisasi atau
departemenisasi perusahaan. Lahirnya General Agreement on Trade and Tariff
(GATT) dan World Trade Organisation (WTO) telah membuka jembatan pergerakan
barang, jasa dan modal antar negara. Perusahaan-perusahaan tidak lagi membatasi
operasinya hanya di negara sendiri, akan tetapi merambah ke mancanegara dan
menjadi perusahaan multinasional dan transnasional. Perusahaan-perusahaan ini
beroperasi melalui anak usaha dan cabang-cabangnya di hampir semua negara
berkembang dan pasar-pasar yang sedang tumbuh (Hartanti, et al 2014).
Perusahaan Multinasional (Multinasional Corporation/ MNC) adalah perusahaan yang
beroperasi melewati lintas batas antar negara, yang terkait hubungan istimewa,
baik karena penyertaan modal saham, pengendalian manajemen atau penggunaan
teknologi; dapat berupa anak perusahaan, agen, dan sebagainya dengan berbagai
motif.
Tiga motif utama berdirinya MNC adalah; (1) memperluas usaha dalam
rangka mencari bahan baku dan menjual produknya keluar negeri. (2) mencari
pasar dan memperluas jangkauan pemasaran produk yang dimiliki. (3) meminimumkan
biaya (cost minimazer), seperti keringanan pajak, tenaga kerja yang murah,
harga tanah murah, biaya 2 pengolahan limbah dengan syarat ringan, dan lain
sebagainya (www.academia.edu). Fenomena perusahaan multinasional dalam
ekspansinya cenderung mengoperasikan usahanya secara desentralisasi dan melaksanakan
konsep cost revenue profit dan corporate profit center concepts, yang dapat
mengukur dan menilai kinerja dan motivasi setiap divisi/unit yang bersangkutan
dalam rangka mencapai tujuan perusahaan. Untuk mencapai tujuan tersebut antara
lain digunakan sistem harga transfer atau transaksi transfer pricing. Transfer
pricing multinasional berhubungan dengan transaksi antar divisi dalam satu unit
hukum (entitas) atau antar entitas dalam satu kesatuan ekonomi yang meliputi
berbagai wilayah kedaulatan negara (www.academia.edu).
Tujuan yang ingin dicapai dalam transfer pricing antara lain
sebagai berikut: (1) Memaksimalkan penghasilan global, (2) Mengamankan posisi
kompetitif anak/ cabang perusahaan dan penetrasi pasar, (3) Evaluasi kinerja
anak/ cabang perusahaan mancanegara, (4) Menghindarkan pengendalian devisa, (5)
Mengatrol kreditabel asosiasi, (6) Mengurang resiko moneter, (7) Mengatur cash
flow anak/ cabang yang memadai, (8) Membina hubungan baik dengan administrasi
setempat, (9) Mengurangi beban pengenaan pajak dan bea masuk, (10) Mengurangi
resiko pengambilalihan oleh pemerintah (www.academia.edu). Transfer pricing
merupakan harga barang, jasa atau harta tak berwujud yang dialihkan antara
divisi dalam suatu perusahaan atau dalam perusahaan 3 yang memiliki hubungan
istimewa atau perusahaan multinasional (Gusnardi, 2009). Tujuan utama dari
transfer pricing adalah untuk mengevaluasi dan mengukur kinerja finansial suatu
perusahaan, akan tetapi sering juga transfer pricing digunakan oleh perusahaan
multinasional untuk meminimalkan jumlah pajak yang dibayar melalui rekayasa
harga yang ditransfer antar divisi (Gusnardi, 2009). Kunci utama keberhasilan
transfer pricing dari sisi pajak adalah transaksi karena adanya hubungan
istimewa (Yenni, 2000).
Transfer pricing merupakan isu klasik di bidang perpajakan,
khususnya menyangkut transaksi internasional yang dilakukan oleh korporasi
multinasional. Dari sisi pemerintah, transfer pricing diyakini mengakibatkan
berkurang atau hilangnya potensi penerimaan pajak suatu negara karena
perusahaan multinasional cenderung menggeser kewajiban perpajakannya dari
negara-negara yang memiliki tarif pajak tinggi (hight tax countries) ke
negaranegara yang menerapkan tarif pajak rendah (low tax countries). Di pihak
lain dari sisi bisnis, perusahaan cenderung berupaya meminimalkan biaya-biaya
(cost efficiency) termasuk di dalamnya minimalisasi pembayaran pajak perusahaan
(corporate income tax) (Widyastuti, 2011). Berbeda halnya dengan pengungkapan
Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany yang mengatakan permasalahan transfer
pricing dalam perpajakan tidak selalu membuat Indonesia rugi. Dimana keuntungan
diperoleh jika perusahaan di Indonesia merupakan anak usaha dari perusahaan
luar negeri (Sukamto, 2014). 4 Peraturan mengenai transfer pricing telah
tercantum di dalam UndangUndang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan,
yaitu pada pasal 18. Aturan mengenai transfer pricing mencakup beberapa hal,
yaitu: pengertian hubungan istimewa, wewenang menentukan perbandingan utang dan
modal, dan wewenang untuk melakukan koreksi dalam hal terjadi transaksi yang
tidak arm’s length. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 diatur di
Pasal 18 ayat (4) yaitu: hubungan istimewa antara Wajib Pajak Badan dapat
terjadi karena pemilikan atau penguasaan modal saham suatu badan oleh badan
lainnya sebanyak 25% (dua puluh lima persen) atau lebih, atau antara beberapa
badan yang 25% (dua puluh lima persen) atau lebih sahamnya dimiliki oleh suatu
badan. Hubungan istimewa dapat mengakibatkan ketidakwajaran harga, biaya, atau
imbalan lain yang direalisasikan dalam suatu transaksi usaha. Hal ini dapat
mengakibatkan terjadinya pengalihan penghasilan, dasar pengenaan pajak (tax
base) atau biaya dari satu wajib pajak kepada wajib pajak lain yang dapat
direkayasa untuk menekan keseluruhan jumlah pajak terutang atas Wajib Pajak
kepada Wajib Pajak lain yang dapat direkayasa untuk menekan keseluruhan jumlah
pajak terutang atas wajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa tersebut
(Yuniasih, 2012). Penelitian mengenai motivasi pajak dalam transaksi transfer
pricing telah beberapa kali dilakukan. Sweson (2001) menemukan bahwa tarif
impor dan pajak berpengaruh pada insentif untuk melakukan transaksi transfer
pricing. Bernard et al., (2006) menemukan bahwa harga transaksi pihak terkait
berhubungan dengan tingkat pajak dan tarif impor negara tujuan. 5 Kegitan
ekspansi besar-besaran yang dilakukan oleh perusahaanperusahaan untuk
mempercepat pertumbuhaannya telah banyak menimbulkan konglomerasi. Di
Indonesia, konglomerasi mendominasi perekonomian nasional sekaligus memberikan
kontribusi besar dalam krisis ekonomi nasional. Perusahaan dengan karakteristik
kelompok bisnis konglomerat menyebabkan timbulnya risiko ekspropriasi sebagai
akibat pengaruh kuat dari pemegang saham pengendali yang merugikan pemegang
saham minoritas dan pihak eksternal lain.
Kepemilikan saham yang terkonsentrasi pada salah satu pihak akan
memberikan kemampuan untuk mengendalikan kegiatan bisnis perusahaan yang berada
di bawah kendalinya. Dengan kepemilikan yang terkonsentrasi pada satu pihak,
menimbulkan kesempatan bagi pemegang saham pengendali untuk melakukan kegiatan
tunneling. Tunneling merupakan aktivitas pengalihan aset dan keuntungan keluar
perusahaan untuk kepentingan pemegang saham pengendali perusahaan tersebut
(Johnson, 2000). Munculnya masalah keagenan antara pemegang saham mayoritas
dengan pemegang saham minoritas ini disebabkan oleh beberapa hal berikut.
Pertama, pemegang saham mayoritas terlibat dalam manajemen sebagai direksi atau
komisaris yang kemungkinan besar melakukan ekspropriasi terhadap pemegang saham
minoritas (Mitton, 2002). Kedua, hak suara yang dimiliki pemegang saham
mayoritas melebihi hak atas aliran kasnya, karena adanya kepemilikan saham
dalam bentuk bersilang, piramida dan berkelas (Claessens et al., 2000). Bentuk
kepemilikan seperti ini akan mendorong pemegang saham mayoritas untuk
mengutamakan kepentingan mereka sendiri 6 yang sangat berbeda dengan
kepentingan investor dan stakeholder lain. Ketiga, pemegang saham mayoritas
mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi manajemen dalam membuat
keputusan-keputusan yang hanya memaksimumkan kepentingannya dan merugikan
kepentingan pemegang saham minoritas. Keempat, lemahnya perlindungan hak-hak
pemegang saham minoritas, mendorong pemegang saham mayoritas untuk melakukan
tunneling yang merugikan pemegang saham minoritas (Claessens et al., 2000).
Contoh kegiatan tunneling adalah tidak membagikan deviden, menjual aset atau
sekuritas dari perusahaan yang mereka kontrol ke perushaan lain yang mereka miliki
dengan harga di bawah harga pasar, dan memilih anggota keluarganya yang tidak
memenuhi kualifikasi untuk menduduki posisi penting di perusahaan (La porta et
al., 2000). Contoh lain dari kegiatan tunneling yang dapat digunakan untuk
mempermudah pemahaman kita adalah dari kasus akuisisi LG Merchant Bank oleh LG
Securities, dimana keduanya adalah milik LG Group. LG Merchant Bank merupakan
money-loosing entity. Sebagai upaya memperbaiki kinerja LG Merchant Bank, maka
LG Group mengumumkan bahwa LG Securities perusahaan yang paling profitable
dalam grup akan mengakuisisi LG Merchant Bank. Akuisisi tersebut merupakan
value destroyed deal, karena tindakan akuisisi tersebut menurunkan nilai
perusahaan dan mengabaikan kepentingan pemegang saham minoritas. Overpayment
pada perusahaan target (LG Merchant Bank) merupakan kegiatan tunneling atau
transfer asset dan 7 keuntungan keluar dari perusahaan untuk kepentingan
pemegang saham mayoritas (LG Group) (Sari, 2011).
Terdapat beberapa penelitian tentang tunneling incentive yang telah
dilakukan. Mutamimah (2008) menemukan bahwa terjadi tunneling oleh pemilik
mayoritas terhadap pemilik minoritas melalui strategi marger dan akuisisi. Lo
et al., (2010) menemukan bahwa konsentrasi kepemilikan oleh pemerintah di Cina
berpengaruh pada keputusan transfer pricing, dimana perusahaan bersedia
mengorbankan penghematan pajak untuk tunneling keuntungan ke perusahaan induk.
Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pradana (2014), yang
menemukan bahwa tunneling incentive tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap
kegiatan transfer pricing. Ukuran perusahaan merupakan nilai yang menunjukkan
besar kecilnya perusahaan. Terdapat berbagai proksi yang biasanya digunakan
untuk mewakili ukuran perusahaan, yaitu jumlah karyawan, total aset, jumlah
penjualan, dan kapitalisasi pasar. Semakin besar perusahaan dan luasan
usahanya, mengakibatkan pemilik tidak dapat mengelola sendiri perusahaannya
secara langsung. Hal inilah yang menimbulkan masalah keagenan. Perusahaan yang
berukuran besar memiliki kecenderungan melakukan tindakan manajemen laba yang
lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang berukuran kecil. Hal ini
dikarenakan perusahaan besar dipandang lebih kritis oleh pemegang saham dan
pihak luar. Sehingga perusahaan besar mendapatkan tekanan yang lebih kuat untuk
menyajikan pelaporan keuangan yang credible (Pujiningsih, 2011).
Dalam menjalankan tugasnya,
para direksi cenderung ingin menunjukkan kinerja yang baik kepada pemilik
perusahaan, karena dengan begitu maka pemilik perusahaan akan memberikan
penghargaan kepada mereka. Pemilik perusahaan dalam menilai kinerja para
direksinya adalah dengan melihat laba perusahaan secara keseluruhan yang
dihasilkan. Dan memberikan penghargaannya dengan menggunakan bonus. Sistem
pemberian kompensasi bonus memberikan pengaruh terhadap kinerja manajemen. Kane
et al., (2005) dengan menggunakan mekanisme bonus dalam teori keagenan,
menjelaskan bahwa kepemilikan manajemen di bawah 5% terdapat keinginan dari
manajer untuk melakukan manajemen laba agar mendapatkan bonus yang besar.
Kepemilikan manajemen 25% karena manajemen mempunyai kepemilikan yang cukup
besar dengan hak pengendali perusahaan, maka asimetris informasi menjadi
berkurang (Pujiningsih, 2011).
Hasil penelitian Suryatiningsih dan Siregar (2008) menunjukkan
bahwa skema bonus terbukti berhubungan positif dengan diskresioner akrual
positif, yang mana skema bonus diresi BUMN memberikan insentif kepada direksi
untuk melakukan manajemen laba melalui akrual diskresioner yang meningkatkan
laba guna memaksimalkan bonus yang diterimanya. Palestine (2008) menemukan
bahwa kompensasi bonus berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. System
pemberian kompensasi bonus dapat memberikan pengaruh terhadap kinerja
manajemen. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lo et al., (2010)
menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan manajemen memanfaatkan transaksi
transfer pricing untuk memaksimalkan bonus yang 9 mereka terima jika bonus
tersebut di dasarkan pada laba. Sedangkan Pradana (2014) dan Pramana (2014) di dalam
penelitiannya mengemukakan bahwa bonus tidak memiliki pengaruh signifikan
terhadap transfer pricing. Berdasarkan latar belakang yang penulis uraikan di
atas, maka penelitian ini dilakukan untuk menguji relevansi hasil dari
penelitian terdahulu (Yuniasih, 2012 dan Hartanti 2014) sehingga dapat
diketahui apakah teori yang dihasilkan masih dapat digunakan sebagai dasar
keilmuan untuk sekarang dan seterusnya, dengan judul “Pengaruh Pajak, Tunneling
Incentive dan Mekanisme Bonus Pada Keputusan Transfer Pricing Perusahaan
Manufaktur yang Listing di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2013”
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pajak berpengaruh
pada keputusan transfer pricing perusahaan manufaktur yang listing di Bursa
Efek Indonesia?
2. Apakah tunneling incentive berpengaruh pada keputusan transfer
pricing perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia?
3. Apakah mekanisme bonus
berpengaruh pada keputusan transfer pricing perusahaan manufaktur yang listing
di Bursa Efek Indonesia?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengaruh pajak
pada keputusan transfer pricing perusahaan manufaktur yang listing di Bursa
Efek Indonesia?
2. Mengetahui pengaruh
tunneling incentive pada keputusan transfer pricing perusahaan manufaktur yang
listing di Bursa Efek Indonesia?
3. Mengetahui pengaruh mekanisme bonus pada keputusan transfer
pricing perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia?
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian dapat
dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat teoritis yaitu untuk mengembangkan ilmu
yang terdapat dalam bentuk manfaat praktis, yang dalam bentuk manfaat praktis
menyangkut pemecahan masalahmasalah yang aktual. Hasil dari penelitian ini
diharapkan dapat mempunyai manfaat sebagai berikut:
1.
Secara
teoritis,
hasil
penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan kajian dalam penelitian
mengenai transaksi transfer pricing dan latar belakang dilakukannya transaksi
tersebut bagi perusahaan.
2.
Secara
praktis,
penelitian
ini diharapkan mampu memberikan kegunaan bagi:
a.
Pemerintah Guna memperbaiki peraturan perundang-undangan mengenai kegiatan
transfer pricing yang dilakukan oleh perusahaan multinasional, sehingga dapat
mengurangi kecurangan pajak yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan terkait.
b. Pengguna Informasi Laporan Keuangan Pengguna
laporan keungan yang dikeluarkan oleh perusahaan dapat lebih berhati-hati dan
lebih cermat menganalisis terjadinya kecurangan yang dilakukan oleh direksi
guna kepentingan pribadi. Juga bagi pemegang saham minoritas untuk dapat lebih
cermat dalam mengamati adanya keputusan dari pemegang saham mayoritas yang
dapat merugikan mereka.
c. Masyarakat Memberikan pemahaman bagi
masyarakat luas mengenai apa dan bagaimana transaksi transfer pricing dilakukan
di dalam proses bisnis perusahaan manufaktur.
Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Akutansi : Pengaruh pajak, tunneling incentive dan mekanisme bonus pada keputusan transfer pricing perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2011-2013. .Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
No comments:
Post a Comment