Jasa Pembuatan Skripsi

Jasa Pembuatan Skripsi
Jasa Pembuatan Skripsi

Saturday, May 13, 2017

Jasa Buat Skripsi: download Skripsi Manajemen:Hubungan industrial di PG Semboro Jember

Abstract

INDONESIA:
Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan. Keterkaitan itu tidak hanya dengan kepentingan tenaga kerja selama, sebelum dan sesudah masa kerja tetapi juga keterkaitan dengan kepentingan pengusaha, pemerintah, dan masyarakat. Pembinaan hubungan industrial sebagai bagian dari pembangunan ketenagakerjaan harus diarahkan untuk terus mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat dan menggambarkan hubungan industrial di PG Semboro dilihat dari segi proses pembuatan dan pelaksanaan perjanjian kerja bersama. Dari latar belakang itulah sehingga penelitian ini dilakukan dengan judul “Hubungan Industrial di PG Semboro Jember”.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dimana tujuannya adalah untuk memperoleh informasi mengenai keadaan saat ini dan hanya menggambarkan keadaan yang sebenarnya pada obyek yang diteliti yakni hubungan industrial di PG Semboro Jember. Subyek penelitian ada tiga orang. Data dikumpulkan dengan cara observasi, wawancara (interview) dan dokumentasi. Analisa datanya melalui tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (verifikasi).
Data hasil penelitian menunjukkan bahwa perjanjian kerja bersama berjalan dengan baik yang dimulai dengan perundingan perjanjian kerja bersama induk antara PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) dengan Federasi Serikat Pekerja Perkebunan dan diteruskan dengan perjanjian kerja bersama tingkat perusahaan antara pihak pengusaha yang diwakili direksi PT. Perkebunan Nusantara XI dengan seluruh serikat pekerja yang terdaftar dibawah naungan PT. Perkebunan Nusantara XI. Sedangkan hasilnya, secara umum hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha sudah terpenuhi. Jam kerja masih kurang disiplin. Untuk Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sudah berjalan cukup baik dibuktikan dengan audit SMK3 yang mendapat nilai 91,52. Kecelakaan kerja sudah berkurang setiap tahunnya. Kendalanya adalah untuk membiasakan para pekerja untuk mematuhi prosedur, menjadikan K3 sebagai kebutuhan, tidak hanya kewajiban.
ENGLISH:
Manpower development has many dimensions and linkages. The linkage was not only with the interests of labor during, before and after the period of employment but also links with the interests of employers, government, and society. Development of industrial relations as part of manpower development should be directed to continue to realize the harmonious industrial relations, dynamic and equitable. The purpose of this study is to see and describe the PG Semboro industrial relations in terms of the manufacturing process and the implementation of collective agreement. From that background that this study was conducted with the title "Industrial Relations in Semboro Sugar Factory Jember".

This study used descriptive qualitative approach where the goal is to obtain information about the current state and only depict the real situation on the object studied industrial relations at Semboro Sugar Factory Jember.The subjects of the study there were three people.Data collected by observation, interview (interview) and documentation.Analysis of the data through three stages: data reduction, data presentation, and conclusion (verification).
Research data show that the collective labor agreement goes well that begins with the collective bargaining negotiation between PT.Perkebunan Nusantara III (Persero) with the United Federation of Plantation Workers and forwarded to the collective agreement between the employer company level represented directors of PT.Perkebunan Nusantara XI with all registered trade union under the auspices of PT.Perkebunan Nusantara XI.While the results are, in general, the rights and obligations of workers and employers are met.Working hours is still a lack of discipline. For Occupational Health and Safety (K3) has been running pretty well proved by the audit SMK3 who scored 91.52.Workplace accidents has been reduced each year.The problem is to get the workers to follow procedures, making K3 as a necessity, not just an obligation.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
 Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan. Keterkaitan itu tidak hanya dengan kepentingan tenaga kerja selama, sebelum dan sesudah masa kerja tetapi juga keterkaitan dengan kepentingan pengusaha, pemerintah, dan masyarakat. Untuk itu diperlukan pengaturan yang komprehensif dan menyeluruh, antara lain mencakup pembangunan sumber daya manusia, peningkatan produktivitas dan daya saing tenaga kerja Indonesia, upaya perluasan kerja, pelayanan penempatan tenaga kerja, dan pembinaan hubungan industrial. Pembinaan hubungan industrial sebagai bagian dari pembangunan ketenagakerjaan harus diarahkan untuk terus mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan. Untuk itu, pengakuan dan penghargaan terhadap hak asasi manusia sebagaimana yang dituangkan dalam TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998 harus diwujudkan. Dalam bidang ketenagakerjaan, ketetapan MPR ini merupakan tonggak utama dalam menegakkan demokrasi di tempat kerja. Penegakan demokrasi di tempat kerja diharapkan dapat mendorong partisipasi yang optimal dari seluruh tenaga kerja dan pekerja/buruh Indonesia untuk membangun Negara Indonesia yang dicita-citakan (Amidhan, 2005:5). Di bidang ketenagakerjaan internasional, penghargaan terhadap hak asasi manusia di tempat kerja dikenal melalui 8 konvensi dasar dan 7 konvensi umum 2 Internasional Labour Organization (ILO). Konvensi dasar ini terdiri atas 4 kelompok, yaitu (Amidhan, 2005:6): a. Kebebasan berserikat dan berunding bersama (Konvensi ILO Nomor 87 dan Nomor 98); b. Larangan diskriminasi (Konvensi ILO Nomor 100 dan Nomor 111); c. Larangan kerja paksa (Konvensi ILO Nomor 29 dan Nomor 105); dan d. Larangan mempekerjakan anak (Konvensi ILO Nomor 138 dan Nomor 182) Sedangkan ketujuh konvensi ILO yang tergolong ke dalam kelompok konvensi umum adalah sebagai berikut: a. Konvensi No.19 tentang perlakuan yang sama bagi pekerja nasional dan asing. b. Konvensi No.27 tentang pemberian tanda berat pada pengepakan-pengepakan barang besar yang diangkut dengan kapal. c. Konvensi No.45 tentang tenaga kerja wanita pada segala macam tambang d. Konvensi No.106 tentang istirahat mingguan dalam perdagangan dan kantorkantor e. Konvensi No.144 tentang konsultasi tripartit f. Konvensi No.68 tentang sertifikasi bagi juru masak di kapal Komitmen bangsa Indonesia terhadap penghargaan pada hak asasi manusia di tempat kerja antara lain diwujudkan dengan meratifikasi delapan konvensi dasar tersebut. Sejalan dengan ratifikasi konvensi mengenai hak dasar tersebut, maka hal itu telah diadopsi ke dalam UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 3 Sejarah perburuhan di beberapa negara termasuk di Indonesia tidak pernah menggembirakan. Kedudukan dan nasib buruh dari zaman dahulu sampai sekarang pada umumnya masih tetap memprihatinkan. Walaupun tenaga dan pikiran kaum buruh dicurahkan untuk membantu majikan atau perusahaan tempat mereka bekerja, namun penghargaan terhadap kaum buruh selama berabad-abad tetap saja tidak beranjak.
 Kaum buruh tetap saja dianggap sebagai manusiamanusia pinggiran yang masa depannya tidak begitu menjanjikan. Lahirnya beberapa lembaga yang terkait dengan kaum buruh seperti serikat-serikat buruh yang muncul di berbagai Negara yang diharapkan mampu memperjuangkan hakhak buruh, namun dalam kenyataannya nasib buruh belum juga dapat berubah, mereka masih hidup termarjinalkan. Pada dasarnya masalah perburuhan merupakan agenda sosial, politik dan ekonomi yang cukup krusial di Negaranegara modern, sebab masalah perburuhan sebenarnya tidak hanya hubungan antara para buruh dengan majikan, tetapi secara lebih luas juga mencakup persoalan sistem ekonomi dari sebuah negara dan sekaligus sistem politiknya. Oleh karena itu, ekonomi dan politik suatu Negara akan sangat menentukan corak dan warna dari suatu sistem perburuhan yang diberlakukannya (Hasanah, 2012:1- 2). Seperti halnya kasus marsinah pada tahun 1993. Marsinah sebagai aktivis buruh dari PT. Catur Putra Surya yang memperjuangkan haknya dan para rekanrekannya sesama buruh yang berakhir penyiksaan dan pembunuhan. Tragedi tersebut yang akhirnya diperingati sebagai Hari Buruh Nasional (May day). Ada juga kasus Jonedi B. Ruskam melawan PT. Garuda Indonesia pada tahun 1998 4 terkait peradilan yang tidak transparan dan PHK, dan masih banyak kasus-kasus lain seputar buruh dan ketenagakerjaan. Setelah disahkannya UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan tragedi marsinah, mulai banyak aktivis dan perkumpulan yang peduli terhadap nasib buruh/pekerja. Seperti pada penelitian Hendrik Eko Aprilianto (2012) tentang PHK karyawan yang menghasilkan keputusan pembatalan PHK terhadap tiga karyawan melalui mediasi antara SPSI dan manajemen dengan pihak Disnaker sebagai mediator. Penelitian Geger Teguh Priyo S. (2013) di PT. Ekamas Fortuna menyebutkan bahwa peran SPSI dalam pembuatan dan pelaksanaan perjanjian kerja bersama mengalami beberapa hambatan sehingga peranan SPSI belum efektif. Hambatan yang dihadapi adalah perbedaan pendapat, keterlibatan induk perusahaan, keterbatasan dana, tindakan karyawan dan juga kebijakan kantor pusat. Adapun upaya-upaya yang dilakukan adalah penyesuaian pendapat, koordinasi dengan manajemen PT. Ekamas Fortuna, pembinaan terhadap karyawan dan menempuh langkah-langkah penyelesaian sesuai peraturan perundang-undangan. Nia Oktavia (2015) juga mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa pengurus serikat pekerja dan manajemen di PG Kebon Agung telah berupaya semaksimal mungkin untuk selalu menjaga hubungan industrial pancasila di perusahaan terpelihara dengan baik. Masing-masing pihak telah saling bekerjasama untuk menerapkan sila-sila pancasila dalam menjalankan aktivitas industrialnya salah satunya melalui adanya PKB sebagai dasar pelaksanaannya. 5 Relasi antara pekerja (termasuk organisasi pekerja) dan pengusaha (termasuk organisasi pengusaha) dalam suatu perusahaan selalu seperti dua sisi mata uang. Dimana ada pekerja maka disitu ada pengusaha. Interaksi keduanya tidak dapat dipisahkan. Dalam konteks yang lebih luas, pekerja dan pengusaha merupakan para pelaku utama di tingkat perusahaan. Merekalah aktor intelektual yang berperan dalam menentukan sukses tidaknya kinerja perusahaan. Relasi diantara keduanya diwujudkan dalam bentuk hubungan kerja yang terjadi setelah diadakan perjanjian kerja (Soepomo, 1986:53). Secara filosofis, pengusaha dan pekerja mempunyai kepentingan yang sama yaitu kelangsungan hidup dan kemajuan perusahaan. Pengusaha dalam meningkatkan produktivitas kinerja perusahaannya, tentu membutuhkan jasa dan kinerja positif dari para pekerja. Begitu juga sebaliknya, pekerja juga membutuhkan upah dan insentif dari pengusaha sebagai output dari kinerjanya. Namun demikian, tidak selamanya relasi tersebut berjalan mulus, karena relasi ini cenderung bersifat fluktuatif. Hal ini disebabkan, bukan hanya karena posisi tawar menawar (bargaining position) yang lemah dari pekerja, tapi juga tidak ada akses informasi yang diperoleh pekerja dalam bingkai transparansi. Sebagai pihak yang lemah, pekerja tentunya menjelma sebagai pihak pesakitan di mata pengusaha. Permasalahan kontrak kerja, pemutusan hubungan kerja (PHK), tidak dibayarnya uang insentif, terlambatnya pembayaran uang pesangon, dan lain sebagainya menjadi potret nyata nan klasik betapa ketidakseimbangan peran terjadi
diantara keduanya. 6 Pembangunan ketenagakerjaan sebagaimana diamanatkan pada pasal 4 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bertujuan agar tenaga kerja didayagunakan secara optimal/manusiawi dengan memperhatikan pemerataan kesempatan kerja sesuai kebutuhan pembangunan serta mempertimbangkan aspek perlindungan guna mewujudkan serta meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya. Peraturan tentang serikat pekerja diatur dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No.21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh, yang menyatakan bahwa Serikat Pekerja merupakan alat untuk memperjuangkan, melindungi, membela kepentingan serta kesejahteraan pekerja serta keluarga. Hubungan industrial pancasila berpegang teguh pada nilai dan cara pandang yang didasarkan atas nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila pancasila dengan mewujudkan lingkungan yang kondusif dan kondisi kerja yang harmonis. Hubungan industrial pancasila telah menjadi ciri khas yang dimiliki Indonesia dalam menjalankan kebijakannya terkait dengan hubungan industrial. Menurut Sutedi (2009:37) sesuai dengan prinsip hubungan industrial pancasila bahwa “Hubungan industrial bertujuan untuk: (a) menciptakan ketenangan atau ketentraman kerja serta ketenangan usaha; (b) meningkatkan produksi; (c) meningkatkan kesejahteraan pekerja serta derajatnya sesuai dengan martabat manusia.” Hubungan industrial pancasila sebaiknya dibina oleh masing-masing pihak dan diupayakan untuk dipelihara keselarasannya melalui toleransi masing-masing pihak dengan menghargai perbedaan dan mencapai satu tujuan yang sama. 7 Keberhasilan dari suatu hubungan industrial pancasila terletak pada berjalannya sistem, berperannya serikat pekerja dan manajemen perusahaan secara optimal melalui pertemuan yang bersifat rutin, rasional dan transparan terhadap permasalahan perekonomian yang sedang dihadapi perusahaan untuk dicarikan solusi bersama. Pihak serikat pekerja yang mewakili pekerja dan pihak manajemen dalam memelihara hubungan karyawan harus saling bekerja sama menciptakan iklim kerja yang kondusif. Iklim kerja yang kondusif dapat terjalin melalui tawar menawar secara kolektif yang diwujudkan dalam perjanjian kerja bersama yang dapat dijadikan sebagai pedoman yang mengikat dan menguntungkan semua pihak. Peraturan ketenagakerjaan yang dipakai saat ini adalah Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dari peraturan tersebut dapat diketahui mengenai asas, tujuan, dan sifatnya. Mengenai asas ini dapat dilihat dalam pasal 3 yaitu bahwa pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan melalui koordinasi fungsional lintas sektor pusat dan daerah. Asas ini pada dasarnya sesuai dengan asas pembangunan nasional, khususnya asas demokrasi, asas adil, dan merata. Sedangkan tujuan dari peraturan ini ialah untuk mencapai/melaksanakan keadilan sosial dalam bidang ketenagakerjaan sekaligus untuk melindungi tenaga kerja terhadap kekuasaan tidak terbatas dari pengusaha. (Khakim, 2009: 6-7).
 Dalam operasionalnya, undang-undang No. 13 Tahun 2003 tidak bisa dilakukan secara langsung. Dalam artian bahwa perlu adanya penjabaran untuk mengatur hubungan antara pekerja dan pengusaha. Penjabaran tersebut salah 8 satunya adalah perjanjian kerja bersama (PKB). Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak. Perjanjian kerja bersama merupakan salah satu sarana hubungan industrial yang menengahi antara pekerja dan pengusaha karena perumusannya melibatkan kedua belah pihak tersebut. PG Semboro Jember merupakan salah satu PG dibawah naungan PT. Perkebunan Nusantara XI yang mempunyai 1.800 karyawan dengan berbagai macam status seperti pegawai tetap, perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), kampanye, borongan, dan outsourcing.
Ketika dalam masa giling (DMG) para karyawan diharuskan untuk bekerja selama 24 jam dengan sistem shift yang terbagi menjadi tiga shift. Hal tersebut diperbolehkan sesuai Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: KEP.233/MEN/2003 tentang jenis dan sifat pekerjaan yang dijalankan secara terus menerus. Pada masa giling 2013-2014 PG Semboro sempat mengalami kerugian. Terutama pada tahun 2014, kerugian semakin besar dengan banyaknya gula rafinasi impor yang masuk ke Indonesia yang menyebabkan gula nasional kalah saing dan tidak laku di pasaran. Pada masa giling 2015, PG Semboro berusaha untuk bangkit dari keterpurukan dengan pengawalan ketat di semua aspek perusahaan termasuk produksi, mesin, keuangan, SDM, dll. Apalagi PG Semboro sebagai salah satu PG yang diunggulkan di PTPN XI ditugaskan untuk bisa 9 mengangkat kerugian dari PG-PG lain yang berada dibawah naungan PTPN XI. Dan hasilnya, PG Semboro berhasil meraih untung yang cukup besar pada masa giling tahun 2015 tersebut. Pada tanggal 31 Maret - 1 April 2016 telah diadakan perundingan perjanjian kerja bersama (PKB) antara pihak Direksi PT Perkebunan Nusantara XI dengan seluruh serikat pekerja yang terdaftar dalam naungan PT Perkebunan Nusantara XI. Hasil perundingan PKB tersebut yang akan menjadi pedoman para karyawan maupun pihak pengusaha dalam menjalankan tugasnya masing-masing. Hal tersebut juga yang menentukan nasib para pekerja dalam satu periode Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Melihat fenomena tersebut diatas, penulis berminat untuk meneliti keadaan hubungan industrial yang ada di PG Semboro. Peranan serikat pekerja yang mewakili kepentingan pekerja dan peran manajemen yang mewakili kepentingan perusahaan dalam memelihara hubungan dengan pekerja. Pemeliharaan hubungan tersebut diharapkan menjadi hubungan yang harmonis dan berkesinambungan yang bisa meningkatkan produktivitas perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut, penulis ingin membuat penelitian dengan judul “HUBUNGAN INDUSTRIAL DI PG SEMBORO JEMBER”.
1.2  Rumusan Masalah
Bagaimana hubungan industrial di PG Semboro Jember ditinjau dari segi perjanjian kerja bersama (PKB)?
1.3  Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat keadaan hubungan industrial yang ada di PG Semboro terutama dari segi perjanjian kerja bersama (PKB). Peran manajemen dan serikat pekerja dalam membuat dan menerapkan perjanjian kerja bersama untuk menciptakan hubungan industrial yang harmonis di perusahaan berdasarkan peraturan yang berlaku.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sarana untuk menambah dan mengembangkan khazanah keilmuan yang kemudian dapat dijadikan sebagai objek kajian ataupun penelitian lebih lanjut tentang hubungan industrial
2 Bagi praktisi, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi gambaran mengenai hubungan industrial di suatu perusahaan serta sarana yang menunjang hubungan industrial.
1.4  Batasan Penelitian

 Batasan pada penelitian ini adalah membahas mengenai perjanjian kerja bersama (PKB) sebagai salah satu sarana hubungan industrial, proses pembuatan dan pelaksanaan perjanjian kerja bersama (PKB

Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Manajemen : Hubungan industrial di PG Semboro JemberUntuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD



Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment