Jasa Pembuatan Skripsi

Jasa Pembuatan Skripsi
Jasa Pembuatan Skripsi

Thursday, May 10, 2012

Ketaksaan (Ambiguitas)


Ketaksaan (ambiguitas) dapat timbul dalam berbagai variasi tulisan atau  tuturan. Sehubungan dengan ketaksaan ini Kempson (1977) yang dikutip oleh  Ullmann (1976) dalam Djajasudarma (1993) menyebutkan tiga bentuk utama  ketaksaan, ketiganya berhubungan dengan fonetik, gramatikal, dan leksikal.  Ketaksaan ini muncul bila kita sebagai pendengar atau pembaca sulit untuk  menangkap pengertian yang kita baca, atau yang kita dengar.  Berikut akan dibahasa ketiga jenis ketaksaan yang disebutkan  terdahulu, yaitu ketaksaan fonetis, ketaksaan gramatikal, dan ketaksaan  leksikal. 
1.      Ketaksaan Fonetis 
            Ketaksaan pada tataran fonologi (fonetik) muncul akibat berbaurnya  bunyi-bunyi bahasa yang dilafalkan. Kata-kata yang membentuk kalimat bila  dilafalkan terlalu cepat, dapat mengakibatkan keragu-raguan akan maknanya.  Mis., [beruang] 'mempunyai uang' atau ‘nama binatang’; di dalam bahasa  Inggris a near (nomina) 'sebuah ginjal' atau ‘sebuah telinga'; di dalam bahasa  Sunda pigeulisna ‘giliran cantiknya' atau pigeu lisna ‘bisu Lisna'.  Ketaksaan fonetik ini terjadi pada waktu pembicara melafalkan  ujarannya. Seorang kapten pesawat terbang dapat merasa ragu, apakah fifteen ataukah  fifty, yang dapat membahayakan pesawat dan seluruh awaknya, serta  penumpangnya. Oleh karena itu, untuk menghindari ketaksaan, si pendengar  memohon kepada pembicara untuk mengulangi apa yang diujarkannya. 

2.      Ketaksaan Gramatikal 
            Ketaksaan gramatikal muncul pada tataran morfologi dan sintaksis. Dengan  demikian, ketaksaan gramatikal ini dapat dilihat dengan dua alternatif. Pertama,  ketaksaan yang disebabkan oleh peristiwa pembentukan kata secara gramatikal.  Misalnya, pada tataran morfologi (proses morfemis) yang mengakibatkan perubahan   makna, prefiks peN-+pukul : pemukul bermakna ganda: 'orang yang memukul'  atau 'alat untuk memukul'.  Alternatif kedua adalah ketaksaan pada frasa yang mirip. Setiap kata  membentuk frasa yang sebenarnya sudah jelas, tetapi kombinasinya mengakibatkan  maknanya dapat diartikan lebih dari satu pengertian.
            Misalnya, di dalam bahasa  Indonesia, frase orang tua dapat bermakna ganda 'orang yang tua' atau 'ibu-bapak',  demikian pula kalimat "Tono anak Tata sakit." dapat menimbulkan ketaksaan  sehingga memiliki alternatif: 
 1. Tono, anak Tata, sakit (Tono yang sakit)
2. Tono, anak, Tata, sakit (tiga orang yang sakit)
3. Tono! anak Tata sakit (Anak Tata sakit) dst.
Download Isi Lengkap  dari Makalah Ini :  
 



Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment