Jasa Pembuatan Skripsi

Jasa Pembuatan Skripsi
Jasa Pembuatan Skripsi

Tuesday, May 9, 2017

Jasa Buat Skripsi: download Skripsi Manajemen:Pengaruh tingkat suku bunga SBI, inflasi dan pengelolaan investasi terhadap kinerja reksadana di Indonesia: Studi kasus reksadana saham periode tahun 2011-2015


Abstract

INDONESIA:
Reksadana adalah kumpulan dana dari investor yang kemudian akan diinvestasikan lagi oleh manajer investasi dalam portofolio efek (portofolio investasi). Dalam berinvestasi pada reksadana para investor tidak perlu meluangan banyak waktu guna memantau keadaan pasar. Hal ini karena adanya manajer investasi yang telah melakukannya dengan keahlian dan kemampuan yang dimiliki.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh kebijakan pemerintah yaitu tingkat suku bunga SBI, inflasi serta pengelolaan investasi yaitu market timing ability terhadap kinerja reksadana saham yang ada di Indonesia.
Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan metode kuantitatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data bulanan tingkat suku bunga SBI, data bulanan inflasi, data bulanan IHSG, data bulanan nilai aktiva bersih (NAB). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan purposive samplingdiperoleh 9 perusaaan. Dalam penelitian ini sampel yang adalah perusahaan reksadana terbaik menurut versi majalah investor pada tahun 2011 – 2015.
Hasil pengujianmenunjukkan secara simultan yaitu tingkat suku bunga SBI, inflasi dan pengelolaan investasi yaitu market timing abilityyang dihitung dengan menggunakan model Henriksson dan Merton serta Treynor dan Mazuyberpengaruh terhadap kinerja reksadana saham. Sedangkan hasil pengujian menunjukkan secara parisal tingkat suku bunga SBI tidak berpengaruh terhadap kinerja reksadana saham, inflasi berpengaruh terhadap kinerja reksadana saham dan pengelolaan investasi yaitu market timing ability yang dihitung dengan menggunakan model Henriksson dan Merton serta Treynor dan Mazuytidak berpengaruh terhadap kinerja reksadana saham.
ENGLISH:
Mutual fund is fund of investors that will be invested by investment manager in portfolio effect (investment portfolio). In investing in mutual funds, investors do not need to spend a lot of time to monitor the market situation. This is because the investment managers who have done so with the expertise and capabilities. This study was conducted to determine how to influence government policy, ie the SBI interest rate, inflation and investment management that is market timing abilities toward the performance of stock mutual funds in Indonesia.
This research used quantitative methods. The data used the monthly data of SBI interest rate, monthly data for inflation, IHSG monthly data, and monthly data on net asset value (NAV). Sample technique usepurposive samplingand got 9 companies. In this study sample was the best mutual fund companies according to magazine investor in 2011-2015.
The test results showed simultaneous government policy that the SBI interest rate and inflation as well as investment management of market timing abilities that affected the performance of shares mutual fund. While the test results showed partial SBI interest rate did not affect the performance of stock mutual funds, the inflation effected on the performance of shares mutual fund and market timing ability had no effect on the performance of shares mutual fund.




BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Peranan pasar modal di Indonesia untuk sekarang ini telah mengalami perkembangan dan kemajuan yang pesat. Hal ini disebabkan karena masyarakat Indonesia saat ini sudah mulai mengenal pasar modal sebagai salah satu alternatif pembiayaan dan sarana berinvestasi dalam menambah modalnya. Pasar modal merupakan salah satu pilar perekonomian di Indonesia yang berperan sebagai wadah investasi dan sumber pembiayaan bagi perusahaan di Indonesia. Hal ini diperkuat dengan munculnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang pasar modal yang menyatakan bahwa pasar modal mempunyai posisi yang stategis dalam pembangunan ekonomi nasional. Salah satu wujud upaya pencapaian tujuan tersebut pasar modal menciptakan berbagai produk investasi. Macammacam investasi yang dapat dilakukan di pasar modal adalah surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, reksadana, dan derivatif. Salah satu investasi pasar modal yang dapat dipilih masyarakat adalah reksadana. Reksadana merupakan wahana investasi yang bisa diandalkan tingkat returnnya. Reksadana memberikan tingkat keuntungan yang nilainya cukup relatif menarik dan kompetitif (Rahardjo, 2004: 2). Berdasarkan UU pasar modal No.8/1995 disebutkan bahwa reksadana merupakan kumpulan dana dari masyarakat pemodal (investor) yang kemudian diinvestasikan lagi oleh manajer 2 investasi dalam bentuk portofolio efek (portofolio investasi), yang bisa berbentuk saham, obligasi, deposito, dan jenis instrumen lainnya. Pada tanggal 5 Juli 1996 reksadana muncul di Indonesia dipelopori oleh PT. Danareksa, yakni suatu BUMN yang berada di bawah binaan Departemen Keuangan. Perusahaan ini awalnya memiliki fungsi sebagai penjamin emisi, yang kemudian melakukan ekspansi dengan antara lain membentuk anak perusahaan bernama Dana Reksa Fund Management. Ada tiga produk reksadana yang ditawarkan PT. Dana Reksa Fund Management kepada investor, yakni Reksadana Anggrek, Reksadana Mawar, dan Reksadana Melati (Untung, 2011: 211). Dalam berinvestasi pada reksadana para investor tidak perlu meluangkan banyak waktu guna memantau keadaan pasar. Hal ini karena adanya manajer investasi yang telah melakukannya dengan keahlian dan kemampuan yang dimiliki (Ryan Filbert, 2013 dalam Putri 2014: 2). Untuk mendapatkan hasil pengelolaan reksadana yang maksimal, investor disarankan untuk mengetahui secara lengkap dan akurat tentang kemampuan strategi investasi dan pengalaman manajer investasi reksadana dalam bidang pengelolaan portofolio investasi. Karena jika manajer investasi tidak mempunyai kemampuan dalam melakukan pengelolaan dana, dikhawatirkan nilai aktiva bersih (NAB) reksadana tersebut tidak mengalami pertumbuhan yang maksimal (Rahardjo, 2004: 71). Nilai aktiva bersih (NAB) merupakan salah satu tolak ukur dalam memantau hasil dari suatu reksadana (Iman, 2008: 128). Perkembangan reksadana di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Menurut berita resmi, investasi reksadana tampaknya semakin menjadi pilihan 3 masyarakat Indonesia. Peningkatan jumlah nilai aktiva bersih (NAB) tersebut seiring dengan bertambahnya jumlah produk reksadana yang diterbitkan perusahaan asset management. Peningkatan nilai aktiva bersih (NAB) menunjukkan bertambahnya nilai investasi pemegang unit penyertaan atau saham. Sebaliknya, penurunan NAB menunjukkan berkurangnya nilai investasi yang dimiliki para investor (Bodie, 2014 dalam Saurahman 2015: 4). Dari 767 total produk reksadana di 2011, tahun 2012 menjadi 809. Ketua Bapepam-LK, Ngalim Sawega mengatakan, jumlah unit penyertaan reksadana juga mengalami peningkatan (www.swa.co.id). Sepanjang 2014, jumlah produk tercatat sebanyak 894 produk atau bertambah 71 produk dari akhir 2013 yang tercatat 823 produk (www.market.bisnis.com). Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per 23 Desember 2015, ada 1.083 produk reksa dana yang terdaftar di OJK. Jumlah tersebut naik dibandingkan akhir 2014 dengan 894 produk reksa dana (www.beritasatu.com). Berdasarkan data Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) peningkatan nilai aktiva bersih (NAB) dan unit penyertaan (UP) bisa dilihat pada tabel berikut: Tabel 1.1 Perkembangan NAB dan UP Reksadana di Indonesia Tahun 2011–2015 No. Tahun Total Nilai Aktiva Bersih (NAB) Total Unit Penyertaan (UP) 1. 2011 7,763,899,693,150.73 1,400,042,930.64 2. 2012 7,797,241,898,146.60 1,671,396,512.26 3. 2013 10,641,557,540,919.86 2,483,242,361.70 4. 2014 11,581,169,736,259.21 2,678,398,731.30 5. 2015 258,816,579,912,970.07 181,992,307,421.51 Sumber: aria.bapepam.go.id
Menurut Manurung (2008: 140) ada dua faktor yang mempengaruhi kinerja reksadana. Pertama, kebijakan pemerintah dalam bidang moneter. Indikator kebijakan pemerintah yang seringkali dihubungkan dengan pasar modal adalah fluktuasi tingkat bunga SBI dan inflasi. Menurut Pasaribu & Kowanda (2014: 3) mengatakan bahwa jika tingkat suku bunga meningkat, maka harga saham akan cenderung turun, begitupun sebaliknya. Jika tingkat suku bunga naik maka investor lebih memilih untuk menanamkan modalnya di sektor perbankan, contohnya deposito. Jika tingkat suku bunga turun maka permintaan saham akan naik, dan masyarakat akan lebih memilih untuk menyalurkan dananya ke pasar modal. Pernyataan tersebut sama halnya dengan teori (Samsul, 2006: 210) yang mengatakan bahwa ”Jika tingkat suku bunga naik, harga saham akan turun dan pasar modal dapat mengalami bearish”. Karena pemerintah yang menurunkan tingkat bunga SBI sangat menguntungkan reksadana. Tingkat suku bunga SBI yang tinggi sebagian besar mempengaruhi kinerja reksadana, tetapi terkadang investor kurang sekali memperhatikan tingkat suku bunga SBI (Hapsari, 2013). Pernyataan ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Pasaribu & Kowanda (2014) yang mengatakan bahwa tingkat suku bunga SBI berpengaruh terhadap tingkat pengembalian reksadana saham yang secara otomatis akan berpengaruh terhadap kinerja reksadana. Penelitian ini juga didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Sujoko (2009) yang mengatakan bahwa kenaikan tingkat suku bunga SBI berpengaruh terhadap imbal hasil reksadana yang akan berpengaruh pula pada kinerja reksadana. 5 Sedangkan kondisi perkembangan inflasi merupakan salah satu faktor yang menjadi perhatian manajer investasi dalam pertimbangannya, khususnya dengan perkembangan nilai aktiva bersih (NAB) reksadana (Pasaribu & Kowanda, 2014: 5). Meningkatnya inflasi secara relatif merupakan signal negatif bagi investor (Sunariyah, 2011: 21). Jika inflasi mengalami kenaikan akan berpengaruh pada kinerja reksadana pada perusahaan yang ada dipasar modal. Pernyataan tersebut di dukung oleh penelitian Sujoko (2009) yang mengatakan bahwa setiap inflasi berpengaruh terhadap imbal hasil reksadana saham yang kemudian akan berpengaruh pada kinerja reksadana tersebut. Kedua, pengelolaan investasi reksadana. Dalam pengelolaan investasi reksadana, manajer investasi memiliki strategi untuk mendapatkan tingkat keuntungan yang diinginkan. Strategi portofolio yang sering dikenal yaitu pengelolaan portofolio aktif dan pengelolaan portofolio pasif. Dalam strategi portofolio aktif selalu berkonsentrasi pada jumlah saham yang kecil dikenal dengan pemilihan saham dan melakukan perubahan keluar atau masuk dengan terdiversifikasinya portofolio dikenal dengan pendekatan kondisi pasar (market timing ability). Strategi kedua dalam mengelola portofolio dikenal dengan strategi pengelolaan pasif. Strategi pengelolaan pasif dalam strategi ini diasumsikan bahwa pasar sangatlah efisien dan akibatnya manajer investasi tidak akan sukses dalam mengelola portofolio dengan menggunakan pendekatan kondisi pasar (market timing ability) dan pemilihan saham (Manurung, 2001: 186). Ada dua metode yang digunakan untuk menganalisis kemampuan market timing ability dan 6 pemilihan saham yaitu: (1) Henriksson dan Merton dan (2) Treynor dan Mazuy (Manurung, 2008: 188). Hasil dari strategi investasi yang dikerjakan oleh manajer investasi akan terlihat pada nilai aktiva bersih (NAB). Bila manajer investasi menempuh strategi yang tepat, maka NAB reksadana tersebut akan meningkat. Namun, bila strategi yang diterapkan kurang tepat, maka NAB reksadana yang dikelola akan menurun (Manurung, 2001: 52). Pernyataan ini didukung dengan penelitian Sari dan Purwanto (2012).
Hasil dari pengujian penelitian ini mengatakan bahwa kinerja manajer investasi berpengaruh terhadap kinerja reksadana di Indonesia. Artinya apabila seorang manajer investasi memiliki kemampuan market timing ability maupun pemilihan saham dan mampu mengaplikasikannya maka akan terjadi peningkatan pada nilai aktiva bersih (NAB) reksadana tersebut. Setiap reksadana mempunyai “harga saham” yang dinamakan NAB/UP, yaitu nilai aktiva bersih (NAB) dibagi dengan total jumlah UP sehingga hasilnya mencerminkan nilai dari setiap unit saham reksadana (Hariyani&Serfianto, 2010: 248). Sumber informasi utama dalam pengukuran kinerja adalah nilai aktiva bersih per unit penyertaan (NAB/Unit) atau harga per unit yang selalu dipublikasikan di harian bisnis. Menurut Pratomo (2007: 77) mengatakan NAB/Unit sebagai indikator hasil kinerja dari reksadana. Jika NAB/Unit mengalami kenaikan maka nilai aktiva bersih (NAB) dari reksadana akan mengalami kenaikan juga. Kenaikan dari nilai aktiva bersih (NAB) akan berpengaruh pada kenaikan return reksadana yang kemudian akan berdampak 7 pula pada kinerja reksadana tersebut. Kinerja reksadana diukur dengan menggunakan metode Treynor, Sharpe, dan Jensen (Manurung, 2001: 47). Dalam berinvestasi pada reksadana investor bisa memilih beberapa jenis reksadana. Berdasarkan Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor Kep-08/PM/1997, ada empat macam reksadana di Indonesia, yaitu reksadana pasar uang, reksadana berpendapatan tetap, reksadana campuran, dan reksadana saham (Manurung, 2001: 37). Dari empat macam jenis reksadana, reksadana saham adalah reksadana yang banyak diminati oleh investor. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya berita dan data di Bapepam-LK yang mengatakan bahwa reksadana saham selalu memiliki presentase yang lebih besar dari pada reksadana lainnya. Pada tahun 2011 reksadana yang paling diminati investor adalah reksadana saham. Menurut pengamat pasar modal, banyaknya investor memilih produk ini karena investor melihat produk reksadana saham masih bagus prospeknya, diikuti dengan risiko dan jangka waktu yang masih jadi pertimbangan investor (www.neraca.co.id). Menurut Direktur PT Infovesta pada tahun 2012 mengatakan bahwa reksadana saham masih menjadi investasi yang diminati masyarakat karena memiliki return yang cukup tinggi hingga 11 persen. Lebih tinggi dibandingkan bunga deposito yang memberikan pendapatan kurang dari 0,5% per bulan atau paling tinggi 6% per tahun (www.ipotnews.com).
Pada tahun 2013 reksadana saham juga paling diminati pertumbuhan dari nilai aktiva bersih (NAB) mencapai Rp 82,59 triliun dibandingkan reksadana lainnya. Untuk reksadana pasar uang nilai aktiva bersih (NAB) mencapai Rp 12,46 triliun. Nilai aktiva bersih (NAB) reksadana campuran mencapai Rp 23,89 triliun. nilai aktiva 8 bersih (NAB) reksadana pendapatan tetap mencapai Rp 30,26 triliun. Nilai aktiva bersih (NAB) reksadana terproteksi mencapai dari Rp 39,89 triliun (www.finance.detik.com). Pada tahun 2014 reksadana saham juga paling diminati investor daripada reksadana lainnya. Reksadana saham dalam satu tahun terakhir mampu memberi hasil sampai dengan 43,21% (reksadana campuran) dan 47,66% (reksadana saham) (www.howmoney.com). Tabel 1.2 Komposisi NAB Reksadana Indonesia Pada Tanggal 31 Desember 2015 No. Jenis Reksa Dana Jumlah Nilai Aktiva Bersih (NAB) Presentase 1. ETF Fixed Income 2,021,009,428,844.00 0,78% 2. ETF Indeks 782,984,554,759.15 0,30% 3. ETF Saham 1,296,070,903,887.16 0,50% 4. Pendapatan Tetap 45,355,646,775,706.65 17,57% 5. Indeks 776,620,558,080.54 0,30% 6. Mixed 17,697,760,998,830.32 6,86% 7. Pasar Uang 24,129,449,599,619.17 9,35% 8. Saham 99,805,767,837,621.50 38,67% 9. Syariah Pendapatan Tetap 726,797,363,629.88 0,28% 10. Syariah Indeks 217,059,773,689.85 0,08% 11. Syariah Mixed 1,696,339,396,078.17 0,66% 12. Syariah Pasar Uang 954,700,084,624.33 0,37% 13. Syariah Saham 5,280,989,544,453.31 2,05% 14. Syariah Terproteksi 1,454,276,553,360.75 0,56% 15. Terproteksi 55,905,967,673,685.76 21,66% Sumber : ariabapepam.go.id Dapat dilihat pada tabel 2.2, nilai aktiva bersih (NAB) tertinggi masih dipegang oleh reksadana saham dengan presentase 38,67%. Reksadana jenis saham ini melakukan investasi minimal 80% dari total investasinya. Karena investasinya pada saham, risikonya lebih tinggi daripada jenis reksadana lainnya, tetapi menghasilkan tingkat pengembalian yang tinggi pula (Hariyani Iswi&Serfianto, 2010: 239). 9 Adapun tujuan seseorang melakukan investasi pada reksadana saham yaitu: pertama, ingin mendapatkan dividen atau distribusi pendapatan. Kedua, investor ingin mendapatkan capital gain atas kenaikan harga saham yang begitu besar investor menggunakan manajer investasi agar capital gain saham dapat dinikmatinya. Ketiga, melakukan investasi pada reksadana saham karena investor ingin mendapatkan dividen dan capital gain (Manurung, 2008: 32). Beberapa peneliti telah melakukan penelitian berkaitan dengan pengaruh pengelolaan investasi yaitu market timing ability dan pemilihan saham terhadap kinerja reksadana. Untuk mengukur pengelolaan investasi yaitu market timing ability dan pemilihan saham menggunkan model Treynor-Mazuy dan HenrikssonMerton. Sedangkan untuk mengukur kinerja reksadana menggunakan model Treynor, Sharpe, dan Jensen. Adapun beberapa peneliti yang dimaksud, antara lain Sari dan Purwanto (2012); Winingrum (2011); Syahid (2015); Putri (2014). Dalam penelitian beberapa peneliti diatas, peneliti mengukur kemampuan strategi market timing ability dan pemilihan saham menggunakan Treynor dan Mazuy. Sedangkan untuk mengukur kinerja reksadana menggunakan model Sharpe‟s. Peneliti sebelumnya yaitu Sihombing dan Amalia (2013) dan Low (2012) menggunakan model Henriksson dan Merton dalam mengukur variabel market timing ability dan pemilihan saham. Untuk megukur kinerja reksadana peneliti menggunakan model Jensen. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Musah, dkk (2014) peneliti menggunakan model Treynor-Mazuy dan Henriksson-Merton dalam mengukur variabel market timing ability dan pemelihan saham. Sedangkan untuk mengukur kinerja reksadana menggunakan model Indeks Jensen. 10 Beberapa peneliti diatas mengkaji tentang pengaruh pengelolaan investasi yaitu market timing ability dan pemilihan saham terhadap kinerja reksadana. Untuk mengukur market timing ability dan pemelihan saham beberapa peneliti ada yang menggunakan kedua model yaitu Henriksson dan Merton serta Treynor dan Mazuy. Tetapi beberapa peneliti lain juga ada yang hanya menggunakan salah satu dari kedua model tersebut. Sedangkan untuk mengukur kinerja reksadana peneliti diatas menggunakan salah satu dari ketiga model yaitu model Sharpe dan model Jensen. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah dalam penelitian ini, peneliti menggunakan variabel independen yaitu: tingkat suku bunga SBI, inflasi dan market timing ability. Alasan peneliti menggunakan variabel tersebut karena kinerja reksadana dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah yang terdiri dari tingkat suku bunga SBI dan inflasi serta pengelolaan investasi yang salah satunya terdiri dari market timing ability. Untuk menghitung market timing ability dalam penelitian ini menggunakan kedua model yaitu Henriksson dan Merton serta Treynor dan Mazuy. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini yaitu kinerja reksadana. Untuk mengukur kinerja reksadana sendiri dalam penelitian ini menggunakan model Treynor. Alasan peneliti menggunakan model Treynor adalah dalam penelitian ini menggunakan variaben independen salah satunya yaitu kebijakan pemerintah yang terdiri dari tingkat suku bunga SBI dan inflasi. Model Treynor sendiri merupakan pengukuran kinerja dari reksadana yang memperhitungkan risiko sistematik. Kebijakan pemerintah yang terdiri dari tingkat suku bunga SBI dan inflasi merupakan risiko sistematik karena tingkat 11 suku bunga SBI maupun inflasi merupakan risiko yang tidak bisa dihilangkan dengan melakukan diversifikasi. Maka dari itu peneliti hanya menggunakan satu model yaitu model Treynor dalam penelitian ini. Kemudian dalam penelitian ini, peneliti menggunakan reksadana saham karena berdasarkan periode tahun yang dilakukan oleh peneliti yaitu tahun 2011 – 2015 reksadana saham selalu menempati presentase yang besar dari jenis reksadana lainnya. Perbedaan peneliti ini dengan peneliti sebelumnya adalah peneliti menggunakan populasi data yang di publikasikan oleh Bapepam-LK selama periode tahun penelitian yaitu 2011 – 2015 dan menggunakan sampel reksadana terbaik di Indonesia menurut versi Majalah Investor pada periode tahun 2011 – 2015.
Dalam penelitian ini, peneliti mengkolaborasikan pengaruh tingkat suku bunga SBI dan inflasi serta pengelolaan investasi yang terdiri dari market timing ability terhadap kinerja reksadana. Sedangkan pada penelitian sebelumnya, para peneliti melakukan penelitian tanpa mengkolaborasikan antar variabel yaitu tentang pengaruh tingkat suku bunga SBI dan inflasi terhadap kinerja reksadana serta pengaruh market timing abiity terhadap kinerja reksadana. Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang variabel tingkat suku bunga SBI, inflasi dan market timing ability terhadap kinerja reksadana. Sehingga peneliti mengambil judul “Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI, Inflasi dan Pengelolaan Investasi Terhadap Kinerja Reksadana di Indonesia (Studi Kasus: Reksadana Saham Periode 2011- 2015).
1.2  Rumusan Masalah
 Berdasarkan latar belakang tersebut maka permasalahan dalam penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
 1. Apakah tingkat suku bunga SBI, inflasi dan pengelolaan investasi yang di hitung dengan menggunakan model Henriksson dan Merton serta model Treynor dan Mazuy secara simultan berpengaruh terhadap kinerja reksadana saham ?
2. Apakah tingkat suku bunga SBI, inflasi dan pengelolaan investasi yang di hitung dengan menggunakan model Henriksson dan Merton serta model Treynor dan Mazuy secara parsial berpengaruh terhadap kinerja reksadana saham ?
1.3 Tujuan Penelitian
 Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh tingkat suku bunga SBI, inflasi dan pengelolaan investasi yang dihitung dengan menggunakan model Henriksson dan Merton serta model Treynor dan Mazuy secara simultan.
2. Untuk mengetahui pengaruh tingkat suku bunga SBI, inflasi dan pengelolaan investasi yang dihitung dengan menggunakan model Henriksson dan Merton serta model Treynor dan Mazuy secara secara parsial.
 1.4 Manfaat Penelitian
 Hasil dari dilakukannya penelitian ini diharapkan memberikan manfaat antara lain:
a. Bagi penulis Penelitian ini berguna untuk menambah wawasan dan pengetahuan terhadap reksadana secara teoritis maupun dalam dunia nyata serta pengaplikasian pengetahuan yang selama ini didapat selama masa perkuliahan.
 b. Bagi investor dan calon investor Hasil penelitian kinerja yang disajikan dalam penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai bahan pertimbangan bagi investor dalam menentukan pilihannya berinvestasi melalui reksadana.
c. Bagi Manajer Investasi Hasil penelitian ini juga memberikan informasi kepada manajer investasi bagaimana pengaruh variabel-variabel dalam penelitian ini terhadap kinerja reksadana saham yang mereka kelola sehingga manajer investasi dapat mengetahui langkah selanjutnya untuk meningkatkan kinerja reksadana saham.
 d. Bagi Akademisi Penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil yang bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan ilmiah, sehingga dapat dijadikan bahan referensi bagi penelitian selanjutnya serta diharapkan penelitian ini dapat melengkapi penelitian terdahulu.
1.5 Batasan Penelitian
 Dalam penelitian ini, agar masalah tidak meluas maka penulis memberi batasan-batasan sebagai berikut:
 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja reksadana yaitu: kebijakan pemerintah dalam bidang moneter yang terdiri dari tingkat suku bunga SBI dan inflasi serta pengelolaan investasi yaitu market timing ability.
2. Kinerja reksadana saham dalam penelitian ini menggunakan model Treynor.

3. Reksadana saham yang diteliti adalah reksadana yang aktif di BAPEPAM Indonesia periode penelitian 2011–2015

Untuk Mendownload Skripsi "Skripsi Manajemen :Pengaruh tingkat suku bunga SBI, inflasi dan pengelolaan investasi terhadap kinerja reksadana di Indonesia: Studi kasus reksadana saham periode tahun 2011-2015Untuk Mendownload skripsi ini silakan klik link dibawah ini
DOWNLOAD

Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment